Salat, rukun Islam yang kedua, merupakan ibadah wajib yang tata caranya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Ketepatan pelaksanaan salat, termasuk bacaan-bacaannya, menjadi kunci sahnya ibadah ini di hadapan Allah SWT. Salah satu bacaan yang paling krusial dan menjadi syarat sah salat adalah membaca Al-Fatihah, surat pembuka Al-Qur’an. Hadits riwayat Ubadah bin Shamit RA, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dengan tegas menyatakan, “Tidak sah sholat kecuali dengan membaca Ummul Qur’an (surat Al-Fatihah).” Hadits lain yang senada juga menekankan keharusan membaca Al-Fatihah ini, menegaskan bahwa salat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Ketegasan hadits-hadits ini mengukuhkan status wajibnya membaca Al-Fatihah dalam setiap rakaat salat.
Namun, praktik salat, khususnya dalam salat fardhu berjamaah, seringkali menampilkan imam yang melanjutkan bacaan dengan surat pendek setelah Al-Fatihah, terutama pada rakaat pertama. Pertanyaan pun muncul: bagaimana hukum membaca surat setelah Al-Fatihah ini? Apakah hukumnya wajib, sunnah, atau bahkan mubah (boleh)? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut berdasarkan Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ulama.
Perintah Ilahi untuk Membaca Al-Qur’an dalam Salat
Al-Qur’an sendiri secara eksplisit memerintahkan umatnya untuk membaca Al-Qur’an. Ayat Al-Muzzammil ayat 20 memberikan petunjuk yang relevan:
(Terjemahan bebas ayat Al-Muzzammil 20): "Dan bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an…"
Ayat ini tidak secara spesifik menyebutkan konteks salat, namun konteks keseluruhan surat Al-Muzzammil yang berbicara tentang salat malam dan ibadah-ibadah lainnya menunjukkan bahwa perintah membaca Al-Qur’an ini juga relevan dalam konteks salat. Ayat ini memberikan kelonggaran bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau waktu, menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an dalam salat dianjurkan, namun tidak harus dengan surat-surat yang panjang dan berat. Allah SWT memahami kondisi dan kemampuan hamba-Nya.
Hadits dan Pendapat Ulama Mengenai Bacaan Setelah Al-Fatihah
Selain ayat Al-Qur’an, hadits juga memberikan petunjuk mengenai bacaan dalam salat. Hadits riwayat Abu Hurairah RA, yang dikutip dalam buku "27 Keutamaan Shalat Berjamaah di Masjid" karya Myr Raswad, menjelaskan tata cara salat yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. Hadits ini menekankan pentingnya membaca Al-Qur’an dalam salat, namun tidak secara spesifik menyebutkan jenis dan panjang surat yang dibaca. Rasulullah SAW bersabda, "…maka bacalah ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu…". Pernyataan ini kembali menegaskan fleksibilitas dalam pemilihan surat, memberikan penekanan pada kemudahan dan kemampuan masing-masing individu.
Pendapat para ulama mengenai hukum membaca surat setelah Al-Fatihah beragam. Buku "77 Tanya Jawab Seputar Sholat" karya Abdul Somad menjelaskan perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab fiqih. Mazhab Hanafi, misalnya, berpendapat bahwa membaca ayat Al-Qur’an setelah Al-Fatihah hukumnya wajib. Sementara itu, jumhur ulama (mayoritas ulama) bermazhab sunnah menganggapnya sebagai sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) yang sebaiknya dibaca pada rakaat pertama dan kedua dalam setiap salat.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan kerumitan dalam memahami dan mengaplikasikan hukum fiqih. Tidak ada satu kesimpulan mutlak yang dapat diterima secara universal. Namun, penting untuk memahami bahwa perbedaan pendapat ini tidak lantas mengurangi kesempurnaan ibadah salat. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan usaha untuk meneladani sunnah Rasulullah SAW.
Standar Panjang Pendek Surat yang Dibaca
Lebih lanjut, buku "77 Tanya Jawab Seputar Sholat" juga membahas standar panjang pendek surat yang dibaca setelah Al-Fatihah. Pembagian ini didasarkan pada panjang pendek ayat dan kemudahan dalam membacanya:
-
Thiwal al-mufashal: Surat-surat yang tergolong panjang, umumnya dari surat Qaf/Al-Hujurat hingga surat An-Naba. Surat-surat ini disarankan untuk dibaca pada salat Subuh dan Dzuhur, mengingat waktu salat yang relatif lebih panjang.
-
Ausath al-mufashsal: Surat-surat dengan panjang sedang, umumnya dari surat Al-Insyirah hingga surat An-Nas. Surat-surat ini cocok untuk salat Ashar dan Isya.
-
Qishar al-mufashsal: Surat-surat pendek, umumnya juga dari surat Al-Insyirah hingga surat An-Nas. Surat-surat ini direkomendasikan untuk salat Maghrib.
Pembagian ini bersifat rekomendasi dan bukan merupakan aturan baku. Pemilihan surat tetap mempertimbangkan kemampuan dan kondisi masing-masing individu. Yang terpenting adalah membaca Al-Qur’an dengan tartil (bacaan yang baik dan perlahan) dan memahami maknanya, bukan sekadar memenuhi kewajiban formal.
Kesimpulan: Menyeimbangkan Kewajiban dan Sunnah
Membaca Al-Fatihah dalam salat adalah wajib dan merupakan syarat sahnya salat. Sedangkan membaca surat setelah Al-Fatihah, berdasarkan jumhur ulama, hukumnya sunnah muakkadah. Meskipun tidak wajib, membaca surat setelah Al-Fatihah sangat dianjurkan dan memiliki keutamaan tersendiri. Pemilihan surat yang dibaca hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang tersedia. Yang terpenting adalah menjaga kekhusyukan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah salat. Perbedaan pendapat di antara ulama menunjukkan kekayaan dan kedalaman pemahaman Islam, mengajarkan kita untuk bersikap toleran dan bijak dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Salat yang khusyuk dan diiringi dengan niat yang ikhlas akan lebih bernilai di sisi Allah SWT daripada sekadar mengikuti aturan formal tanpa memahami esensi ibadah itu sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas salat kita, baik dari segi bacaan maupun kekhusyukan, dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Konsultasi dengan ulama atau guru agama yang terpercaya juga sangat dianjurkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan akurat.