Jakarta – Pembagian warisan merupakan salah satu aspek penting dalam Islam, terutama saat pewaris telah meninggal dunia. Dalam syariat Islam, warisan tidak hanya melibatkan harta benda, tetapi juga tanggungan atau utang yang ditinggalkan pewaris, termasuk kewajiban-kewajiban yang belum terselesaikan.
Prioritas Pelunasan Utang dan Kewajiban
Para fuqaha, seperti yang dijelaskan dalam buku "Pembagian Waris Menurut Islam" karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, menegaskan bahwa segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta, utang, maupun piutang, dikategorikan sebagai peninggalan yang harus diurus oleh ahli warisnya. Islam menekankan pentingnya menyelesaikan segala hak-hak pewaris terlebih dahulu sebelum pembagian warisan dilakukan. Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 11:
"Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
Kewajiban Ahli Waris Sebelum Membagikan Harta
Ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa pembagian warisan dilakukan setelah semua kewajiban pewaris, seperti utang atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya, sudah dituntaskan. Berikut adalah beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sebelum harta diwariskan kepada ahli waris:
1. Keperluan Pemakaman
Biaya dan kebutuhan untuk pemakaman pewaris wajib ditanggung dari harta pemilik yang meninggal, dengan catatan tidak boleh berlebihan. Kebutuhan ini mencakup segala hal yang diperlukan untuk mengurus jenazah sejak wafat hingga pemakaman. Termasuk di antaranya adalah biaya pemandian jenazah, pembelian kain kafan, biaya pemakaman, dan berbagai kebutuhan lain hingga jenazah sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya. Perlu diingat, kebutuhan pemakaman ini bisa berbeda-beda sesuai kondisi jenazah, baik dari sisi kemampuan ekonomi maupun berdasarkan jenis kelaminnya.
2. Menyelesaikan Utang Pewaris
Utang yang masih ditanggung oleh pewaris harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris. Hadits Rasulullah SAW yang menyatakan, "Jiwa seorang mukmin tergantung pada utangnya hingga ditunaikan," menegaskan bahwa pelunasan utang ini menjadi prioritas.
3. Utang kepada Allah SWT
Jika utang tersebut berhubungan dengan kewajiban kepada Allah SWT, seperti zakat yang belum dibayar, nazar yang belum dilaksanakan, atau denda (kafarat) yang belum dipenuhi, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ahli waris tidak diwajibkan melunasi utang-utang ini. Namun, mayoritas ulama menyatakan bahwa ahli waris harus menunaikan kewajiban ini sebelum harta warisan dibagikan.
4. Penunaian Wasiat
Dalam Islam, wasiat pewaris harus ditunaikan selama nilainya tidak melebihi sepertiga dari total harta peninggalan. Ketentuan ini berlaku jika wasiat tersebut ditujukan untuk orang di luar ahli waris, serta tidak ada keberatan dari pihak ahli waris. Penunaian wasiat ini mencakup pengambilan sebagian harta peninggalan untuk kebutuhan pemakaman dan pelunasan utang.
Namun, jika jumlah wasiat melebihi sepertiga harta, pelaksanaannya tidak wajib kecuali mendapat persetujuan dari seluruh ahli waris. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW ketika menjawab pertanyaan Sa’ad bin Abi Waqqash RA, yang berniat menyerahkan seluruh hartanya. Rasulullah SAW lalu bersabda, "… Sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya bila engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan hingga meminta-minta kepada orang."
Proses Pembagian Warisan
Waktu pembagian warisan dilakukan setelah seluruh tanggungan pewaris dipenuhi. Harta peninggalan dibagikan kepada ahli waris sesuai ketentuan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma’). Proses ini diawali dengan pemberian warisan kepada ashabul furudh, yaitu ahli waris yang telah ditentukan bagiannya secara khusus seperti ibu, ayah, istri, suami, dan lainnya. Setelah ashabul furudh menerima bagiannya, sisa harta akan dibagikan kepada ‘ashabah, yaitu kerabat pewaris yang berhak menerima bagian sisa tersebut.
Pentingnya Konsultasi dengan Ahli Waris
Proses pembagian warisan merupakan hal yang sensitif dan kompleks. Oleh karena itu, sangat penting untuk melibatkan semua ahli waris dalam proses ini dan memastikan bahwa semua pihak memahami hak dan kewajibannya.
Kesimpulan
Pembagian warisan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh ahli waris setelah semua kewajiban pewaris terpenuhi. Islam menekankan pentingnya menyelesaikan segala hak dan kewajiban pewaris sebelum harta dibagikan kepada ahli waris. Proses ini harus dilakukan dengan adil dan transparan, dengan melibatkan semua ahli waris dan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’.
Catatan: Artikel ini hanya memberikan informasi umum tentang pembagian warisan menurut Islam. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan spesifik, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli agama atau pakar hukum Islam.