Kisah kasih sayang Rasulullah SAW kepada cucunya, Hasan dan Husein, putra Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib RA, merupakan teladan agung bagi umat Islam. Lebih dari sekadar hubungan kakek dan cucu, interaksi Rasulullah SAW dengan kedua cucu tercintanya mengungkapkan kehalusan budi pekerti, kelembutan hati, dan kecerdasan emosional yang patut ditiru. Bukan sekadar kasih sayang biasa, melainkan manifestasi kasih sayang yang dibalut dengan pendidikan akhlak dan bimbingan ruhani yang mendalam.
Buku "Kisah Cinta Fatimah az-Zahra’: Sungguh Suci Sungguh Lembut Hati" karya Azizah Hefni melukiskan bagaimana Fatimah dan Ali, dengan kesabaran dan kelembutan yang luar biasa, mendidik Hasan dan Husein. Namun, peran Rasulullah SAW dalam proses pengasuhan ini tak kalah penting. Beliau bukan hanya sekadar mengunjungi dan menyapa cucu-cucunya, tetapi secara aktif terlibat dalam pendidikan dan pembentukan karakter mereka. Rasulullah SAW menemani mereka bermain, bercerita, dan berbagi ilmu pengetahuan, menunjukkan keterlibatan yang mendalam dan penuh kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari kedua cucu kesayangannya.
Kecemasan Rasulullah SAW terhadap keselamatan Hasan dan Husein menunjukkan betapa besarnya perhatian dan kecintaan beliau. Suatu ketika, saat mengunjungi Fatimah, Rasulullah SAW mendapati kedua cucunya tidak ada di rumah. Kecemasan tergambar jelas dalam pertanyaan beliau kepada Fatimah, "Di mana cucuku?". Setelah mengetahui bahwa Hasan dan Husein sedang bermain di dekat tempat minum dengan sisa kurma, Rasulullah SAW menunjukkan kepeduliannya dengan mengingatkan Ali, "Wahai Ali, sebaiknya kamu suruh pulang kedua cucuku sebelum hari panas." (HR Hakim). Peristiwa sederhana ini mengungkapkan kepekaan Rasulullah SAW terhadap keamanan dan kesejahteraan cucu-cucunya, sekaligus menunjukkan bagaimana beliau selalu memperhatikan detail-detail kecil dalam kehidupan mereka.
Sikap Rasulullah SAW dalam mendidik Hasan dan Husein jauh dari kekerasan atau otoritarianisme. Beliau mengingatkan kesalahan dengan cara yang lembut dan penuh kesabaran. Bagi Rasulullah SAW, anak-anak adalah individu yang harus dihargai dan dihormati, meskipun mereka belum sepenuhnya memahami konsekuensi perbuatan mereka. Hal ini tercermin dalam sabda beliau, "Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan seorang ayah berjanji kepada anaknya, kemudian janji itu tidak dipenuhi." (HR Al-Hakim). Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya keteladanan dan kejujuran dalam berinteraksi dengan anak-anak, mengajarkan mereka nilai-nilai moral sejak usia dini.
Lebih lanjut, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah! Ambillah ini!’ Tetapi ia tidak memberikannya (walaupun anak tersebut sudah mendatanginya), maka itu termasuk perbuatan dusta." (HR Ahmad). Hadits ini menekankan pentingnya konsistensi dan kejujuran dalam perkataan dan perbuatan terhadap anak-anak. Janji yang tidak ditepati, meskipun terkesan sepele, dapat menimbulkan dampak negatif pada pembentukan karakter anak. Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan kekecewaan pada anak-anak.
Ajaran Rasulullah SAW tentang pentingnya menunjukkan kasih sayang dengan mencium anak-anak juga menarik perhatian. Dalam sebuah hadits disebutkan, seorang Arab bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kebiasaan mencium anak laki-laki. Ketika orang Arab tersebut mengatakan bahwa mereka tidak mencium anak-anak mereka, Rasulullah SAW berkata, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rahmat/sayang dari hatimu." (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya sentuhan fisik sebagai bentuk ekspresi kasih sayang dan kehangatan antara orang tua dan anak. Sentuhan fisik seperti mencium bukanlah tindakan yang sepele, melainkan merupakan bentuk komunikasi yang mendalam dan bermakna.
Hadits lain menceritakan bagaimana Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali di hadapan Al-Aqro bin Haabis At-Tamim. Ketika Al-Aqro’ mengatakan bahwa ia tidak pernah mencium sepuluh orang anaknya, Rasulullah SAW berkata, "Kalau Allah tidak memberikanmu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat-Nya untuk kamu? Barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak akan mendapat kasih sayang dari Allah." (HR Bukhari). Hadits ini menekankan hubungan antara kasih sayang manusia dengan kasih sayang Allah SWT. Menunjukkan kasih sayang kepada orang lain, terutama kepada anak-anak, merupakan manifestasi dari iman dan ketaqwaan seseorang.
Tidak hanya menunjukkan kasih sayang melalui ucapan dan sentuhan, Rasulullah SAW juga tidak segan menggendong anak dan cucunya. Abdullah bin Ja’far RA menceritakan, "Rasulullah menjemput kami (Ja’far dan Hasan atau Husain) ketika pulang. Kemudian, beliau menggendong salah satu dari kami di punggung, sedangkan yang lain beliau gendong di dada sampai kami memasuki Madinah." (HR Muslim). Kisah ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan Rasulullah SAW dengan cucu-cucunya, dan bagaimana beliau tidak merasa malu atau rendah diri untuk menunjukkan kasih sayang dengan cara yang sederhana namun bermakna dalam.
Dari berbagai riwayat tersebut, terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik. Pertama, bermain dan bercanda dengan anak-anak tidak akan mengurangi wibawa orang tua. Bahkan, Rasulullah SAW, seorang tokoh agung yang dihormati seluruh umat, tidak segan bermain dan bercanda dengan cucu-cucunya di depan orang banyak. Kedua, kasih sayang merupakan unsur penting dalam pendidikan anak. Kasih sayang bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang dapat membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Ketiga, konsistensi dan kejujuran dalam perkataan dan perbuatan sangat penting dalam mendidik anak. Keempat, menunjukkan kasih sayang kepada orang lain merupakan manifestasi dari iman dan ketaqwaan seseorang.
Kesimpulannya, kisah kasih sayang Rasulullah SAW kepada cucunya, Hasan dan Husein, bukanlah sekadar cerita sejarah, melainkan teladan yang berharga bagi setiap orang tua dan pendidik. Kasih sayang yang dibalut dengan pendidikan akhlak dan bimbingan ruhani merupakan kunci untuk membentuk generasi yang saleh dan berakhlak mulia. Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menunjukkan kasih sayang yang tulus dan penuh kepedulian kepada anak-anak kita, sebagaimana Rasulullah SAW menunjukkan kasih sayang kepada cucu-cucunya. Semoga kita dapat meneladani kehalusan budi pekerti dan kelembutan hati beliau dalam berinteraksi dengan anak-anak, sehingga kita dapat membangun hubungan yang harmonis dan penuh berkah dengan generasi penerus umat.