Beirut, Lebanon – Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel kembali meningkat setelah serangan roket Israel menargetkan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) di Lebanon selatan, melukai delapan anggota pasukan Austria. Kementerian Luar Negeri Austria menyatakan kecaman keras atas serangan tersebut, yang dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.
"Kami sangat geram atas serangan hari ini terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon," tulis Menteri Luar Negeri Austria, Alexander Schallenberg, di platform X. "Keselamatan dan keamanan pasukan helm biru harus dijamin sepanjang waktu. Serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan amat sangat tidak dapat diterima."
Serangan tersebut terjadi di tengah eskalasi konflik antara Israel dan Hizbullah Lebanon, yang telah berlangsung selama beberapa bulan. Israel telah melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon sejak bulan lalu, menargetkan apa yang diklaim sebagai sejumlah sasaran Hizbullah. Serangan ini merupakan eskalasi dari perang lintas batas antara kedua negara sejak Israel memulai serangan brutal di Jalur Gaza tahun lalu.
Pada 1 Oktober, Israel memperluas konflik kawasan dengan melancarkan serangan darat ke wilayah Lebanon selatan. Serangan ini diklaim sebagai upaya untuk menghancurkan terowongan bawah tanah yang dibangun oleh Hizbullah, yang diyakini oleh Israel sebagai ancaman keamanan.
UNIFIL, yang beroperasi di antara Sungai Litani di bagian selatan Lebanon dan Garis Biru (Blue Line), garis perbatasan dengan Israel, memiliki mandat dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 untuk memelihara keamanan di kawasan tersebut. Serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB merupakan pelanggaran serius terhadap mandat UNIFIL dan meningkatkan kekhawatiran atas eskalasi konflik yang lebih luas.
Serangan tersebut telah memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengecam serangan tersebut dan mendesak semua pihak untuk menahan diri.
"Serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut," kata Guterres dalam sebuah pernyataan. "Saya mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi."
Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel telah meningkat secara signifikan sejak serangan Israel di Jalur Gaza pada tahun lalu. Israel menuduh Hizbullah mendukung Hamas di Gaza, dan telah melancarkan serangan udara di Lebanon sebagai tanggapan atas serangan roket dari Gaza.
Hizbullah, yang merupakan kelompok milisi Syiah yang kuat di Lebanon, telah menyatakan dukungannya untuk Hamas dan telah mengancam untuk membalas serangan Israel.
Serangan terbaru terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB telah meningkatkan kekhawatiran bahwa konflik antara Israel dan Hizbullah dapat meluas. PBB telah mendesak semua pihak untuk menahan diri dan untuk kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Konteks Serangan:
Serangan Israel di Lebanon merupakan bagian dari konflik yang lebih luas antara Israel dan Hizbullah. Konflik ini berakar pada perebutan wilayah dan sumber daya, serta perbedaan ideologi dan politik.
- Perselisihan Wilayah: Israel dan Lebanon telah berselisih selama puluhan tahun mengenai wilayah perbatasan mereka, khususnya di wilayah pertanian di selatan Lebanon yang dikenal sebagai "Ladang Shebaa". Israel mengklaim wilayah ini sebagai bagian dari wilayahnya, sementara Lebanon mengklaimnya sebagai bagian dari wilayahnya.
- Sumber Daya: Israel dan Lebanon juga berselisih mengenai sumber daya alam, khususnya mengenai sumber daya minyak dan gas alam di lepas pantai Lebanon. Israel mengklaim bahwa beberapa blok eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai Lebanon berada dalam wilayahnya, sementara Lebanon mengklaim bahwa blok tersebut berada dalam wilayahnya.
- Ideologi dan Politik: Israel dan Hizbullah memiliki perbedaan ideologi dan politik yang mendalam. Israel adalah negara Yahudi yang didirikan pada tahun 1948, sementara Hizbullah adalah kelompok milisi Syiah yang didirikan pada tahun 1982. Hizbullah menentang keberadaan Israel dan mendukung penghancuran negara tersebut.
Dampak Serangan:
Serangan Israel di Lebanon telah menyebabkan ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut. Serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan properti dan kerugian jiwa, serta telah menyebabkan pengungsian warga sipil.