Salahuddin Al-Ayyubi, nama yang tak lekang oleh waktu, merupakan ikon kepahlawanan dan kepemimpinan Islam yang gemilang. Lebih dari sekadar panglima perang ulung, ia adalah seorang negarawan visioner yang berhasil menyatukan kekuatan Islam, mengusir pasukan Salib dari Yerusalem, dan meninggalkan warisan abadi bagi dunia. Kisah hidupnya, yang dipenuhi dengan keberanian, strategi militer brilian, dan keadilan, patut ditelaah sebagai pelajaran berharga bagi pemimpin masa kini.
Lahir di Tikrit, Irak, pada tahun 1137 Masehi (532 Hijriah), Yusuf bin Ayyub, yang lebih dikenal dengan gelar Salahuddin Al-Ayyubi (artinya "Keadilan Allah"), merupakan putra dari Najm ad-Din Ayyub, seorang gubernur di Baalbek. Masa kecilnya dihabiskan di Damaskus, di mana ia mendapatkan pendidikan yang komprehensif, meliputi ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu militer. Pendidikan militernya ditempa langsung oleh pamannya, Asaduddin Syirkuh, seorang panglima perang berpengaruh di bawah kekuasaan Dinasti Seljuk.
Pelatihan militer yang ketat di bawah bimbingan Asaduddin Syirkuh membentuk Salahuddin menjadi seorang ahli strategi perang yang handal. Keahliannya ini terbukti ketika ia bersama pamannya berhasil menaklukkan Mesir dan menggulingkan kekuasaan Dinasti Fatimiyah, sebuah dinasti Syiah yang telah berkuasa selama berabad-abad. Keberhasilan gemilang ini mengantarkan Salahuddin pada posisi panglima perang pada tahun 1169 Masehi. Usianya yang relatif muda tak menghalangi kemampuannya memimpin pasukan dengan efektif dan bijaksana.
Kepemimpinan Salahuddin di Mesir bukan hanya ditandai oleh keberhasilan militer. Ia juga menunjukkan kepedulian yang besar terhadap kesejahteraan rakyat dan perkembangan pendidikan Islam. Salahuddin mendirikan dua sekolah besar di Mesir, dengan tujuan utama untuk menyebarkan ajaran Islam yang benar dan mengikis pengaruh ajaran Syiah yang telah lama berakar di wilayah tersebut. Langkah ini mencerminkan visi kepemimpinannya yang jauh ke depan, memahami bahwa kekuatan sebuah negara tak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kekuatan intelektual dan moral masyarakatnya.
Puncak kegemilangan Salahuddin Al-Ayyubi terukir dalam sejarah Perang Salib. Perang Salib, yang merupakan serangkaian perang suci yang diluncurkan oleh Eropa Kristen untuk merebut kembali Tanah Suci, telah menjadi ancaman besar bagi dunia Islam. Salahuddin, dengan kejeniusannya dalam strategi militer dan kepemimpinannya yang inspiratif, berhasil membendung laju pasukan Salib dan merebut kembali Yerusalem, kota suci bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi.
Persiapan Salahuddin menghadapi Perang Salib bukan hanya sekedar persiapan militer biasa. Ia mempersiapkan diri secara holistik, meliputi aspek fisik, mental, dan spiritual. Ia membangun benteng-benteng pertahanan yang kokoh, memperkuat perbatasan, mendirikan markas-markas militer yang strategis, dan bahkan menyediakan armada kapal yang tangguh. Lebih dari itu, ia juga mendirikan rumah sakit lapangan dan memastikan tersedianya pasokan obat-obatan untuk pasukannya. Semua ini menunjukkan perencanaan yang matang dan kepedulian yang mendalam terhadap kesejahteraan prajuritnya.
Yang lebih mengagumkan lagi, Salahuddin melakukan semua persiapan ini di tengah kondisi kesehatannya yang sedang menurun drastis. Namun, penyakit yang dideritanya tak mampu memadamkan semangat juangnya untuk membebaskan Yerusalem, kota suci yang dianggap sebagai tanah Nabi. Tekadnya yang kuat untuk memperjuangkan tanah suci ini justru semakin membara di tengah cobaan penyakit yang dialaminya.
Pertempuran Hathin, yang juga dikenal sebagai pertempuran pembuka, menandai awal dari kemenangan gemilang Salahuddin. Dengan pasukannya yang berjumlah sekitar 63.000 orang, ia berhasil mengalahkan pasukan Salib yang jauh lebih besar jumlahnya, membunuh sekitar 30.000 tentara Salib dan menawan 30.000 lainnya. Kemenangan ini merupakan pukulan telak bagi pasukan Salib dan memberikan dorongan moral yang luar biasa bagi pasukan Islam.
Pertempuran untuk merebut kembali Yerusalem sendiri merupakan pertempuran yang sangat sengit dan penuh pengorbanan. Banyak prajurit Islam yang gugur syahid dalam pertempuran ini. Namun, semangat juang mereka yang tinggi, dipicu oleh semangat religius dan kepemimpinan Salahuddin yang inspiratif, akhirnya membuahkan hasil. Ketika pasukan Salib memasang salib besar di atas Batu Shakharkh (Batu Suci), hal ini justru semakin membakar semangat pasukan Islam untuk merebut kembali kota suci tersebut. Setelah pertempuran yang panjang dan melelahkan, Yerusalem akhirnya berhasil direbut kembali oleh pasukan Salahuddin pada tahun 1187 Masehi.
Kemenangan Salahuddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib bukan hanya kemenangan militer semata. Ia merupakan kemenangan moral dan spiritual yang besar bagi dunia Islam. Kemenangan ini menunjukkan bahwa kekuatan Islam masih mampu melawan kekuatan Eropa yang jauh lebih maju secara teknologi pada saat itu. Lebih dari itu, kepemimpinan Salahuddin yang adil dan bijaksana telah memberikan inspirasi bagi banyak pemimpin di seluruh dunia.
Setelah merebut Yerusalem, Salahuddin menunjukkan sikap ksatria dan kemanusiaan yang luar biasa. Ia tidak melakukan pembantaian terhadap penduduk sipil, baik muslim maupun Kristen. Ia memperlakukan tawanan perang dengan baik dan memberikan mereka kebebasan untuk memilih agama mereka. Sikap toleransi dan keadilannya ini justru semakin memperkuat citranya sebagai pemimpin yang bijaksana dan berwibawa.
Salahuddin Al-Ayyubi bukan hanya seorang panglima perang yang ulung, tetapi juga seorang pemimpin yang visioner dan negarawan yang bijaksana. Ia berhasil menyatukan kekuatan Islam yang terpecah-pecah, mengusir pasukan Salib dari Tanah Suci, dan membangun sebuah kerajaan yang adil dan makmur. Warisannya yang abadi akan terus dikenang sepanjang masa sebagai simbol kepahlawanan, kepemimpinan, dan keadilan. Kisah hidupnya merupakan inspirasi bagi pemimpin-pemimpin masa kini untuk selalu mengutamakan keadilan, kebijaksanaan, dan kesejahteraan rakyat dalam memimpin. Ia membuktikan bahwa kekuatan sejati bukanlah hanya terletak pada kekuatan militer, tetapi juga pada kekuatan moral dan spiritual yang mampu menyatukan dan menginspirasi. Salahuddin Al-Ayyubi, sebuah nama yang akan selalu diukir dengan tinta emas dalam sejarah Islam dan dunia.