Yerusalem, 18 Desember 2024 – Ketegangan di Yerusalem kembali memanas menyusul munculnya gambar-gambar yang dihasilkan kecerdasan buatan (AI) yang mensimulasikan pembangunan sebuah kuil di atas reruntuhan Masjid Al-Aqsa. Gambar-gambar tersebut, yang diunggah oleh kelompok pemukim Israel sayap kanan yang menamakan diri "Aktivis Temple Mount" di media sosial, memicu kecaman luas dan menambah lapisan baru pada konflik berkepanjangan di situs suci tersebut.
Simulasi AI yang kontroversial ini menampilkan visualisasi yang dramatis, menggambarkan Dome of the Rock dan dinding Masjid Al-Aqsa yang dilalap api, disertai narasi provokatif "Kemenangan mutlak." Unggahan selanjutnya memperkuat pesan tersebut dengan keterangan singkat namun penuh makna: "Segera dalam beberapa hari ini." Meskipun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan rencana konkret untuk membangun kuil tersebut, gambar-gambar ini diinterpretasikan sebagai ancaman nyata dan upaya untuk mengobarkan sentimen keagamaan yang sensitif.
Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa kelompok Aktivis Temple Mount telah menyebarkan gambar AI tersebut sejak Senin, 16 Desember 2024, bertepatan dengan perayaan Hanukkah, sebuah momen yang secara historis telah diwarnai oleh peningkatan aktivitas provokatif di kompleks Al-Aqsa. Unggahan tersebut disertai keterangan, "Pembangunan kuil lebih dekat dari sebelumnya," yang semakin memperkuat interpretasi sebagai bentuk ancaman langsung terhadap status quo di situs suci tersebut.
Kejadian ini bukan tanpa preseden. Selama beberapa tahun terakhir, kompleks Al-Aqsa telah menjadi saksi bisu dari berbagai upaya pelanggaran dan provokasi oleh kelompok-kelompok ekstremis Yahudi. Upaya untuk memaksakan ritual keagamaan Yahudi di dalam kompleks, seperti pembacaan doa menorah atau penyalaan lilin selama Hanukkah tahun lalu, telah memicu bentrokan dan kekerasan. Munculnya gambar AI ini dapat dilihat sebagai eskalasi dari pola perilaku tersebut, yang bertujuan untuk mengklaim kepemilikan dan kontrol atas situs suci tersebut.
Kompleks Al-Aqsa, yang mencakup Masjid Al-Aqsa dan Dome of the Rock yang ikonik dengan kubah emasnya, merupakan situs suci paling penting bagi umat Islam. Namun, situs ini juga memiliki signifikansi historis dan keagamaan yang mendalam bagi umat Yahudi, karena letaknya di atas Temple Mount, tempat berdiri Bait Suci Pertama dan Kedua di zaman kuno. Tembok Barat, satu-satunya sisa tembok yang mengelilingi Temple Mount, merupakan situs suci yang sangat dihormati oleh umat Yahudi.
Sejarah situs ini dipenuhi dengan lapisan-lapisan konflik dan perebutan kekuasaan. Menurut Encyclopedia Britannica, Temple Mount dihancurkan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi, sebuah peristiwa yang hingga kini masih dikenang oleh umat Yahudi sebagai hari berkabung, Tisha be-Av. Kehancuran Bait Suci ini menjadi latar belakang bagi gerakan mesianis Yahudi ekstremis yang menginginkan pembangunan kembali kuil ketiga di lokasi yang sama, sebuah gagasan yang secara konsisten ditolak oleh otoritas Palestina dan dunia Islam.
Gerakan Temple Mount, yang dulunya dianggap sebagai kelompok pinggiran, telah mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, seperti yang dicatat oleh Institut for Middle East Understanding (IMEU). Perkembangan ini telah meningkatkan kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dan kekerasan di wilayah tersebut. Kelompok ini, dengan dukungan dari beberapa elemen dalam pemerintahan Israel, secara aktif berupaya untuk mengubah status quo di kompleks Al-Aqsa, yang selama ini dikelola oleh otoritas Muslim.
Gambar-gambar AI yang baru-baru ini diunggah oleh Aktivis Temple Mount merupakan contoh terbaru dari upaya-upaya tersebut. Dengan menggunakan teknologi AI untuk menciptakan visualisasi yang realistis dan meyakinkan, kelompok ini berupaya untuk menormalisasi dan bahkan memajukan agenda mereka untuk membangun kembali kuil di atas situs suci umat Islam. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi konsekuensi yang mengerikan, termasuk potensi pecahnya kekerasan skala besar dan destabilisasi kawasan tersebut.
Penggunaan AI dalam konteks ini juga menimbulkan pertanyaan etis dan politik yang kompleks. Teknologi AI, yang memiliki potensi untuk menciptakan realitas alternatif yang meyakinkan, dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk menyebarkan propaganda dan memanipulasi opini publik. Dalam kasus ini, gambar-gambar AI tersebut digunakan untuk mempromosikan narasi yang sangat kontroversial dan berpotensi memicu konflik.
Respons internasional terhadap insiden ini masih berkembang. Namun, sudah jelas bahwa gambar-gambar AI tersebut telah meningkatkan ketegangan di Yerusalem dan wilayah sekitarnya. Penting bagi komunitas internasional untuk mengutuk tindakan provokatif ini dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memicu kekerasan lebih lanjut. Status quo di kompleks Al-Aqsa harus dihormati, dan upaya untuk mengubahnya melalui kekerasan atau intimidasi harus ditolak.
Kejadian ini menyoroti pentingnya dialog dan kerja sama antara semua pihak yang berkepentingan untuk menemukan solusi damai dan berkelanjutan untuk konflik di Yerusalem. Kegagalan untuk melakukannya dapat berujung pada konsekuensi yang sangat berbahaya, tidak hanya bagi penduduk Yerusalem, tetapi juga bagi stabilitas regional secara keseluruhan. Peran komunitas internasional dalam mendorong dialog dan mencegah eskalasi konflik menjadi semakin krusial dalam situasi yang semakin tegang ini. Ke depan, pemantauan ketat terhadap aktivitas kelompok-kelompok ekstremis dan penggunaan teknologi seperti AI untuk tujuan provokatif menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut. Dunia internasional harus bersatu dalam mengecam tindakan-tindakan yang mengancam perdamaian dan stabilitas di wilayah yang rawan konflik ini. Hanya melalui dialog, pemahaman, dan komitmen terhadap perdamaian, solusi yang berkelanjutan dapat dicapai.