Jakarta – Surah Al-Bayyinah, surah ke-98 dalam Al-Qur’an, yang berarti "Bukti" atau "Kebenaran yang Jelas", menawarkan panduan yang komprehensif bagi umat Islam, khususnya dalam memahami esensi ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT. Ayat ke-5 surah Madaniyyah ini, secara khusus, menekankan prinsip ikhlas sebagai pilar fundamental dalam menjalankan seluruh bentuk ibadah, menguatkan ajaran tauhid yang murni sebagaimana diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini crucial bagi setiap muslim dalam menilai kebenaran dan kesempurnaan amal ibadahnya.
Ayat 5 Surah Al-Bayyinah, dalam teks Arab, Latin, dan terjemahannya, membawa pesan yang kuat dan lugas:
(Teks Arab dan Latin di sini akan digantikan dengan penjelasan lebih detail agar tidak membingungkan pembaca awam yang bukan ahli bahasa Arab.)
Terjemahan yang lebih kontekstual dari ayat ini menunjukkan bahwa perintah Allah SWT kepada umat manusia tidaklah kompleks dan berbelit-belit. Esensinya terletak pada ketaatan yang ikhlas dan murni hanya kepada-Nya. Ketaatan ini diwujudkan melalui tiga pilar utama ibadah: shalat, zakat, dan komitmen pada jalan yang lurus (hanif). Kata "hanif" menunjukkan keselarasan dengan ajaran tauhid yang murni, tanpa campur tangan keyakinan atau praktik lain yang menyimpang. Hal ini menunjukkan kesederhanaan ajaran Islam yang berfokus pada hubungan langsung dan ikhlas antara manusia dengan Sang Pencipta.
Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan konteks sejarah turunnya ayat ini. Ayat ini muncul sebagai respon terhadap perpecahan dan perselisihan di kalangan umat sebelumnya. Allah SWT menegaskan kembali esensi ajaran-Nya yang sederhana namun mendalam, yaitu ketaatan yang ikhlas hanya kepada-Nya. Tujuan utama dari perintah ini bukan hanya untuk kebaikan di dunia, tetapi juga untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Dengan kata lain, ikhlas dalam ibadah merupakan kunci untuk mencapai keselamatan duniawi dan ukrawi.
Lebih lanjut, tafsir ini menekankan pentingnya ikhlas baik lahir maupun batin. Shalat, zakat, dan amal perbuatan lainnya harus dilakukan dengan niat yang tulus dan tanpa dicemari oleh syirik atau tujuan tersembunyi. Keikhlasan ini merupakan inti dari ajaran Nabi Ibrahim AS, yang dengan teguh menjalankan tauhid di tengah kaumnya yang terjerumus dalam kekufuran. Beliau menjadi contoh ideal tentang bagaimana menjalankan ibadah dengan ikhlas dan konsisten.
Ikhlas, sebagai salah satu syarat penerimaan amal, merupakan aspek yang sangat penting. Namun, ikhlas bukanlah sesuatu yang mudah untuk diukur secara kasat mata. Ia merupakan urusan hati yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kepercayaan dan kejujuran terhadap diri sendiri menjadi sangat penting dalam memastikan keikhlasan dalam ibadah.
Selain ikhlas, syarat lain yang tidak boleh diabaikan adalah mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Amalan yang ikhlas namun tidak sesuai dengan sunnah Rasul SAW mungkin tidak akan diterima oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kedua syarat ini harus dipenuhi secara bersamaan untuk memastikan keberhasilan dan penerimaan amal ibadah.
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa "mereka" yang disebutkan dalam ayat ini merujuk pada umat sebelumnya yang telah menerima kitab-kitab suci. Meskipun Allah SWT telah memberikan bukti yang jelas, mereka tetap berpecah belah dan berselisih pendapat mengenai ajaran yang benar. Perpecahan ini menunjukkan kegagalan mereka dalam memahami dan menjalankan ajaran tauhid yang murni.
Ibnu Katsir juga mengungkapkan pendapat beberapa ulama terkemuka, seperti Az-Zuhri dan Asy-Syafi’i, yang mempergunakan ayat ini sebagai dalil bahwa amal perbuatan merupakan bagian integral dari iman. Iman tanpa amal perbuatan adalah iman yang kosong dan tidak bermakna. Amal perbuatan menjadi bukti nyata dari keimanan seseorang. Oleh karena itu, keikhlasan dalam amal perbuatan menjadi sangat penting untuk menunjukkan kebenaran iman seseorang.
Kesimpulannya, Surah Al-Bayyinah ayat 5 memberikan pandangan yang jelas dan ringkas tentang esensi ibadah dalam Islam. Ayat ini menekankan pentingnya ikhlas dan ketaatan yang murni hanya kepada Allah SWT, yang diwujudkan melalui shalat, zakat, dan komitmen pada jalan yang lurus. Pemahaman yang mendalam terhadap ayat ini akan membantu setiap muslim untuk menilai kebenaran dan kesempurnaan amal ibadah mereka, serta menjadikan ibadah mereka lebih bermakna dan diterima oleh Allah SWT. Ayat ini juga mengajarkan kita untuk menghindari perpecahan dan perselisihan dalam beragama, dan selalu berpegang teguh pada ajaran tauhid yang murni sebagaimana diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran ini, kita dapat mencapai kebahagiaan duniawi dan ukrawi.