Shalat lima waktu, rukun Islam yang fundamental, bukan sekadar ibadah ritual, melainkan pilar utama agama yang menopang keimanan dan membentuk karakter seorang muslim. Ketaatan dalam menunaikannya menjadi cerminan kedekatan hamba dengan Sang Khalik, sekaligus menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang di akhirat. Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi menegaskan hal ini: "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya." Pernyataan ini secara gamblang menunjukkan betapa sentralnya shalat dalam penilaian amal manusia di hadapan Allah SWT. Keberhasilan atau kegagalan seseorang di akhirat, sebagian besar ditentukan oleh kualitas dan keistiqomahannya dalam menjalankan shalat.
Asal Mula dan Penetapan Shalat Lima Waktu:
Peristiwa Isra Miraj, perjalanan suci Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu diangkat ke langit hingga Sidratul Muntaha, menjadi momen bersejarah penetapan shalat lima waktu. Peristiwa agung yang diabadikan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Isra ayat 1: "Subhanallazi asra bi’abdihi lailan minal-masjidil haram ilal-masjidil-aqsa allati barakna haulaha linuriyah min ayatihi innahu huwas-sam’ul-basir," (Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.), menjadi saksi bisu atas perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mendirikan shalat.
Awalnya, jumlah rakaat shalat yang diwajibkan mencapai lima puluh kali sehari. Namun, atas pertimbangan kemudahan dan kesanggupan manusia, Nabi Muhammad SAW, atas saran Nabi Musa AS, memohon keringanan kepada Allah SWT. Allah SWT kemudian menetapkan jumlah shalat menjadi lima waktu sehari semalam, dengan total tujuh belas rakaat. Penetapan ini merupakan bentuk rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada umatnya, mempertimbangkan kemampuan fisik dan kesibukan manusia dalam menjalani kehidupan. Isra Miraj bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual yang monumental, yang menandai dimulainya era baru dalam ibadah umat Islam.
Keutamaan Shalat Lima Waktu: Lebih dari Sekadar Ibadah
Shalat lima waktu memiliki keutamaan yang sangat luas, melampaui aspek ritual semata. Keutamaan tersebut dapat dikaji dari berbagai perspektif, baik secara spiritual, sosial, maupun psikologis. Berbagai literatur keagamaan, seperti buku "99 Kisah Menakjubkan di Alquran" karya Ridwan Abqary, "The Miracle Of Sholat (Keajaiban Sholat dalam Kesehatan)" karya Marsidi, Edy Sutrisno, dan Mazro’atul Akhiroh, serta "Mutiara Ihya Ulumuddin" karya Al-Ghazali (terjemahan Irwan Kurniawan), mengungkapkan berbagai keistimewaan shalat lima waktu.
1. Pilar Keimanan dan Pendorong Amal Saleh:
Shalat merupakan manifestasi nyata keimanan seseorang. Al-Qur’an secara tegas menyebutkan shalat sebagai tanda dan ciri khas orang-orang beriman. Surat Al-Mukminun ayat 1-2: "Qad aflahal-mu’minun. Allazina hum fi shalatihim khasyi’un," (Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.), menegaskan bahwa keimanan yang sejati tercermin dalam kekhusyukan dan ketaatan dalam menjalankan shalat. Bukan hanya sekadar gerakan fisik, shalat yang khusyuk menuntut kehadiran hati dan jiwa, menghadirkan diri di hadapan Allah SWT dengan penuh ketawadhuan dan kerendahan hati. Keimanan yang tertanam dalam hati akan mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi segala bentuk kemungkaran.
2. Tuntunan Hidup Bermoral dan Disiplin:
Shalat lima waktu mengajarkan kedisiplinan dan ketepatan waktu yang luar biasa. Kemampuan untuk mengatur waktu dan menunaikan shalat tepat waktu mencerminkan kemampuan seseorang dalam mengelola kehidupan. Surat Al-Ankabut ayat 45: "Utlu ma uhya ilaika minal-kitabi wa aqimi-ssalata inna-ssalata tanha ‘anil-fahsya’ wal-munkar wa dhikrullahi akbaru walllahu ya’lamu ma ta’malun," (Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.), menjelaskan bahwa shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Disiplin dalam shalat akan berdampak positif pada aspek kehidupan lainnya, membentuk karakter yang bertanggung jawab dan berintegritas.
Shalat juga mengajarkan seseorang untuk selalu mengingat Allah SWT, baik dalam keadaan senang maupun susah. Zikir dan doa yang dipanjatkan dalam shalat akan mendekatkan hati kepada Allah SWT, memberikan ketenangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Ketaatan dalam shalat akan membentuk pribadi yang lebih bijaksana dan mampu mengendalikan emosi.
3. Penghapus Dosa dan Pembersih Jiwa:
Shalat merupakan sarana ampuh untuk menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan di antara waktu shalat, selama dosa besar dihindari. Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim: "Shalat-shalat adalah penghapus dosa (kafarah) bagi dosa yang terjadi di antara satu shalat dengan shalat lainnya, selama dosa-dosa besar (kabair) dijauhi," menunjukkan fungsi shalat sebagai penyuci jiwa. Shalat bukan hanya membersihkan diri dari dosa, tetapi juga mencegah seseorang dari perbuatan dosa. Dengan shalat, seseorang senantiasa terhubung dengan Allah SWT, sehingga terhindar dari godaan setan dan hawa nafsu.
Hadits lain yang menggambarkan shalat sebagai pembersih jiwa adalah perumpamaan shalat lima waktu seperti sungai yang mengalir di depan rumah seseorang. Jika seseorang mandi di sungai itu lima kali sehari, tubuhnya akan selalu bersih. Perumpamaan ini menggambarkan betapa shalat mampu membersihkan jiwa dari kotoran dosa dan kekhilafan.
4. Benteng Peradaban dan Ketenangan Jiwa:
Shalat lima waktu bukan hanya ibadah individual, melainkan juga pilar peradaban Islam. Ketaatan umat Islam dalam menjalankan shalat akan membentuk masyarakat yang berakhlak mulia, disiplin, dan taat hukum. Shalat menjadi perekat persatuan dan kesatuan umat, menciptakan suasana damai dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat. Kehadiran shalat berjamaah di masjid-masjid menjadi bukti nyata betapa shalat mampu menyatukan umat dalam satu ikatan ukhuwah Islamiyah.
Secara psikologis, shalat memberikan ketenangan dan kedamaian batin. Gerakan-gerakan shalat, bacaan-bacaan Al-Qur’an, dan doa-doa yang dipanjatkan akan menenangkan pikiran dan meredakan stres. Shalat menjadi sarana untuk introspeksi diri, merenungkan kesalahan, dan memohon ampun kepada Allah SWT. Ketenangan jiwa yang diperoleh dari shalat akan berdampak positif pada kesehatan fisik dan mental.
Kesimpulan:
Shalat lima waktu merupakan ibadah yang sangat penting dan memiliki keutamaan yang sangat besar. Ketaatan dalam menunaikan shalat bukan hanya menjadi kewajiban agama, melainkan juga menjadi kunci keberhasilan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Shalat lima waktu membentuk karakter, mendisiplinkan diri, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan menjadi benteng peradaban Islam. Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam senantiasa menjaga keistiqomahan dalam menjalankan shalat lima waktu dengan penuh khusyuk dan keikhlasan.