ERAMADANI.COM, JAKARTA – Menyikapi kasus perdagangan manusia yang makin merebak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) beberkan modus perdagangan manusia Selasa (09/07/2019) lalu.
Indonesia adalah negara berpenduduk tinggi. Oleh sebab itu pula tingkat kriminalitas cukup tinggi dan bervariasi. Termasuk kejahatan perdagangan manusia dan eksploitasi anak.
Hal ini juga di pengaruhi oleh mudah nya akses internasional, sehingga perdagangan dan eksploitasi manusia jadi bisnis gelap yang cukup sering terjadi.
Modus Perdagangan Manusia Yang Kerap Terjadi
Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan 12 modus yang di gunakan dalam perdagangan manusia di Indonesia.
Komisioner KPAI, Sitti Hikmawati menyebut modus perdagangan yang kerap dilakukan yakni pengiriman buruh migran perempuan.
Sebagian besar aktivitasnya adalah pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT) domestik, eksploitasi seksual, perbudakan, pengantin pesanan, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, adopsi anak, dan penghambaan.
Lalu adapula duta seni, budaya, dan bahasa, serta kerja paksa hingga penculikan anak atau remaja.
Ia menjelaskan dalam menjebak mangsanya, pelaku biasanya cukup sabar dan telaten.
“Berdasarkan kejahatan internet, ada yang pendekatannya dengan korban dengan pacaran virtual sekitar 6 bulan dan pendekatannya sangat intens mulai dari perkenalan, dan memahami ritme si anak,” ujar Sitti di kantor KPAI, Jakarta, Selasa (09/07/2019) kemarin.
Ia juga mengaku adanya keterbatasan dari KPAI untuk melakukan penyuluhan tentang hal ini. Dia mengharapkan adanya kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk mencegah kejahatan sejenis ini.
Berdasarkan data yang diterima, pelaporan banyak terjadi di Daerah Jawa barat dan berupa pengasuhan anak.
“Kalau yang lapor ke kami ini kan se Indonesia, tapi berdasarkan temuan ini Jawa Barat tertinggi,” imbuhnya.
Sudah Dapat Di Klasifikasikan Sebagai Masalah Serius
Sementara, Ketua Komisi KPAI, Susanto, menilai masalah perdagangan manusia di Indonesia sudah tergolong serius dan perlu segera ditangani. Apalagi, di era internet saat ini, kesempatan bagi pada pelaku dalam melakukan perdagangan manusia kian terbuka.
“Mayoritas menjadi korban dari siber. Berawal dari komunikasi berbasis siber melalui Facebook, melalui Twitter. Eh ternyata akhirnya anak itu digunakan untuk kepentingan tertentu, termasuk juga eksploitasi seksual,” jelasnya.
Pada 2018, KPAI mencatat terdapat 329 korban terkait perdagangan anak. Dari jumlah itu, 65 kasus di antaranya merupakan korban perdagangan manusia, 93 korban prostitusi, 80 kasus kekerasan seksual, dan 91 kasus eksploitasi pekerja.
Hingga pertengahan 2019, KPAI menerima 15 kasus, lima kasus di antaranya korban trafficking, satu korban prostitusi, lima korban kekerasan seksual, dan empat korban eksploitasi pekerja anak.
Menanti Langkah Pemerintah
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise menyebut lima provinsi yang memiliki korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terbanyak, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Pihak nya berencana akan melakukan survei guna melakukan pemerataan terhadap masalah ini.
Baginya masalah perdagangan manusia sudah sangat serius apalagi banyak mafia dalam negeri yang ikut ambil bagian. Beliau mengharapkan seluruh pihak akan bekerja keras untuk masalah ini.
“Kita harus bekerja keras, sosialisasi, edukasi, sampai ke level akar rumput itu harus ada. Orangtua-orangtua dan keluarga harus sadar, jangan membiarkan anak-anak mereka pergi ke luar,” pungkasnya. (IAA)