Jakarta, 27 Oktober 2023 – Menjelang peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-102 pada 16 Januari 2025, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menyelenggarakan sebuah sarasehan ulama yang bertajuk "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU". Acara yang dijadwalkan pada Selasa, 4 Februari 2024 pukul 13.00 WIB ini merupakan langkah strategis NU dalam merespon visi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dijabarkan dalam delapan poin program unggulan, yang dikenal sebagai "Asta Cita". Sarasehan ini bukan sekadar perayaan semata, melainkan sebuah forum kritis dan konstruktif untuk menganalisis implikasi "Asta Cita" terhadap pembangunan bangsa Indonesia dari perspektif keislaman dan kebangsaan yang moderat, sejalan dengan khittah NU.
NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 31 Januari 1936, telah memainkan peran kunci dalam perjalanan sejarah bangsa. Lebih dari sekedar organisasi keagamaan, NU telah menjelma menjadi pilar penting dalam pembangunan nasional, berkontribusi signifikan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial. Semangat "Nahdlatul Ulama" – kebangkitan ulama – yang menjadi ruh organisasi ini, terus diwujudkan melalui komitmennya dalam memperjuangkan keadilan sosial, memajukan pendidikan berbasis pesantren dan madrasah, serta menjaga keharmonisan antarumat beragama.
Peringatan Harlah NU ke-102 kali ini menjadi momentum penting bagi NU untuk kembali menegaskan peran strategisnya dalam pembangunan nasional. Sarasehan Ulama, sebagai bagian dari rangkaian perayaan, dirancang sebagai wadah dialog yang melibatkan para ulama, cendekiawan, dan pemangku kepentingan untuk membahas secara mendalam "Asta Cita" Prabowo-Gibran. Melalui diskusi yang terstruktur dan komprehensif, NU berupaya untuk memberikan kontribusi pemikiran yang berimbang dan konstruktif bagi pemerintah dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Acara yang akan dibuka oleh Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, dan diisi dengan keynote speech oleh Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, akan terbagi menjadi tiga sesi diskusi. Setiap sesi akan difokuskan pada beberapa poin dari "Asta Cita", menganalisis potensi, tantangan, dan implikasinya bagi masyarakat Indonesia. Partisipasi para ahli dan akademisi terkemuka akan memperkaya diskusi dan memastikan analisis yang mendalam dan berimbang.
Sesi pertama, bertema "Kolaborasi untuk Penguatan SDM yang Berdaya Saing Tinggi Menuju Indonesia dengan Pertumbuhan Ekonomi Tinggi", akan membahas poin ke-3 dan ke-4 dari "Asta Cita". Poin ke-3 yang fokus pada peningkatan lapangan kerja berkualitas, pengembangan kewirausahaan dan industri kreatif, serta kelanjutan pembangunan infrastruktur, akan dikaji secara kritis. Para narasumber akan mengeksplorasi strategi yang efektif untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Poin ke-4, yang menekankan penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan, sains, teknologi, kesehatan, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas, juga akan menjadi fokus utama. Diskusi akan membahas bagaimana "Asta Cita" dapat diimplementasikan secara efektif untuk menciptakan SDM yang berkualitas dan kompetitif di era globalisasi. Rektor Universitas Indonesia, Prof. Heri Hermansyah, dijadwalkan sebagai salah satu narasumber kunci dalam sesi ini, diharapkan dapat memberikan perspektif akademis yang komprehensif.
Sesi kedua, dengan tema "Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dengan Memaksimalkan Potensi Lokal yang Fokus pada Hilirisasi, Industrialisasi, Pemerataan Ekonomi, dan Kesejahteraan Rakyat", akan menganalisis poin ke-5, ke-6, dan ke-8 dari "Asta Cita". Sesi ini akan menelaah bagaimana potensi lokal dapat dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata. Hilirisasi industri, industrialisasi berbasis sumber daya lokal, dan strategi pemerataan ekonomi akan menjadi fokus utama diskusi. Keberhasilan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat menjadi tolok ukur utama keberhasilan implementasi "Asta Cita". Kehadiran Burhanuddin Abdullah, mantan ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan Komisaris PT PLN, sebagai pembicara pengantar, diharapkan dapat memberikan wawasan praktis dan perspektif dari dunia usaha.
Sesi ketiga, bertajuk "Memperkokoh Ideologi Pancasila dan Menguatkan Sistem Pertahanan Negara Menuju Masyarakat Indonesia yang Adil, Makmur Tanpa Korupsi", akan membahas poin ke-1, ke-2, dan ke-7 dari "Asta Cita". Sesi ini akan menitikberatkan pada aspek ideologi dan politik, menganalisis bagaimana "Asta Cita" dapat memperkuat ideologi Pancasila dan sistem pertahanan negara. Diskusi akan membahas pentingnya menjaga stabilitas politik, memperkuat integritas pemerintahan, dan memberantas korupsi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Aspek keamanan nasional dan penegakan hukum juga akan menjadi bagian dari pembahasan.
Sarasehan Ulama ini diharapkan dapat menjadi forum yang produktif dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang berharga bagi pemerintah dalam mewujudkan "Asta Cita". NU, dengan peran dan pengaruhnya yang luas di masyarakat, berkomitmen untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun Indonesia yang lebih adil, makmur, dan bermartabat. Siaran langsung acara ini melalui detikcom diharapkan dapat menjangkau khalayak luas dan mendorong partisipasi publik dalam mengawal implementasi "Asta Cita". Melalui dialog yang terbuka dan kritis, NU berharap dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih baik bagi seluruh rakyatnya. Acara ini menjadi bukti nyata komitmen NU dalam menjaga harmoni sosial dan mendukung terwujudnya cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Partisipasi aktif dari berbagai kalangan diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang komprehensif dan berdampak positif bagi masa depan bangsa.