Sunan Gresik, Maulana Malik Ibrahim, merupakan figur kunci dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa. Jauh sebelum dominasi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, beliau telah meletakkan fondasi yang kokoh melalui pendekatan dakwah yang unik dan efektif, menyesuaikan diri dengan budaya dan kearifan lokal. Berbeda dengan pendekatan militeristik yang kerap terjadi dalam penyebaran agama di masa lalu, Sunan Gresik memilih jalur diplomasi, kesabaran, dan kasih sayang untuk menanamkan benih-benih Islam di hati masyarakat Jawa. Keberhasilannya bukan hanya terlihat dari jumlah pemeluk Islam yang bertambah, tetapi juga dari integrasi harmonis ajaran Islam dengan budaya Jawa yang telah ada sebelumnya. Beliau, yang juga dikenal sebagai Syekh Maghribi atau Maulana Maghribi, dianggap sebagai Wali Songo pertama yang menginjakkan kaki di tanah Jawa, sekaligus menjadi figur paling senior di antara para Wali. Gelar-gelar lain yang melekat padanya, seperti Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya Wali Sanga, Ki Ageng Bantal, dan Maulana Makdum Ibrahim I, menunjukkan kedudukan dan pengaruhnya yang besar dalam perkembangan Islam di Nusantara. Keteladanannya dalam berdakwah menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam menyebarkan ajaran agama secara damai dan bijaksana. Ia menganut paham Ahlusunnah wal Jamaah dan Mazhab Syafi’i, sekaligus menjadi pembimbing sembilan tarekat mu’tabarah yang diikuti oleh Wali Songo: Tarekat ‘Alawiyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Maulawiyah, Tarekat Nur Muhammadiyah, Tarekat Khidiriyah, dan Tarekat Al-Ahadiyah. Dalam konteks Jawa yang saat itu masih didominasi oleh agama Hindu dan Buddha, khususnya di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, Sunan Gresik berhasil menebarkan pengaruh Islam secara bertahap dan efektif.
Keberhasilan Sunan Gresik dalam menyebarkan Islam di Jawa tidak terlepas dari empat metode dakwah utama yang beliau terapkan. Metode-metode ini, yang dirangkum dari berbagai sumber termasuk buku "Sunan Gresik" karya Masykur Aarif, menunjukkan kebijaksanaan dan pemahaman mendalam beliau terhadap karakteristik masyarakat Jawa.
1. Pendekatan Pribadi yang Santun dan Ramah:
Metode dakwah pertama Sunan Gresik adalah pendekatan personal yang menekankan sifat-sifat mulia seperti keramahan, kasih sayang, dan kepedulian. Beliau tidak memaksakan ajaran Islam, melainkan menunjukkan teladan melalui perilaku sehari-hari. Keramahan dan kesantunannya mampu menarik simpati masyarakat, terlepas dari latar belakang agama dan kepercayaan mereka. Sunan Gresik bergaul akrab dengan masyarakat, mendengarkan keluh kesah mereka, dan membantu mereka tanpa pamrih. Hal ini membangun kepercayaan dan rasa hormat di hati masyarakat, sehingga ajaran Islam yang disampaikan lebih mudah diterima. Lebih dari sekedar penyampaian ajaran, Sunan Gresik menunjukkan Islam sebagai agama yang membawa kedamaian, kebaikan, dan keharmonisan. Ia tidak terlibat dalam perdebatan teologis yang berpotensi menimbulkan konflik, melainkan fokus pada perilaku dan akhlak mulia yang mencerminkan ajaran Islam. Dalam konteks ini, pendekatan personal Sunan Gresik bukan hanya bersifat individual, tetapi juga memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat Jawa. Beliau mempelajari bahasa Jawa, mengenal adat istiadat setempat, dan memahami kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Pemahaman yang mendalam ini memungkinkan beliau untuk menyesuaikan dakwahnya dengan kearifan lokal, sehingga ajaran Islam tidak terasa asing dan melainkan terintegrasi dengan nilai-nilai yang sudah ada. Ini menunjukkan kebijaksanaan Sunan Gresik dalam menghindari konflik dan menciptakan suasana yang kondusif untuk penyebaran Islam.
2. Dakwah Melalui Jalur Perdagangan:
Sunan Gresik menyadari pentingnya jalur perdagangan sebagai media penyebaran Islam. Beliau berprofesi sebagai pedagang di pelabuhan Gresik, yang saat itu merupakan pusat perdagangan yang ramai. Melalui aktivitas perdagangan, beliau berinteraksi dengan berbagai kalangan masyarakat, dari pedagang kecil hingga bangsawan dan bahkan raja. Interaksi ini memberikan kesempatan bagi Sunan Gresik untuk menebarkan ajaran Islam secara bertahap dan natural. Beliau tidak terlihat sebagai seorang da’i yang memaksa kepercayaan, melainkan sebagai seorang pedagang yang jujur dan berbudi luhur. Kejujuran dan keramahannya dalam berdagang membangun reputasi yang baik, sehingga ajaran Islam yang disampaikan lebih mudah diterima. Kunjungannya ke Trowulan, pusat kerajaan Majapahit, meskipun tidak berhasil mengislamkan raja, menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan beliau dalam mendekati penguasa terkuat di Jawa saat itu. Meskipun tujuan utama tidak tercapai, kunjungan tersebut tetap berdampak positif karena meningkatkan pengenalan masyarakat terhadap Islam dan tokohnya. Perlu dicatat bahwa strategi dakwah melalui perdagangan ini sangat efektif karena menjangkau berbagai kalangan masyarakat dan tidak terlihat sebagai upaya yang agresif.
3. Pertanian dan Pengobatan: Memberi Manfaat Nyata:
Sunan Gresik juga menggunakan jalur pertanian dan pengobatan sebagai media dakwah. Keahliannya di bidang pertanian membantu meningkatkan hasil panen masyarakat. Beliau dikatakan sebagai pelopor sistem irigasi yang meningkatkan kesuburan lahan pertanian. Dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan hasil panen, Sunan Gresik memperoleh simpati dan kepercayaan masyarakat. Selain itu, keahlian beliau dalam pengobatan juga sangat dihargai. Beliau menyembuhkan berbagai penyakit dengan ramuan herbal tanpa mematok biaya. Kedermawanan dan keikhlasannya dalam memberikan pelayanan kesehatan ini membuat beliau semakin dihormati dan dicintai masyarakat. Melalui kedua bidang ini, Sunan Gresik menunjukkan bahwa Islam bukan hanya ajaran agama, tetapi juga ajaran yang memberikan manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat. Pendekatan ini sangat efektif karena menunjukkan Islam sebagai agama yang peduli terhadap kesejahteraan umat.
4. Pendirian Masjid dan Pesantren: Menciptakan Pusat Keilmuan dan Ibadah:
Setelah jumlah pengikut Islam bertambah, Sunan Gresik mendirikan masjid sebagai pusat ibadah dan pendidikan agama. Pendirian masjid ini bukan hanya sebagai tempat beribadah, tetapi juga sebagai pusat keilmuan dan pertemuan umat Islam. Lebih lanjut, beliau juga mendirikan pesantren, yang merupakan lembaga pendidikan Islam pertama di Jawa. Pesantren ini menjadi tempat bagi masyarakat untuk mempelajari ajaran Islam secara lebih mendalam. Pendirian pesantren ini sangat strategis karena menciptakan generasi muslim yang terdidik dan mampu menyebarkan ajaran Islam kepada generasi selanjutnya. Dengan mendirikan masjid dan pesantren, Sunan Gresik tidak hanya menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga membangun infrastruktur yang mendukung perkembangan Islam di Jawa. Metode ini menunjukkan kebijaksanaan Sunan Gresik dalam membangun komunitas muslim yang kuat dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, Sunan Gresik merupakan figur yang sangat penting dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa. Metode dakwahnya yang bijaksana dan efektif menunjukkan kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan budaya lokal dan menciptakan suasana yang kondusif untuk penyebaran Islam. Keberhasilannya bukan hanya terlihat dari jumlah pemeluk Islam yang bertambah, tetapi juga dari integrasi harmonis ajaran Islam dengan budaya Jawa. Warisan beliau masih terasa hingga saat ini, terbukti dengan makamnya yang menjadi salah satu tempat ziarah umat Islam di Indonesia. Kisah hidup dan dakwah Sunan Gresik merupakan teladan bagi kita semua dalam menyebarkan ajaran agama dengan cara yang damai, bijaksana, dan menghargai kearifan lokal.