Surah Al-Jatsiyah, surah ke-45 dalam Al-Qur’an, merupakan surah Makkiyyah yang terdiri dari 37 ayat. Nama "Al-Jatsiyah" yang berarti "yang berlutut" merujuk pada gambaran hari kiamat di mana seluruh umat manusia akan bersimpuh di hadapan Allah SWT. Surah ini menyajikan pesan yang kuat dan multi-dimensi, meliputi penegasan keesaan Allah, kemuliaan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, ancaman bagi mereka yang memeluk kesesatan, serta gambaran dahsyat hari kiamat dan pertanggungjawaban individu di hadapan Sang Pencipta. Lebih dari sekadar bacaan, Al-Jatsiyah merupakan sebuah ajakan untuk merenungkan keagungan ciptaan Allah, pentingnya keteguhan iman, dan hikmah berakhlak mulia dalam menghadapi perbedaan.
Berikut uraian lengkap Surah Al-Jatsiyah, meliputi terjemahan ayat per ayat dan analisis isi kandungannya:
(Ayat 1-5: Keesaan Allah dan Tanda-Tanda Kebesaran-Nya)
Ayat pertama, tanzīlul-kitābī minallāh il-‘azīzil-ḥakīm, menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Penggunaan kata "tanzīl" (penurunan) menekankan sifat ilahi Al-Qur’an sebagai wahyu langsung dari Allah, bukan hasil pemikiran manusia. Sifat Allah yang Mahaperkasa (al-‘azīz) dan Mahabijaksana (al-ḥakīm) menegaskan otoritas dan kebijaksanaan di balik wahyu tersebut. Ayat ini menjadi landasan utama bagi seluruh isi surah, yaitu penegasan otoritas dan kebenaran Al-Qur’an.
Ayat selanjutnya, inna fis-samāwāti wal-arḍi laāyātin lil-mu’minīn, menetapkan bahwa di langit dan bumi terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. Ayat ini mengajak pembaca untuk merenungkan alam semesta sebagai bukti nyata eksistensi dan kekuasaan Allah. Keimanan menjadi kunci untuk memahami dan menghayati tanda-tanda tersebut. Bukan sekadar melihat, tetapi merasakan dan memaknai.
Ayat 4, wa fī kholqi-kum wa mā yubtastu min dabbatin āyātun liqowmin yūqinūn, memperluas cakupan tanda-tanda kebesaran Allah hingga mencakup penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Proses penciptaan yang menakjubkan, dari yang terkecil hingga yang terbesar, merupakan bukti nyata dari kekuasaan Allah yang tak terbatas. Kata "yūqinūn" (yang meyakini) kembali menekankan pentingnya keimanan sebagai prasyarat untuk memahami tanda-tanda tersebut.
Ayat 5, wa fī taqwīlin-laili wan-nahāri wa mā anzala-llāhu minas-samā’i min rizqin fa aḥyā bihil-arḍa ba’da mawtihā wa taṣrīfin-rīyāḥin āyātun liqowmin ya’qilūn, menambahkan pergantian siang dan malam, serta turunnya rezeki dari langit sebagai bukti kebesaran Allah. Siklus alam yang berulang menunjukkan keteraturan dan kekuasaan Allah dalam mengatur alam semesta. Kehidupan yang kembali subur setelah kekeringan, dan pergerakan angin, semuanya merupakan manifestasi dari kekuasaan dan rahmat-Nya. "Ya’qilūn" (yang mengerti) menunjukkan bahwa pemahaman tersebut membutuhkan akal dan pikiran yang jernih, diiringi keimanan yang teguh.
(Ayat 6-11: Ancaman bagi Orang yang Ingkar dan Sombong)
Ayat 6, tilka āyātullāhi natlūhā ‘alaika bil-ḥaqqi fa bi’ayyi ḥadītsin ba’dahū yu’minūn, menegaskan kembali kebenaran Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Pertanyaan retoris di akhir ayat menantang mereka yang masih ragu untuk mempercayai Al-Qur’an setelah menyaksikan bukti-bukti kebesaran Allah.
Ayat 7, wailun likulli affākin asīm, menyatakan celaka bagi setiap pembohong dan penipu. Ayat ini mengutuk perilaku mereka yang mengingkari kebenaran dan menyebarkan kebohongan.
Ayat 8-11 melanjutkan tema ancaman bagi mereka yang menyombongkan diri dan menolak kebenaran. Mereka yang mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, tetapi tetap menyombongkan diri seakan-akan tidak mendengarnya, akan menerima azab yang pedih. Mereka yang menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan olok-olok akan menerima azab yang menghinakan. Ayat-ayat ini menekankan konsekuensi serius dari penolakan terhadap kebenaran dan kesombongan.
(Ayat 12-17: Keagungan Ciptaan Allah dan Hikmah Bersyukur)
Ayat 12-13 menjelaskan tentang penundukan laut oleh Allah untuk kemudahan manusia berlayar dan mencari rezeki. Hal ini merupakan bentuk rahmat dan karunia Allah yang patut disyukuri. Ayat 13 juga menegaskan bahwa dalam penundukan langit dan bumi terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.
Ayat 14-17 beralih pada ajaran tentang pengampunan dan keadilan. Orang-orang beriman diajak untuk memaafkan mereka yang tidak mengharapkan hari pembalasan Allah. Allah akan memberikan ganjaran kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Ayat-ayat ini juga menyinggung perselisihan di kalangan Bani Israil yang terjadi setelah mereka mendapatkan ilmu pengetahuan, disebabkan oleh kedengkian di antara mereka. Allah akan memutuskan perselisihan tersebut pada hari kiamat.
(Ayat 18-24: Keteguhan Nabi Muhammad dan Hikmah Mengikuti Syariat)
Ayat 18, t∑umma ja’alnāka ‘alā syarī’atim min al-‘amri fa tabi’h wa lā tattabi’ aḥwā’ al-laḍīn lā ya’lamūn, menekankan pentingnya mengikuti syariat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengikuti syariat tersebut dan tidak mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu.
Ayat 19-24 melanjutkan tema ini dengan menjelaskan bahwa tidak ada yang dapat menghindarkan manusia dari azab Allah kecuali ketakwaan. Orang-orang zalim akan saling melindungi, tetapi Allah melindungi orang-orang yang bertakwa. Ayat-ayat ini juga mengkritik mereka yang hanya mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan akhirat. Mereka hanya menduga-duga tentang akhirat tanpa memiliki ilmu yang benar.
(Ayat 25-37: Hari Kiamat dan Perhitungan Amal)
Ayat 25-28 menggambarkan gambaran hari kiamat. Setiap umat akan berlutut di hadapan Allah SWT, dan setiap orang akan menerima balasan atas amal perbuatannya. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan.
Ayat 29-37 memberikan penutup yang kuat dengan menegaskan kembali otoritas Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Allah akan memberikan balasan yang setimpal kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Orang-orang beriman yang beramal saleh akan masuk surga, sedangkan orang-orang yang kufur akan menerima azab yang pedih. Ayat terakhir menegaskan kembali keesaan dan keagungan Allah sebagai Tuhan langit dan bumi, Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Kesimpulannya, Surah Al-Jatsiyah bukan hanya sekadar kumpulan ayat, melainkan sebuah pesan yang komprehensif dan mendalam. Surah ini mengajak umat manusia untuk merenungkan keagungan ciptaan Allah, mengimani keesaan-Nya, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, serta bersiap menghadapi hari perhitungan di akhirat. Surah ini juga mengajarkan pentingnya berakhlak mulia, berbuat adil, dan memaafkan, serta keteguhan dalam memegang prinsip kebenaran tanpa terjerumus dalam kekerasan atau penindasan. Al-Jatsiyah adalah sebuah surah yang relevan untuk semua zaman, mengingatkan kita akan tanggung jawab sebagai hamba Allah dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.