Sujud, posisi tubuh yang paling rendah dalam shalat, merupakan momen sakral yang menandai puncak kedekatan hamba dengan Tuhannya. Dalam ajaran Islam, sujud bukan sekadar gerakan fisik, melainkan representasi kerendahan hati dan penyerahan diri yang total kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, teladan bagi seluruh umat Islam, senantiasa memperpanjang sujudnya, memanfaatkan waktu berharga tersebut untuk bermunajat dan memanjatkan doa-doa yang khusyuk. Beliau SAW bersabda, "Mengenai sujud, bersungguh-sungguhlah kalian berdoa di dalamnya, maka layaklah bagi (doa) kalian untuk diperkenankan." (HR Abu Dawud dan Nasa’i). Hadits ini menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan waktu sujud untuk berdoa, karena pada saat itulah doa seorang hamba memiliki peluang besar untuk dikabulkan. Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga menegaskan keutamaan sujud sebagai momen paling dekat antara hamba dengan Rabbnya dengan sabdanya, "Saat paling dekat bagi seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud. Maka perbanyaklah berdoa." (HR Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).
Pentingnya memperbanyak doa dalam sujud ini diteladankan langsung oleh Rasulullah SAW sendiri. Beliau SAW tidak hanya mengajarkan pentingnya berdoa, tetapi juga mempraktikkannya dengan memanjatkan berbagai macam doa selama sujud. Doa-doa tersebut, yang terhimpun dalam berbagai riwayat hadits, mencerminkan keragaman permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, mulai dari permohonan ampunan atas dosa-dosa hingga permohonan perlindungan dan pertolongan. Mengutip buku rujukan Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, beberapa doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW saat sujud dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Doa Sujud Versi Pertama: Permohonan Ampunan yang Komprehensif
Doa pertama yang diriwayatkan menekankan permohonan ampunan atas segala dosa, tanpa terkecuali. Redaksi doa dalam bahasa Arabnya adalah: "Allahummaghfir lii dzanbii kullahu diqqohu wa jullahu wa awwalahu wa aakhirohu wa `alaaniyyatahu wa sirrohu." Artinya: "Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya, baik yang sedikit maupun yang banyak, yang terdahulu maupun yang terakhir, yang nampak maupun yang tersembunyi." (HR Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud, Ath-Thahawi, dan Al-Hakim). Doa ini mencerminkan kesadaran diri Rasulullah SAW akan kelemahan manusia dan perlunya ampunan Allah SWT atas segala kekurangan dan kesalahan. Keluasan cakupan permohonan ampun ini menjadi teladan bagi kita untuk senantiasa memohon ampun atas seluruh dosa, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Hal ini juga mengajarkan kita untuk senantiasa introspeksi diri dan berbenah untuk menjadi hamba yang lebih baik.
2. Doa Sujud Versi Kedua: Takbir dan Tasbih yang Murni
Doa sujud versi kedua ini lebih singkat dan terfokus pada pujian dan pengagungan kepada Allah SWT. Redaksi dalam bahasa Arabnya: "Subhaanaka allahumma wa bihamdika laa ilaha illaa anta." Artinya: "Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu. tiada Tuhan selain Engkau." (HR Muslim, Abu Awanah, An-Nasai, dan Ahmad). Kesederhanaan doa ini menunjukkan bahwa pujian dan pengagungan kepada Allah SWT merupakan inti dari ibadah. Doa ini mengajarkan kita untuk senantiasa mengingat kebesaran Allah SWT dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan. Keikhlasan dan ketulusan dalam memuji dan mengagungkan Allah SWT menjadi kunci utama dalam menggapai keridaan-Nya.
3. Doa Sujud Versi Ketiga: Permohonan Perlindungan dari Murka dan Siksa
Doa ketiga ini mengandung permohonan perlindungan dari murka dan siksa Allah SWT, serta pengakuan akan ketidakmampuan manusia untuk membalas nikmat-Nya. Redaksi dalam bahasa Arabnya: "Allaahumma inni auudzu bi ridhooka min sakhothika wa a
udzu wa bi muafaatika min
uquubatika wa auudzu bika minka. Laa uhshii tsnaa
an alaika anta kama atsnaita
alaa nafsika." Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridho-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan diri-Mu dari-Mu juga. Aku tidak dapat menghitung segala puji atas Diri-Mu. Engkau sebagaimana yang Engkau pujikan bagi Diri-Mu." (HR Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr). Doa ini mencerminkan kesadaran akan dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, serta harapan akan perlindungan dan ampunan dari Allah SWT. Doa ini juga mengajarkan kita untuk senantiasa rendah hati dan mengakui keterbatasan diri di hadapan kebesaran Allah SWT.
4. Doa Sujud Versi Keempat: Permohonan Cahaya dan Kemuliaan
Doa sujud versi keempat ini unik karena berfokus pada permohonan cahaya dan kemuliaan. Redaksi dalam bahasa Arabnya: "Allahummajal fii qolbuu nuuron, wa fii lisaanii nuuron, waj
al fii samii nuuron, waj
al fi bashorii nuuron, wajal min tahtii nuuron, waj
al min fawqii nuuron, wa an yamiinii nuuron, wa
an yasaarii nuuron, wajal amaamii nuuron, waj
al kholfii nuuron, wajal fii nafsii nuuron, wa a
dzhim lii nuuron." Artinya: "Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam kuburku dan cahaya pada lisanku. Dan berilah cahaya pada pendengaranku, berilah cahaya pada penglihatanku, berilah di bawahku cahaya, dan berilah di atasku cahaya, dan dari sisi kananku cahaya dan dari sisi kiriku cahaya, dan berikanlah di bagian depanku cahaya, dan berilah di belakangku cahaya, dan berilah di dalam diriku cahaya, dan agungkanlah cahaya itu bagiku." (HR Nasa’i dan Muslim). Doa ini mengandung permohonan agar Allah SWT memberikan petunjuk dan hidayah, serta melindungi dari kegelapan dan kesesatan. Cahaya di sini melambangkan ilmu, hidayah, dan keberkahan.
Keempat doa di atas hanyalah sebagian kecil dari doa-doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW saat sujud. Keutamaan memperpanjang sujud, selain untuk memperbanyak doa, juga memiliki keutamaan lain yang diriwayatkan dalam hadits: Rasulullah SAW bersabda, "…Tidak seorang pun dari umatku, kecuali saya mengetahuinya pada Hari Kiamat." Hadits ini kemudian menjelaskan bahwa umat Rasulullah SAW akan mudah dikenali di hari kiamat karena wajah dan kaki mereka yang bersih akibat sujud dan wudhu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sujud sebagai bagian dari ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Kontroversi Penggunaan Bahasa dalam Doa Sujud
Terkait dengan penggunaan bahasa dalam berdoa saat sujud, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, berpendapat bahwa berdoa dalam sujud hanya boleh menggunakan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Pendapat ini didasarkan pada hadits yang menyatakan bahwa shalat tidak sah jika terdapat ucapan manusia di dalamnya selain tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an. Mereka juga berpendapat bahwa doa dalam shalat tidak boleh dikarang sendiri, karena dikhawatirkan akan membatalkan shalat. Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adilatuhu juga menyatakan bahwa berdoa dengan doa yang menyerupai ucapan manusia yang tidak sesuai dengan sunnah adalah tidak diperbolehkan.
Di sisi lain, sebagian ulama, khususnya dari mazhab Syafi’i, memperbolehkan berdoa dengan bahasa selain Arab selama shalat, berdasarkan hadits yang menyatakan, "Kemudian pilihlah doa yang diinginkan dan memohonlah dengan doa tersebut." (HR Ibnu Mas’ud). Pendapat ini menekankan pada esensi doa, yaitu ketulusan hati dan permohonan kepada Allah SWT, terlepas dari bahasa yang digunakan.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas dan kedalaman pemahaman fiqih dalam Islam. Penting bagi setiap muslim untuk memahami berbagai perspektif dan memilih pendapat yang paling sesuai dengan pemahaman dan keyakinannya, selalu berpedoman pada dalil-dalil yang shahih dan mengutamakan kehati-hatian dalam beribadah. Yang terpenting adalah keikhlasan dan ketulusan hati dalam berdoa kepada Allah SWT, karena Allah SWT Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Sujud, sebagai momen intim dengan Sang Khaliq, hendaknya dimaksimalkan dengan doa-doa yang khusyuk dan penuh keimanan, mencontoh teladan Rasulullah SAW dan senantiasa berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam yang benar.