Ibadah haji dan umrah merupakan rukun Islam yang penuh makna spiritual. Salah satu rangkaian penting dalam kedua ibadah ini adalah tahallul, proses pencukuran atau pemotongan rambut setelah menyelesaikan rangkaian ibadah utama, termasuk tawaf. Bagi kaum laki-laki, praktik menggunduli kepala, atau yang dikenal sebagai "plontos," sangat dianjurkan sebagai simbol pembebasan diri dari ikatan ihram dan penanda dimulainya kembali kehidupan normal setelah menjalankan ibadah suci. Lebih dari sekadar tindakan fisik, tahallul memiliki dimensi spiritual yang mendalam, di mana setiap helai rambut yang dicukur diyakini dapat menghapus dosa dan mendatangkan pahala bagi pelakunya. Gundulnya kepala juga merefleksikan kesucian dan penyerahan diri yang total kepada Allah SWT setelah menyelesaikan rangkaian ibadah haji atau umrah.
Tahallul: Definisi dan Pandangan Ulama
Secara bahasa, kata "tahallul" berarti "diperbolehkan" atau "menjadi halal." Dalam konteks syariat Islam, tahallul menandai berakhirnya masa ihram dan dibolehkannya kembali melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang selama masa ihram. Tindakan ini ditandai dengan mencukur atau memotong rambut, minimal tiga helai. Definisi ini diperkuat oleh berbagai rujukan fikih. Abdul Syukur Al-Azizi dalam "Kitab Lengkap dan Praktis Fiqih Wanita" mendefinisikan tahallul sebagai kondisi terbebas dari larangan ihram. Senada dengan itu, Dr. H. Ma’sum Anshori, MA, dalam "Fiqih Ibadah" menjelaskan tahallul sebagai keadaan di mana seseorang diizinkan melakukan hal-hal yang sebelumnya terlarang saat berihram.
Hukum pelaksanaan tahallul sendiri memiliki perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama menganggapnya sebagai bagian wajib dalam ibadah haji, sementara sebagian lainnya memasukkannya sebagai salah satu rukun haji dan umrah, terutama dalam mazhab Syafi’i. Pendapat terakhir ini didasarkan pada hadits riwayat Anas bin Malik yang menceritakan bagaimana Rasulullah SAW mencukur rambutnya setelah melaksanakan rangkaian ibadah haji di Mina. Hadits tersebut, yang diriwayatkan oleh Bukhari (169) dan Muslim (1305), menunjukkan praktik Rasulullah SAW yang memerintahkan tukang cukur untuk mencukur rambutnya setelah melempar jumrah dan menyembelih hewan kurban. Hal ini menjadi rujukan penting bagi sebagian ulama dalam menetapkan tahallul sebagai rukun ibadah.
Jenis-jenis Tahallul
Dalam pelaksanaan ibadah haji, Syaikh Alauddin Za’tari dalam "Fiqh Al-‘Ibadat" menjelaskan adanya dua jenis tahallul:
-
Tahallul Awal (Pertama): Tahallul awal dilakukan setelah menyelesaikan amalan haji utama, seperti melempar jumrah aqabah pada hari Nahar di Mina dan mencukur rambut. Setelah tahallul awal, jamaah haji dibolehkan melakukan hal-hal yang dilarang selama ihram, seperti memakai wewangian dan mengenakan pakaian berjahit. Namun, beberapa larangan masih tetap berlaku, seperti menikah, melakukan akad nikah, bersentuhan kulit yang membangkitkan syahwat, dan berhubungan badan.
-
Tahallul Tsani (Kedua): Tahallul tsani dilakukan setelah thawaf ifadhah. Setelah tahallul tsani, jamaah haji diperbolehkan melakukan semua hal yang dilarang selama ihram, termasuk memakai wewangian, menikah, melakukan akad nikah, bersentuhan kulit yang membangkitkan syahwat, dan berhubungan badan. Ini menandai berakhirnya seluruh rangkaian larangan ihram dan kembalinya jamaah haji ke kehidupan normal.
Tata Cara Tahallul dan Anjuran Menggunduli Kepala
Proses tahallul atau pencukuran rambut memiliki ketentuan-ketentuan tertentu. Berdasarkan "Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i" karya Musthafa Dib Al Bugha, pencukuran rambut sebaiknya dilakukan menghadap kiblat, dan minimal tiga helai rambut harus dipotong. Bagi jamaah laki-laki, disarankan untuk mencukur sebagian rambut kepala atau memendekkannya. Namun, yang lebih dianjurkan adalah menggunduli kepala (plontos). Imam Al-Ghazali dalam "Ihya Ulumiddin" memberikan detail tata cara pencukuran rambut bagi laki-laki, menyarankan memulai dari bagian depan kepala, kemudian sisi kanan hingga belakang kepala, dan terakhir sisi kiri.
Anjuran menggunduli kepala (al-halqu) bagi laki-laki didasarkan pada makna spiritual yang terkandung di dalamnya. Menggunduli kepala diartikan sebagai simbol pembersihan diri dari dosa dan kebebasan total dari segala larangan ihram. Hadits riwayat Ibnu Hibban menyebutkan bahwa setiap helai rambut yang dicukur oleh orang yang berihram akan menjadi cahaya baginya di hari kiamat. Hadits ini menekankan aspek pahala dan keberkahan yang diperoleh dari tindakan mencukur rambut ini. Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan doa khusus bagi orang yang mencukur rambutnya setelah tawaf. Beliau mendoakan sekali bagi yang mencukur sebagian, namun mendoakan tiga kali bagi yang mencukur habis rambutnya (botak plontos).
Dari berbagai hadits dan pendapat ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa mencukur rambut saat haji atau umrah merupakan sunnah yang sangat dianjurkan. Semakin banyak rambut yang dicukur, semakin besar pula pahala yang diharapkan. Oleh karena itu, mencukur habis rambut (al-halqu) lebih utama bagi laki-laki, sedangkan mencukur sebagian (al-taqshir) lebih utama bagi perempuan.
Kesimpulan
Tahallul merupakan bagian penting dalam ibadah haji dan umrah yang memiliki makna spiritual yang mendalam. Proses pencukuran atau pemotongan rambut ini bukan sekadar ritual fisik, melainkan simbol pembebasan dari ikatan ihram, pembersihan diri dari dosa, dan penyerahan diri total kepada Allah SWT. Anjuran menggunduli kepala bagi laki-laki menunjukkan kesempurnaan dalam menjalankan sunnah ini dan diharapkan mendapatkan pahala yang lebih besar. Pemahaman yang komprehensif tentang tahallul akan semakin memperkaya pengalaman spiritual jamaah haji dan umrah dalam menjalankan ibadah suci ini. Wallahu a’lam bisshawab.