Sejarah Islam tak hanya mencatat kejayaan peperangan dan penaklukan, namun juga peran krusial para tokoh yang menjadi pondasi kokoh bagi perkembangan agama ini. Di antara mereka, Sayyidah Khadijah RA menempati posisi yang sangat istimewa. Bukan hanya sebagai istri Rasulullah SAW, namun juga sebagai perempuan pertama yang memeluk Islam, ia menjadi pilar kekuatan yang tak tergantikan dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW, sebuah perjalanan yang dipenuhi tantangan dan cobaan yang luar biasa.
Lahir dari keluarga terhormat Bani Asad, cabang dari kabilah Quraisy – kabilah yang sama dengan Rasulullah SAW – Sayyidah Khadijah RA memiliki kedudukan sosial yang tinggi di Makkah. Kehormatan tersebut bukan semata-mata karena nasabnya yang mulia, melainkan juga karena kehebatannya sebagai seorang pebisnis perempuan yang sukses. Di tengah masyarakat Arab Jahiliyah yang patriarkis, ia berhasil membangun dan mengelola bisnis perdagangan yang makmur, menunjukkan kecerdasan, kejujuran, dan keteguhan hati yang luar biasa. Keberhasilannya bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam menjaga kehormatan dan integritasnya di lingkungan bisnis yang didominasi laki-laki. Ia menjadi contoh nyata bahwa kesuksesan dan kemuliaan dapat diraih tanpa harus mengorbankan nilai-nilai moral dan etika.
Keberhasilannya dalam dunia bisnis tak hanya menghasilkan kekayaan materi, tetapi juga membuatnya dihormati dan disegani oleh masyarakat Makkah. Rumahnya menjadi tempat berkumpulnya para wanita yang datang untuk meminta nasihat dan berdiskusi. Hal ini menunjukkan kepemimpinan informal yang dimilikinya dan pengaruhnya yang besar di kalangan perempuan Makkah. Ia bukan hanya seorang pengusaha sukses, tetapi juga seorang figur panutan yang bijaksana dan berwibawa.
Namun, peran Sayyidah Khadijah RA yang paling monumental adalah dukungan tak tergoyahkan yang diberikannya kepada Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan dakwah Islam. Perjalanan dakwah di awal masa kenabian dipenuhi dengan tantangan yang sangat berat. Rasulullah SAW dihadapi dengan penolakan, cemoohan, tuduhan sihir, dan bahkan perlakuan kasar dari kaum kafir Quraisy. Mereka melempari beliau dengan batu, menebarkan duri di jalan, dan menumpahkan kotoran hewan di depan rumah, sebuah bentuk penghinaan yang kejam dan tak berperikemanusiaan.
Di tengah ujian berat tersebut, Sayyidah Khadijah RA tetap teguh berdiri di sisi Rasulullah SAW. Ia memberikan dukungan emosional dan spiritual yang tak ternilai harganya. Kehadirannya menjadi sumber kekuatan dan penghiburan bagi Rasulullah SAW yang tengah menghadapi tekanan luar biasa. Kesetiaan dan cintanya yang tulus menjadi benteng pertahanan yang melindungi Rasulullah SAW dari keputusasaan dan keraguan.
Peran Sayyidah Khadijah RA terlihat sangat jelas pada peristiwa penerimaan wahyu pertama oleh Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW sangat ketakutan dan gemetar setelah bertemu Malaikat Jibril. Dalam kondisi bingung dan cemas, beliau menceritakan pengalamannya kepada Sayyidah Khadijah RA. Bukannya merasa takut atau ragu, Sayyidah Khadijah RA justru memberikan ketenangan dan keyakinan kepada Rasulullah SAW. Ia meyakinkan beliau bahwa apa yang dialaminya adalah wahyu dari Allah SWT, sebuah peristiwa yang menandai dimulainya kenabian Rasulullah SAW. Dukungan Sayyidah Khadijah RA pada momen krusial ini menjadi titik balik yang menentukan dalam sejarah Islam.
Keteguhan hati dan kesetiaan Sayyidah Khadijah RA merupakan teladan bagi seluruh umat Islam. Ia menunjukkan bagaimana seorang istri seharusnya mendukung dan mendampingi suaminya, terutama dalam menghadapi cobaan dan kesulitan. Pengorbanannya yang besar bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam hal emosional dan spiritual, menjadi bukti nyata akan cinta dan kesetiaannya yang tak tergoyahkan.
Sayyidah Khadijah RA bukan hanya dikenal karena kesetiaannya kepada Rasulullah SAW, tetapi juga karena akhlak dan kepribadiannya yang mulia. Sebelum Islam datang, ia telah dikenal sebagai perempuan suci ("Ath-Thahirah"), sebuah gelar yang diberikan oleh masyarakat Makkah sebagai pengakuan atas kemuliaan dan kesucian hidupnya. Ia juga dijuluki "Sayyidatuna Nisa’ Quraisy," pemuka wanita Quraisy, menunjukkan pengaruh dan kepemimpinannya yang besar di kalangan perempuan Makkah.
Kedermawanan dan kasih sayangnya juga dikenal luas. Rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal dan perlindungan, terutama bagi perempuan miskin dan kaum lemah. Ia tidak hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga perhatian dan kasih sayang yang tulus. Kebaikan hatinya membuat penduduk Makkah kagum dan semakin memperkuat gelar kehormatannya sebagai "Sayyidatuna Nisa’ Quraisy."
Setelah menikah dengan Rasulullah SAW, Sayyidah Khadijah RA mendapatkan gelar "Ummul Mukminin," ibu orang-orang beriman. Gelar ini menunjukkan posisi dan perannya yang sangat mulia dalam sejarah Islam. Ia bukan hanya ibu dari keluarga Rasulullah SAW, tetapi juga ibu bagi seluruh umat Islam. Lebih jauh lagi, ia juga dijuluki "Sayyidatuna Nisa’ al-Alamin," pemuka wanita di seluruh dunia, sebuah gelar yang sangat istimewa dan hanya diberikan kepada perempuan-perempuan agung dalam sejarah Islam, seperti Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.
Sayyidah Khadijah RA merupakan sosok perempuan yang luar biasa, seorang istri, seorang pengusaha sukses, dan seorang pendukung setia dakwah Rasulullah SAW. Kehidupannya menunjukkan bahwa kekuatan, kebijaksanaan, dan kesetiaan dapat berpadu untuk menciptakan perubahan yang besar dan bersejarah. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi perempuan di seluruh dunia untuk mencapai potensi terbaiknya dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat dan agamanya. Ia adalah contoh nyata bahwa peran perempuan dalam sejarah Islam sangat penting dan tak tergantikan. Sayyidah Khadijah RA, sebuah nama yang akan selalu dikenang dan dihormati sepanjang masa dalam sejarah peradaban Islam.