Peristiwa Isra Mi’raj merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam, menandai penetapan salat lima waktu sebagai rukun Islam yang fundamental. Namun, perjalanan ibadah salat Nabi Muhammad SAW jauh lebih kaya dan kompleks daripada sekadar penerimaan perintah tersebut. Sebelum peristiwa agung tersebut, Nabi telah menjalankan ibadah salat, meskipun dengan bentuk dan tata cara yang berbeda signifikan dari praktik yang kita kenal saat ini. Memahami evolusi ibadah salat ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan spiritual Nabi dan perkembangan syariat Islam.
Salat Sebelum Isra Mi’raj: Sebuah Perjalanan Spiritual
Sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang dikenal dengan kesalehan dan kezuhudannya. Ia kerap menghabiskan waktu untuk khalwat di Gua Hira, merenungkan kebesaran Allah SWT dan bertafakkur atas ciptaan-Nya. Periode ini, sebelum wahyu pertama turun, merupakan masa penantian dan persiapan spiritual yang membentuk pondasi kuat bagi perannya sebagai utusan Allah.
Penerimaan wahyu pertama menandai dimulainya kerasulan Nabi Muhammad SAW. Bersamaan dengan wahyu tersebut, kewajiban salat pun diberlakukan, meskipun belum dalam bentuk salat lima waktu seperti yang kita kenal sekarang. Hadits riwayat Ahmad dan Ad-Daruquthni secara tegas menyebutkan hal ini: "Jibril datang kepada Rasul ketika menyampaikan wahyu pertama dan mengajarkan Rasul wudhu’ dan salat." Hadits ini menunjukkan bahwa salat, sebagai bentuk ibadah langsung kepada Allah, telah menjadi bagian integral dari kehidupan Nabi sejak awal masa kenabian.
Namun, detail tata cara salat pada masa ini masih samar. Buku "Taudhihul Adillah 4" karya Muhammad Syafi`i Hadzami menjelaskan bahwa pada periode ini, salat yang diwajibkan berupa dua rakaat, yang dilakukan pada waktu pagi dan sore hari. Perbedaan signifikan dengan salat lima waktu terletak pada belum sempurnanya gerakan-gerakan salat. Salah satu hadits menjelaskan bahwa salat Zuhur yang pertama kali dilakukan bersama Jibril belum mencakup gerakan rukuk. Barulah pada salat Asar, Rasulullah SAW melaksanakan salat dengan lengkap, termasuk gerakan rukuk. Hadits yang diriwayatkan Al Bazzar dan At Thabarani menyebutkan, "Karena bahwasanya umat-umat terdahulu, salat mereka itu tidak melakukan rukuk. Dan diriwayatkan dari Ali, ia berkata, ‘Salat yang kami lakukan dengan rukuk adalah salat Asar,’ maka aku pun berkata, ‘Ya Rasulullah, apa ini?’ maka beliau bersabda, ‘Dengan beginilah aku diperintah.’"
Hal ini menunjukkan sebuah proses evolusi dalam pelaksanaan salat. Salat yang dilakukan Nabi sebelum Isra Mi’raj, meskipun merupakan kewajiban, masih dalam tahap perkembangan dan belum sepenuhnya mencerminkan syariat yang akan beliau sampaikan kepada umat manusia. Bentuk salat tersebut kemungkinan besar masih terpengaruh oleh praktik ibadah salat yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, yang belum mencakup seluruh gerakan dan rukun salat seperti yang diwajibkan kemudian. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam berkembang secara bertahap, seiring dengan petunjuk dan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Perbandingan dengan Ibadah Sebelum Kerasulan:
Sebelum diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktu sebulan setiap tahunnya di Gua Hira untuk beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT. Aktivitas ini, yang lebih bersifat perenungan dan kontemplasi spiritual, berbeda dengan salat yang merupakan ibadah ritual dengan tata cara yang terstruktur. Setelah diutus sebagai rasul, ibadah salat menjadi kewajiban yang harus dijalankan dengan ketentuan dan tata cara yang telah diwahyukan. Perbedaan ini menandakan perubahan signifikan dalam kehidupan Nabi, dari seorang hamba yang beribadah secara individual menjadi utusan Allah yang menyampaikan syariat kepada umat manusia.
Isra Mi’raj: Titik Balik dalam Ibadah Salat
Peristiwa Isra Mi’raj menjadi titik balik yang menentukan dalam sejarah ibadah salat. Perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha, bertemu dengan Allah SWT, dan menerima perintah salat lima waktu merupakan momen sakral yang mengubah praktik ibadah salat selamanya. Sebelum Isra Mi’raj, salat yang diwajibkan hanya dua kali sehari, namun setelah peristiwa tersebut, kewajiban salat menjadi lima kali sehari semalam. Perubahan ini bukan sekadar penambahan jumlah salat, tetapi juga penetapan waktu-waktu salat yang spesifik, yang diatur sedemikian rupa untuk mengatur kehidupan spiritual umat Islam sepanjang hari.
Buku "Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi" menjelaskan bahwa kewajiban salat lima waktu baru diwajibkan pada malam Isra Mi’raj, setahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah. Hadits riwayat Bukhari mencatat sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang perintah Allah SWT mengenai salat lima waktu: "Lima waktu itu setara dengan lima puluh waktu. Tak akan lagi berubah keputusan-Ku." Hadits ini menegaskan keagungan dan ketetapan perintah Allah SWT, serta menekankan pentingnya salat lima waktu sebagai ibadah yang sangat bernilai. Nabi SAW juga menceritakan percakapannya dengan Nabi Musa AS setelah menerima perintah tersebut, yang menunjukkan kerendahan hati dan ketaatan Nabi Muhammad SAW kepada perintah Allah.
Salat Lima Waktu: Tiang Agama Islam
Penetapan salat lima waktu dalam peristiwa Isra Mi’raj menandai sebuah babak baru dalam sejarah Islam. Salat lima waktu bukan hanya sekadar ibadah ritual, tetapi juga menjadi tiang agama, yang menegaskan kewajiban setiap Muslim untuk mendirikannya sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT. Salat lima waktu menjadi pengikat antara manusia dengan Tuhannya, sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan pengingat akan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang Muslim. Melalui salat, seorang Muslim dapat membersihkan diri, memohon ampun, dan bermunajat kepada Allah SWT.
Perubahan dari salat dua rakaat menjadi salat lima waktu menunjukkan perkembangan syariat Islam secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan umat manusia. Salat lima waktu, dengan waktu-waktu yang telah ditentukan, mengatur kehidupan spiritual umat Islam sepanjang hari, mengingatkan mereka akan kewajiban beribadah kepada Allah SWT dan menjaga hubungan yang dekat dengan-Nya. Peristiwa Isra Mi’raj dan penetapan salat lima waktu menjadi bukti nyata tentang kasih sayang dan bimbingan Allah SWT kepada umat manusia, melalui Nabi Muhammad SAW, utusan-Nya yang mulia.
Kesimpulannya, perjalanan ibadah salat Nabi Muhammad SAW sebelum dan sesudah Isra Mi’raj menggambarkan sebuah proses evolusi yang mencerminkan perkembangan syariat Islam. Dari salat dua rakaat yang masih dalam tahap perkembangan hingga salat lima waktu yang menjadi tiang agama, perjalanan ini menunjukkan ketaatan dan keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan perintah Allah SWT, serta kasih sayang dan bimbingan Allah SWT kepada umat manusia. Memahami perjalanan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang makna dan pentingnya salat dalam kehidupan seorang Muslim.