Jakarta, 4 Januari 2025 – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), dengan tegas menyatakan komitmen pemerintah untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2025, tanpa mengandalkan impor beras dan jagung. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Sarasehan Ulama yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (4/1/2025), sebuah acara kerja sama antara PBNU, detikHikmah, dan detikcom, yang didukung oleh Bank Syariah Indonesia dan MIND ID.
Zulhas menekankan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan target swasembada pangan, sebuah prioritas utama yang semula dijadwalkan pada 2029, namun kini dipercepat menjadi 2027. Ia menegaskan sinergi yang kuat dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mencapai cita-cita tersebut. "Di zaman Pak Prabowo ini, kami punya Asta Cita yang sama. Komitmen dengan Pak Prabowo, harus presiden yang memimpin langsung swasembada pangan," tegas Zulhas.
Pernyataan tersebut sekaligus membantah keraguan publik mengenai kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Zulhas secara gamblang menyatakan penghentian impor beras yang selama ini menjadi polemik. "Tahun lalu impor beras 3,5 juta ton. Tahun ini insyaallah tidak impor lagi," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Keyakinan Zulhas tersebut didasari pada proyeksi peningkatan produksi beras dalam negeri. Ia memaparkan strategi pemerintah dalam meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya melalui perbaikan infrastruktur irigasi. "Kalau 2 juta hektar ini irigasinya selesai. Kalau 5 ton produksi saja kali 2 juta hektare maka ada tambahan 10 juta ton produksi. Kalau ada 10 juta ton produksi berarti ada kira-kira 5 atau 6 juta beras," paparnya, menjelaskan potensi peningkatan produksi yang signifikan.
Penjelasan tersebut menunjukkan perhitungan yang cermat dan terukur. Pemerintah, menurut Zulhas, tidak hanya fokus pada peningkatan luas lahan pertanian yang diairi, tetapi juga pada peningkatan produktivitas per hektar. Angka 5 ton per hektar yang disebutkan Zulhas, meskipun perlu dikaji lebih lanjut terkait potensi variabilitas hasil panen di berbagai daerah, menunjukkan target yang ambisius namun realistis, mengingat potensi peningkatan produktivitas melalui teknologi pertanian modern dan pengelolaan lahan yang lebih efektif.
Selain beras, Zulhas juga memastikan tidak akan ada impor jagung untuk pakan ternak dan industri makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor komoditas pangan strategis. Untuk gula, pemerintah akan mengandalkan produksi dari wilayah Lumajang dan Magelang, menunjukkan strategi diversifikasi produksi untuk mengurangi risiko ketergantungan pada satu daerah penghasil.
Lebih jauh, Zulhas menjelaskan bahwa upaya swasembada pangan tidak hanya berfokus pada infrastruktur irigasi, tetapi juga mencakup perbaikan kualitas pupuk dan benih. Ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap petani sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional. "Kita harus berpihak pada petani," tegasnya.
Pernyataan ini menunjukkan paradigma baru dalam kebijakan pertanian pemerintah, yang tidak hanya berorientasi pada produksi semata, tetapi juga pada kesejahteraan petani. Dukungan terhadap petani, menurut Zulhas, merupakan investasi jangka panjang untuk ketahanan pangan. Ia menghubungkan hal ini dengan peningkatan gizi masyarakat, khususnya ibu hamil dan anak-anak sekolah. "Manusianya akan hebat kalau gizinya cukup mulai dari ibu hamil dan anak-anak sekolah," ujarnya.
Zulhas bahkan memperhitungkan kebutuhan tambahan beras jika program makan gratis berhasil diimplementasikan secara menyeluruh. "Kalau sudah jalan semua program makan gratis kita perlu tambahan 4,5 juta ton beras. Tentu harus swasembada pangan," jelasnya. Pernyataan ini menunjukkan perencanaan yang matang dan komprehensif, yang mempertimbangkan berbagai skenario dan dampaknya terhadap kebutuhan pangan nasional.
Pernyataan Zulhas tentang swasembada pangan 2025 perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. Target tersebut merupakan bagian dari visi jangka panjang pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan berbagai upaya terintegrasi, mulai dari peningkatan produktivitas pertanian, perbaikan infrastruktur, hingga dukungan kebijakan yang berpihak pada petani.
Namun, pernyataan tersebut juga perlu dikaji lebih kritis. Meskipun optimisme Zulhas patut diapresiasi, perlu adanya transparansi dan data yang lebih detail untuk mendukung klaim tersebut. Data produksi beras tahun lalu dan proyeksi produksi tahun ini perlu dipublikasikan secara terbuka untuk memastikan akuntabilitas pemerintah. Selain itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai potensi kendala yang mungkin dihadapi dalam mencapai target tersebut, seperti perubahan iklim, hama penyakit, dan fluktuasi harga pupuk.
Analisis lebih lanjut juga diperlukan untuk menilai dampak kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan petani. Perbaikan irigasi dan kualitas pupuk dan benih memang penting, tetapi perlu dipastikan bahwa manfaatnya benar-benar sampai kepada petani. Mekanisme distribusi pupuk dan benih yang efisien dan terjangkau harus dijamin untuk menghindari potensi eksploitasi oleh pihak-pihak tertentu.
Terakhir, perlu adanya evaluasi berkala terhadap kemajuan program swasembada pangan. Mekanisme monitoring dan evaluasi yang transparan dan independen sangat penting untuk memastikan bahwa target yang telah ditetapkan dapat tercapai. Peran media dan masyarakat sipil dalam mengawasi jalannya program ini sangat krusial untuk menjaga akuntabilitas pemerintah.
Kesimpulannya, pernyataan Menko Zulhas tentang swasembada pangan 2025 tanpa impor beras dan jagung merupakan langkah berani dan ambisius. Namun, keberhasilannya bergantung pada implementasi kebijakan yang efektif, transparan, dan berkelanjutan, serta dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk petani, pemerintah, dan masyarakat luas. Perlu adanya pengawasan yang ketat dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa target tersebut dapat tercapai dan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan swasembada pangan bukan hanya sekadar angka produksi, tetapi juga tentang kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat.