Kepercayaan akan hari kiamat merupakan rukun iman kelima dalam ajaran Islam, sebuah keyakinan yang tak terbantahkan bagi setiap muslim. Hari kiamat, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis, menandai kehancuran alam semesta dan segala isinya, sekaligus menjadi momen pertanggungjawaban seluruh umat manusia atas segala amal perbuatannya di dunia fana ini. Ayat Al-Baqarah ayat 4, "Dan mereka yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelummu, dan mereka yakin akan adanya akhirat," (terjemahan bebas) menegaskan pentingnya iman kepada hari akhir sebagai bagian integral dari keimanan seorang muslim. Namun, apa yang sebenarnya terjadi setelah peristiwa maha dahsyat ini? Bagaimana perjalanan manusia menuju akhirat dan perhitungan di hadapan Allah SWT?
Kebangkitan dari Alam Kubur (Yaumul Ba’ats):
Setelah kehancuran total dunia dan kematian seluruh makhluk hidup, fase berikutnya adalah kebangkitan manusia dari alam kubur, yang dikenal sebagai Yaumul Ba’ats. Peristiwa ini, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur keagamaan, seperti buku "Jalan ke Hadirat Allah" karya Syamsul Rijal Hamid, ditandai dengan tiupan sangkakala yang kedua kalinya oleh Malaikat Israfil. Tiupan ini akan menggetarkan seluruh alam, membangkitkan manusia dari tidur panjangnya di liang lahat. Mereka yang telah lama terkubur, baik sejak zaman Nabi Adam hingga manusia terakhir, akan bangkit dan kembali ke kehidupan, namun dalam dimensi yang berbeda, dimensi akhirat.
Padang Mahsyar: Tempat Pertemuan dan Perhitungan:
Setelah dibangkitkan, seluruh umat manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, sebuah hamparan luas yang menjadi tempat pertemuan akbar di hadapan Allah SWT. Di tempat inilah, setiap individu akan menghadapi perhitungan ilahi, dihisab atas seluruh amal perbuatannya selama hidup di dunia. Tidak ada yang luput dari pengadilan Allah; setiap kebaikan dan keburukan, sekecil apapun, akan ditimbang dengan adil. Surat Yasin ayat 51-54 menggambarkan momen dramatis ini: "(Sangkakala ditiup) lalu tiba-tiba mereka keluar dari kuburnya menuju kepada Tuhan mereka. Mereka bertanya, ‘Celakalah kita! Siapakah yang telah membangkitkan kita dari tempat tidur kita?’ (Lalu dikatakan), ‘Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pemurah, dan benarlah para rasul.’ (Tiupan sangkakala itu) hanya satu tiupan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan di hadapan Kami. Pada hari itu tidak seorang pun dirugikan sedikit pun. Dan kamu tidak akan dibalas melainkan terhadap apa yang telah kamu kerjakan." (terjemahan bebas). Ayat ini dengan gamblang melukiskan kebangkitan mendadak, ketakutan, dan akhirnya pertanggungjawaban yang tak terelakkan.
Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surat Al-Mu’minun ayat 102-104, tentang perhitungan amal perbuatan ini: "Barangsiapa yang ditimbang amal-amal kebaikannya lebih berat, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ditimbang amal-amal keburukannya lebih berat, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri; mereka kekal di dalam Jahannam." (terjemahan bebas). Tafsir Al-Munir menjelaskan lebih lanjut bahwa ayat ini membandingkan dua kelompok manusia: yang beruntung karena amal kebaikannya lebih berat, dan yang celaka karena amal buruknya lebih dominan. Timbangan amal ini bukan sekadar hitungan kuantitatif, melainkan juga kualitatif, mempertimbangkan niat, ikhlas, dan dampak amal tersebut.
Kondisi Manusia di Padang Mahsyar:
Buku "Pesona Surah Yasin" karya Drs. M. Said & M. Human dan berbagai sumber lain menggambarkan kondisi manusia di Padang Mahsyar. Mereka akan dikumpulkan dalam keadaan yang sangat berbeda dengan kehidupan duniawi mereka. Bayangan kerumunan manusia yang tak terhitung jumlahnya, berdesak-desakan, dengan betis kanan dan kiri yang saling bertaut rapat, tergambar dalam surat Al-Qiyamah ayat 29-30: "Dan bertautlah betis (kiri) dan betis (kanan), maka kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau." (terjemahan bebas). Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, mengutip pendapat Ibnu Abbas yang menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan akhir kehidupan dunia dan awal kehidupan akhirat, dengan pertautan betis melambangkan kerapatan dan kesesakan di Padang Mahsyar.
Lebih mengejutkan lagi, manusia akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang bulat, tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya, tanpa alas kaki, dan tanpa khitan (bagi laki-laki). Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA dan tercantum dalam kitab hadis Muslim, menyatakan: "Manusia pada hari kiamat akan dihimpun di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, dan tidak bersunat." (HR Muslim). Kondisi ini menggambarkan kesetaraan di hadapan Allah SWT; tidak ada perbedaan status sosial, kekayaan, atau jabatan yang dapat melindungi seseorang dari kenyataan pahit ini. Aisyah RA juga menanyakan kepada Rasulullah SAW tentang kemungkinan laki-laki dan perempuan saling melihat aurat, dan Rasulullah SAW menjawab bahwa pada hari itu, urusan yang lebih besar akan mengalahkan perhatian terhadap hal tersebut.
Pengelompokan Manusia dan Perjalanan Menuju Hisab:
Manusia di Padang Mahsyar tidak hanya dalam satu kondisi seragam. Mereka akan terbagi ke dalam kelompok-kelompok, masing-masing dengan kondisi yang berbeda, bergantung pada tingkat keimanan dan amal perbuatannya selama hidup di dunia. Buku "Buku Pintar Hari Akhir" karya Abdul Muhsin al-Muthairi menuturkan hadis dari Abu Hurairah RA yang menjelaskan tiga cara pengumpulan manusia: pertama, kelompok yang dipenuhi rasa harap dan takut; kedua, kelompok yang berkumpul dalam jumlah kecil, berboncengan beberapa orang di atas satu unta; dan ketiga, kelompok yang dikumpulkan oleh api, menunjukkan tingkat keimanan dan amal yang berbeda.
Perjalanan menuju hisab, perhitungan amal, merupakan tahapan yang penuh tantangan dan ujian. Setiap individu akan dihadapkan pada catatan amal perbuatannya, baik yang tercatat dalam kitab amalnya maupun yang tersimpan dalam alam bawah sadarnya. Keadilan Allah SWT akan terwujud sepenuhnya; tidak ada yang terlupakan, tidak ada yang terabaikan. Setelah hisab, manusia akan menerima balasan atas amal perbuatannya, baik surga yang penuh kenikmatan abadi atau neraka yang penuh siksa tak terhingga.
Kesimpulan:
Gambaran setelah kiamat, sebagaimana terungkap dalam Al-Qur’an dan Hadis, merupakan pengingat akan hari pertanggungjawaban yang tak terelakkan. Perjalanan dari kebangkitan dari kubur, pengumpulan di Padang Mahsyar, hingga hisab amal merupakan rangkaian peristiwa yang menekankan pentingnya kehidupan dunia sebagai persiapan menuju akhirat. Kehidupan yang dijalani dengan penuh keimanan, amal sholeh, dan ketaatan kepada Allah SWT menjadi kunci keberuntungan dan keselamatan di hari akhir. Semoga uraian ini dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan amal perbuatan demi meraih ridho Allah SWT dan kebahagiaan abadi di akhirat kelak.