Surah Al-Ashr, surah ke-103 dalam Al-Qur’an, merupakan surah Makkiyyah yang terdiri dari tiga ayat pendek namun sarat makna. Ayat-ayatnya yang ringkas menyimpan pesan universal tentang pengelolaan waktu dan konsekuensi dari pemborosan waktu tersebut. Surah ini, dengan sumpah Allah SWT atas waktu, menjadi pengingat yang kuat akan kefanaan hidup dan urgensi penggunaan waktu secara bijak. Teks lengkap surah dalam bahasa Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya adalah sebagai berikut:
Arab: وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
Latin: Wal-‘asr, inna al-insāna lafi khusr, illal-lażīna āmanū wa ‘amilū ash-shāliḥāti wa tawāṣaw bi al-ḥaqqi wa tawāṣaw bi ash-shabr.
Terjemahan: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Sumpah Demi Masa: Sebuah Refleksi atas Kefanaan
Pemilihan kata "waktu" (al-‘asr) sebagai sumpah Allah SWT dalam ayat pembuka bukanlah tanpa alasan. Waktu, dalam konteks ini, bukan hanya sekadar satuan pengukuran, melainkan representasi dari perjalanan hidup manusia yang terbatas dan tak terulang. Sumpah ini menekankan betapa berharganya waktu dan betapa besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh pemborosan waktu. Allah SWT, dengan kekuasaan-Nya yang maha luas, menyaksikan setiap detik berlalu, setiap kesempatan yang terlewati, dan setiap potensi yang tak tergali. Pergantian siang dan malam, perputaran musim, dan bahkan siklus hidup manusia sendiri menjadi bukti nyata atas kefanaan waktu dan kekuasaan Allah SWT yang mengatur semuanya.
Kerugian Manusia: Sebuah Realita yang Menggugah
Ayat kedua, "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian," merupakan penegasan yang lugas dan tanpa kompromi. Kerugian yang dimaksud bukanlah kerugian materi semata, melainkan kerugian yang jauh lebih besar dan mendalam, yaitu kerugian spiritual dan akhirat. Ini adalah kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan manusia dalam memanfaatkan waktu hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan beramal saleh. Kehidupan yang dijalani tanpa tujuan, tanpa arah, dan tanpa kesadaran akan tanggung jawab di hadapan Allah SWT, akan berujung pada penyesalan yang mendalam di akhirat kelak.
Jalan Menuju Keselamatan: Iman, Amal Saleh, dan Nasihat
Ayat ketiga kemudian menawarkan jalan keluar dari kerugian tersebut. Kunci keselamatan terletak pada tiga hal utama: iman, amal saleh, dan nasihat. Ketiga elemen ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
-
Iman: Keimanan yang tulus kepada Allah SWT menjadi landasan utama. Iman bukan hanya sekadar pengakuan lisan, melainkan keyakinan yang tertanam dalam hati dan tercermin dalam perilaku. Iman yang sejati akan mendorong manusia untuk senantiasa taat kepada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
-
Amal Saleh: Amal saleh merupakan wujud nyata dari keimanan. Ini mencakup seluruh bentuk kebaikan, baik yang bersifat ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa, zakat) maupun ibadah ghairu mahdhah (seperti berbuat baik kepada sesama, berdakwah, dan berjuang di jalan Allah SWT). Amal saleh tidak hanya berfokus pada perbuatan individu, tetapi juga mencakup kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
-
Nasihat: Nasihat (tawāṣaw) merupakan elemen penting yang seringkali terlupakan. Nasihat bukan hanya sekadar memberikan petunjuk, melainkan juga saling mengingatkan dan menguatkan dalam kebaikan. Saling menasihati untuk kebenaran (al-ḥaqqi) berarti mengajak kepada jalan yang benar, menjauhi kebatilan, dan menegakkan keadilan. Saling menasihati untuk kesabaran (ash-shabr) berarti saling mendukung dan menguatkan dalam menghadapi cobaan dan kesulitan hidup. Kesabaran merupakan kunci untuk meraih kesuksesan dalam beramal saleh dan menghadapi tantangan hidup.
Asbabun Nuzul: Konteks Sosial dan Budaya
Asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) Surah Al-Ashr terkait dengan kondisi masyarakat Arab pra-Islam. Mereka seringkali menghabiskan waktu untuk perbincangan yang tidak produktif, bahkan cenderung memicu perselisihan dan permusuhan. Kebanggaan semu atas harta, keturunan, dan status sosial menjadi hal yang dominan, mengabaikan nilai-nilai spiritual dan akhirat. Surah Al-Ashr turun sebagai teguran dan peringatan atas perilaku tersebut, sekaligus sebagai petunjuk jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna.
Tafsir Ibnu Katsir: Sebuah Perspektif Klasik
Tafsir Ibnu Katsir, salah satu tafsir klasik yang terkemuka, memberikan pencerahan lebih lanjut mengenai Surah Al-Ashr. Kisah pertemuan Amr bin al-‘Ash dengan Musailamah al-Kadzdzab menjadi contoh yang menarik. Musailamah, yang mengaku sebagai nabi palsu, mencoba meniru Surah Al-Ashr dengan ayat-ayat yang tidak bermakna, menunjukkan perbedaan yang signifikan antara wahyu Ilahi dan klaim palsu. Kisah ini menggarisbawahi pentingnya memahami dan mengamalkan Surah Al-Ashr dengan benar, agar tidak terjerumus dalam kesesatan.
Pesan Kontemporer Surah Al-Ashr
Surah Al-Ashr, meskipun diturunkan berabad-abad lalu, tetap relevan hingga kini. Di era modern yang serba cepat dan penuh tantangan, pesan surah ini semakin penting untuk direnungkan. Kehidupan manusia dipenuhi dengan berbagai pilihan dan kesempatan. Namun, tanpa kesadaran akan kefanaan waktu dan urgensi beramal saleh, manusia akan mudah terjebak dalam rutinitas yang sia-sia dan kehilangan tujuan hidup yang sebenarnya.
Surah Al-Ashr mengajak kita untuk melakukan introspeksi diri. Bagaimana kita telah menggunakan waktu yang telah Allah SWT berikan? Apakah kita telah beriman dengan tulus, beramal saleh dengan sungguh-sungguh, dan saling menasihati dengan ikhlas? Pertanyaan-pertanyaan ini harus terus kita renungkan agar kita dapat memaksimalkan waktu yang tersisa dan terhindar dari kerugian yang besar di akhirat kelak. Surah ini menjadi pengingat yang konstan bahwa waktu adalah aset yang paling berharga, dan pemanfaatannya yang bijak akan menentukan nasib kita di dunia dan akhirat. Semoga kita semua termasuk golongan manusia yang terhindar dari kerugian, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat terakhir surah Al-Ashr.