Jakarta – Surah An-Nur, surah ke-24 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 64 ayat dan bermakna "Cahaya," mengandung sejumlah ayat yang mengatur etika berpakaian, khususnya bagi perempuan. Ayat ke-60 surah ini, khususnya, menimbulkan perdebatan dan interpretasi yang beragam terkait kewajiban berhijab bagi perempuan lanjut usia. Ayat ini memberikan kelonggaran tertentu, namun tidak serta merta menghapus kewajiban menutup aurat secara keseluruhan. Pemahaman yang komprehensif terhadap ayat ini memerlukan analisis teks, konteks historis, serta berbagai pendapat ulama.
Berikut teks Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan Surah An-Nur ayat 60:
(Arab) وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(Latin) Wal-qawā’idu minan-nisā’illāti lā yarjūna nikāḥan falaysa ‘alayhinna junāḥun ay yaḍa’na θiyābahunna ghayra muta-barrijātin bizīnatan wa ay yasta’fifna khairun lahunna wallāhu samī’un ‘alīm.
(Terjemahan): "Dan perempuan-perempuan tua yang telah menopause, yang tidak mengharapkan perkawinan, tidak ada dosa bagi mereka jika mereka menanggalkan pakaian (luar) mereka tanpa bermaksud memperlihatkan perhiasan. Tetapi memelihara kehormatan (dengan tetap mengenakan pakaian luar) adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Analisis Ayat dan Interpretasi Ulama:
Ayat ini secara eksplisit memberikan pengecualian bagi al-qawā’id, istilah yang umumnya diterjemahkan sebagai "perempuan tua" atau "perempuan yang telah menopause." Penting untuk memahami bahwa "tua" di sini bukan semata-mata berdasarkan usia kronologis, melainkan kondisi fisiologis, yaitu telah berhenti haid dan tidak lagi memiliki kemungkinan untuk hamil dan menikah. Beberapa ulama menambahkan kriteria tidak lagi memiliki keinginan untuk menikah (lā yarjūna nikāḥan).
Interpretasi ayat ini mengarah pada beberapa poin penting:
-
Izin Melepas Pakaian Luar: Ayat ini memberikan izin bagi perempuan lansia yang memenuhi kriteria tersebut untuk melepaskan sebagian pakaian luar mereka. Ini bukan berarti izin untuk bertelanjang, melainkan untuk melepaskan pakaian yang biasanya digunakan untuk menutup aurat, seperti jilbab atau pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Pakaian dalam tetap harus dijaga.
-
Larangan Tabarruj: Ayat dengan tegas melarang muta-barrijātin bizīnatan. Tabarruj merujuk pada tindakan memperlihatkan perhiasan atau kecantikan diri secara berlebihan dan menggoda. Ini berarti bahkan dengan kelonggaran yang diberikan, perempuan lansia tetap dilarang memperlihatkan bagian tubuh yang biasanya tertutup dan berdandan secara berlebihan yang dapat menimbulkan fitnah.
-
Keutamaan Memelihara Kehormatan: Ayat selanjutnya menekankan bahwa yasta’fifna khairun lahunna, memelihara kehormatan (dengan tetap mengenakan pakaian luar) lebih baik bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada izin untuk melepaskan sebagian pakaian, tetap ada anjuran untuk menjaga kesopanan dan kehormatan diri. Hal ini menunjukkan bahwa keutamaan berhijab tetap ada, meskipun ada pengecualian khusus dalam ayat ini.
Pendapat Ulama Klasik dan Kontemporer:
Berbagai ulama, baik klasik maupun kontemporer, telah memberikan interpretasi terhadap ayat ini. Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, mengutip pendapat Sa’id bin Jubair, Muqatil bin Hayyan, adh-Dhahhak, dan Qatadah yang mendefinisikan al-qawā’id sebagai perempuan yang telah berhenti haid dan tidak memiliki harapan untuk melahirkan anak. Mereka menekankan pentingnya menjaga batas-batas aurat meskipun ada kelonggaran ini.
Quraish Shihab, dalam bukunya "Jilbab: Izin dari Allah SWT," menambahkan perspektif sosiologis. Ia berpendapat bahwa kelonggaran ini diberikan tidak hanya karena kesulitan fisik perempuan lansia dalam mengenakan pakaian yang rumit, tetapi juga karena mereka dianggap tidak lagi menimbulkan rangsangan syahwat bagi laki-laki. Namun, ia tetap menekankan pentingnya menghindari tabarruj.
Implikasi Praktis dan Kesimpulan:
Surah An-Nur ayat 60 memberikan pandangan yang nuansa terhadap hukum berhijab. Ayat ini bukanlah penghapusan kewajiban berhijab secara keseluruhan, melainkan pengecualian khusus bagi perempuan lansia yang telah menopause dan tidak memiliki keinginan untuk menikah. Kelonggaran ini hanya berlaku dalam batas-batas tertentu, yaitu melepaskan pakaian luar tanpa bermaksud memperlihatkan perhiasan atau melakukan tabarruj.
Penting untuk memahami bahwa interpretasi ayat ini harus berlandaskan pemahaman yang komprehensif terhadap teks, konteks, dan berbagai pendapat ulama. Penerapannya juga harus mempertimbangkan aspek kultural dan sosial setempat, selalu dengan mengutamakan prinsip-prinsip kesopanan, kehormatan, dan menghindari fitnah. Oleh karena itu, tidak ada interpretasi tunggal yang dapat dikatakan benar mutlak, namun pemahaman yang mendalam dan bijaksana sangat diperlukan untuk mengaplikasikan ayat ini dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu diingat bahwa fatwa dan pendapat ulama bervariasi tergantung pada mazhab dan interpretasi mereka terhadap teks Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, konsultasi dengan ulama yang kompeten sangat dianjurkan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap dan relevan dengan konteks individu dan situasi masing-masing. Yang terpenting adalah menjaga kesucian diri dan menghindari segala sesuatu yang dapat menimbulkan fitnah dan keburukan. Hal ini merupakan esensi dari ajaran Islam mengenai etika berpakaian.
Akhirnya, pemahaman yang benar terhadap Surah An-Nur ayat 60 menuntut kehati-hatian dan kebijaksanaan. Ayat ini mengajarkan kita untuk menghargai nuansa dalam hukum Islam serta mencari pemahaman yang seimbang antara teks agama dan realitas kehidupan.