Jakarta, (Tanggal Penerbitan) – Bulan Rajab, bulan yang dimuliakan dalam kalender Islam, kembali menyapa umat Muslim di seluruh dunia. Salah satu amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini, khususnya di malam 27 Rajab, adalah sholat sunnah. Momentum ini, yang bertepatan dengan peringatan Isra Miraj, menawarkan kesempatan bagi umat Muslim untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di sisi lain, Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mengumumkan langkah signifikan dalam meningkatkan transparansi penyelenggaraan ibadah haji, khususnya terkait pelunasan biaya haji khusus. Kedua hal ini, meskipun tampak berbeda, menunjukkan komitmen terhadap peningkatan kualitas ibadah dan tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel.
Keutamaan Sholat Sunnah 27 Rajab: Amalan yang Bernilai Seratus Tahun
Sholat sunnah 27 Rajab, sebagaimana dianjurkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, merupakan amalan yang memiliki keutamaan luar biasa. Imam al-Ghazali, tokoh besar sufi dan ulama terkemuka, menyarankan pelaksanaan sholat sunnah ini sebanyak 12 rakaat, dengan setiap dua rakaat diakhiri salam. Hadits yang diriwayatkan, meskipun dengan redaksi yang sedikit berbeda di berbagai sumber, menyatakan bahwa siapa pun yang mengerjakan amal kebajikan di malam 27 Rajab akan mendapatkan pahala setara dengan amal kebajikan selama seratus tahun. Hal ini tentu saja menjadi motivasi tersendiri bagi umat Muslim untuk memperbanyak ibadah di malam yang mulia ini.
Lebih rinci, Imam al-Ghazali menggambarkan tata cara sholat sunnah 27 Rajab yang ideal. Selain 12 rakaat sholat, beliau menganjurkan pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebanyak 100 kali, istighfar (memohon ampun kepada Allah SWT) sebanyak 100 kali, dan diakhiri dengan doa-doa yang dipanjatkan dengan khusyuk. Doa-doa tersebut dapat mencakup permohonan kebaikan dunia dan akhirat, maupun hajat-hajat pribadi yang diiringi dengan niat yang tulus dan ikhlas.
Keutamaan malam 27 Rajab tidak hanya terbatas pada sholat sunnah. Malam ini juga merupakan waktu yang tepat untuk memperbanyak amal ibadah lainnya, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, bersedekah, dan memperbanyak doa. Imam al-Ghazali bahkan menganjurkan puasa sunnah pada tanggal 27 Rajab, mengingat hari ini termasuk dalam hari-hari utama dalam kalender Islam, selain hari Arafah dan hari Asyura. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya malam 27 Rajab sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas spiritualitas dan kedekatan dengan Sang Khalik.
Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia tahun 2025 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama RI, tanggal 27 Rajab 1446 H jatuh pada hari Senin, 27 Januari 2025. Oleh karena itu, sholat sunnah 27 Rajab dapat dikerjakan pada malam sebelumnya, yaitu Minggu, 26 Januari 2025, setelah sholat Maghrib. Umat Muslim diharapkan dapat memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih keberkahan yang dijanjikan.
Transparansi Pelunasan Biaya Haji Khusus: Langkah Menuju Tata Kelola yang Lebih Akuntabel
Di tengah persiapan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M, Kemenag menunjukkan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas publik. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag mengumumkan kebijakan baru terkait pelunasan biaya haji khusus. Berbeda dengan sebelumnya, daftar nama jemaah haji khusus yang berhak melunasi biaya haji akan diumumkan secara terbuka melalui website resmi Kemenag dan berbagai media massa. Langkah ini merupakan terobosan signifikan dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Kebijakan ini menyamakan prosedur pelunasan biaya haji khusus dengan pelunasan biaya haji reguler, di mana daftar nama jemaah selalu diumumkan secara terbuka. Hal ini menunjukkan komitmen Kemenag untuk menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam penyelenggaraan ibadah haji. Dengan diumumkannya daftar nama secara terbuka, proses pelunasan biaya haji khusus menjadi lebih transparan dan terhindar dari potensi penyimpangan atau kecurangan.
Direktur Jenderal PHU, Hilman Latief, mengajak seluruh Kepala Bidang Haji Kanwil Kemenag Provinsi untuk menyosialisasikan pengumuman daftar nama jemaah haji khusus ini kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar jemaah haji khusus dapat segera mengetahui statusnya dan dapat segera memproses pelunasan biaya haji. Sosialisasi yang efektif dan menyeluruh sangat penting untuk memastikan bahwa informasi tersebut sampai kepada seluruh jemaah yang berhak.
Kuota haji khusus tahun 2025 mencapai 17.680 jemaah. Jumlah tersebut terdiri dari 16.128 jemaah berdasarkan nomor urut porsi, 177 jemaah prioritas lansia (1% dari kuota), dan 1.375 petugas haji. Dengan pengumuman daftar nama secara terbuka, Kemenag berharap dapat memberikan kepastian dan kenyamanan bagi seluruh jemaah haji khusus dalam menjalankan ibadah haji. Transparansi ini juga diharapkan dapat mencegah potensi konflik atau permasalahan yang mungkin timbul akibat kurangnya informasi.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Kemenag untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan ibadah haji. Transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan ibadah haji. Dengan demikian, jemaah haji dapat merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah haji, tanpa perlu khawatir akan adanya potensi penyimpangan atau kecurangan. Kemenag berharap langkah ini dapat menjadi contoh bagi penyelenggaraan ibadah lainnya, sehingga tercipta sistem yang lebih baik dan lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Kesimpulannya, baik sholat sunnah 27 Rajab maupun transparansi pelunasan biaya haji khusus, menunjukkan upaya untuk meningkatkan kualitas ibadah dan tata kelola pemerintahan. Momentum sholat sunnah 27 Rajab mengajak umat Muslim untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan transparansi pelunasan biaya haji khusus menunjukkan komitmen Kemenag untuk menciptakan sistem penyelenggaraan ibadah haji yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan jemaah. Kedua hal ini saling melengkapi dan menjadi bagian dari upaya untuk mewujudkan ibadah yang lebih bermakna dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.