Jakarta, 31 Desember 2024 – Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo H.R. Muhammad Syafi’i, menargetkan penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025 secara signifikan hingga mencapai angka Rp80 juta per jemaah. Ambisius namun terukur, target ini diusung berdasarkan serangkaian strategi efisiensi dan negosiasi intensif yang telah dan akan terus dilakukan pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Wamenag saat ditemui di Masjid Al Ikhlas, Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).
Sebagai pembanding, BPIH tahun 1445 H/2024 M untuk jemaah haji reguler mencapai rata-rata Rp 93.410.286. Selisih yang cukup signifikan ini, menurut Wamenag, akan diwujudkan melalui pendekatan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. "Ini kan kita masih terus sisir ya, tapi yang pasti di pengusulan pertama nanti itu BPIH sudah saya turunkan. Kalau biasanya kan agak lebih tinggi supaya nanti disisir kembali oleh DPR baru bisa turun, kalau ini di penawaran awal saja itu sudah turun. Jadi insyaallah itu bisa lebih turun, mungkin di angka 80-an lah," tegas Romo Syafi’i.
Langkah berani ini didasari oleh sejumlah terobosan yang telah berhasil dicapai pemerintah. Salah satu yang paling signifikan adalah keberhasilan Presiden dalam menegosiasikan potongan biaya penerbangan hingga 10 persen. Potongan ini, diharapkan Wamenag, akan berdampak langsung pada penurunan BPIH. "Efisiensinya itu banyak, mungkin yang paling signifikan itu kan pesawat. Ini kan kemarin Presiden sudah bisa memotong 10 persen ongkos pesawat. Kalau itu nanti berlaku di haji, itu kan sudah juga sebuah penurunan yang signifikan," jelasnya.
Namun, upaya efisiensi tidak hanya terpaku pada sektor transportasi udara. Pemerintah juga tengah gencar melakukan optimalisasi biaya di sektor akomodasi dan layanan di Arab Saudi. Wamenag menyorot perubahan signifikan dalam persaingan bisnis penyedia layanan haji. Era monopoli yang sebelumnya menghambat efisiensi, kini mulai terkikis. "Mungkin juga di hotel, di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) ini kita sisir kembali. Karena dulu perusahaan itu tidak banyak, ada sedikit monopoli. Sekarang begitu dibuka, yang daftar sangat banyak maka mulai kompetitif. Akhirnya kita belajar, oh sebenarnya bisa segini, bisa segini. Jadi kemungkinan turunnya itu sangat jelas," ungkap Romo Syafi’i.
Lebih lanjut, Wamenag menjelaskan bahwa proses penelusuran efisiensi dilakukan secara menyeluruh dan detail. Setiap pos anggaran diteliti secara seksama untuk menemukan potensi penghematan tanpa mengorbankan kualitas layanan bagi jemaah. Tim khusus yang dibentuk Kementerian Agama bekerja keras untuk menganalisis data dan mencari solusi terbaik guna mencapai target penurunan BPIH. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk para pemangku kepentingan di Arab Saudi dan perusahaan-perusahaan penyedia layanan haji.
Selain upaya efisiensi biaya, Wamenag juga mengungkapkan rencana ambisius lainnya: mempersingkat durasi ibadah haji menjadi 31 hari. Rencana ini, menurutnya, didorong oleh keprihatinan terhadap kondisi fisik jemaah lansia yang seringkali mengalami kesulitan selama masa tinggal yang panjang. "Itu sedang dibahas. Soal slot penerbangan karena nggak bisa kita mengambil setiap hari berapa kali, tergantung pada peluang. Makanya kemarin kita berupaya kalau kita selesai membangun Kampung Haji itu kita ingin kerja sama meluaskan ini, Ta’if. Kalau Ta’if itu sudah bisa didaratkan pesawat-pesawat besar, mungkin kita bisa mengurus dari awal," papar Wamenag.
Namun, implementasi rencana ini diakui masih menghadapi sejumlah tantangan. Ketersediaan slot penerbangan dan pengaturan logistik di Arab Saudi menjadi kendala utama. Wamenag menjelaskan bahwa perlu koordinasi yang intensif dengan pihak berwenang di Arab Saudi untuk memastikan kelancaran pelaksanaan rencana ini. Pembangunan Kampung Haji dan pengembangan infrastruktur di Ta’if diharapkan dapat memberikan solusi atas kendala tersebut. Dengan tersedianya bandara yang mampu menampung pesawat berbadan besar di Ta’if, diharapkan pengaturan penerbangan dan logistik menjadi lebih efisien dan fleksibel.
"Kita merencanakan haji tinggal 31 hari saja karena kasihan lansia-lansia itu. Tapi itu kayaknya masih perlu kerja lagilah," pungkas Wamenag, mengakui bahwa rencana ini masih membutuhkan upaya lebih lanjut dan kajian yang matang. Perlu diingat bahwa perubahan durasi ibadah haji akan berdampak pada berbagai aspek, termasuk pengaturan akomodasi, transportasi internal di Arab Saudi, dan jadwal pelaksanaan ibadah.
Target penurunan BPIH hingga Rp80 juta dan rencana pengurangan durasi ibadah haji menjadi 31 hari merupakan langkah-langkah strategis yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang erat antara Kementerian Agama, pemerintah Arab Saudi, dan berbagai pihak terkait. Keberhasilannya akan berdampak positif bagi calon jemaah haji, terutama mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk menunaikan ibadah haji.
Namun, perlu diingat bahwa rencana ini masih bersifat tentatif dan membutuhkan proses pengkajian dan persetujuan yang panjang. Angka Rp80 juta merupakan target yang ambisius, dan realisasinya sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk negosiasi harga dengan berbagai pihak, efisiensi operasional, dan kondisi ekonomi global. Oleh karena itu, diperlukan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dalam proses penganggaran dan pelaksanaan ibadah haji agar target tersebut dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas layanan bagi jemaah.
Pemerintah perlu memastikan bahwa upaya efisiensi tidak akan mengurangi kualitas layanan yang diterima jemaah. Aspek kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan ibadah harus tetap menjadi prioritas utama. Komunikasi yang efektif dengan jemaah juga sangat penting untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang rencana dan langkah-langkah yang diambil pemerintah.
Keberhasilan menurunkan BPIH dan mempersingkat durasi ibadah haji akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan dan aksesibilitas bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji. Langkah-langkah inovatif dan kolaboratif yang diambil pemerintah patut diapresiasi, namun tetap perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutannya. Transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait ibadah haji sangat penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan jemaah.