ERAMADANI.COM, DENPASAR – Sahabat Ummahat Bali menggelar program kajian khusus perdananya tentang Kitab Bulughul Maram di Sekretariat Yayasan Sahabat Subuh Bali, Rabu (4/11/20) pukul 16:00 WITA.
Dalam kajian tersebut, Ustaz Agus Salim dipercaya sebagai guru agama yang membawakan materi-materi dalam Kitab Bulughul Maram.
Kitab Bulughul Maram ialah kitab karya Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, yang menghimpun hadis-hadis hukum dalam fikih Islam.
Adapun materi pertama yang menjadi pembahasan ialah “Bab Air”.
Terdapat 13 hadis dalam bab tersebut yang menjadi bahasan dalam kajian perdana itu.
Sebelum masuk pembahasan materi, Ustaz Agus Salim mengingatkan kepada jemaah kajian, terkait menyikapi urusan dunia dan ibadah kepada Allah.
“Urusan dunia itu kita cari larangannya apa, kalau ibadah kita cari perintahnya,” tuturnya.
Adapun maksud dari pernyataan itu ialah agar manusia senantiasa mencari pentunjuk yang benar, tidak hanya mendasarkan pada prasangka.
Manusia perlu mencari larangan-larangan dari Allah terkait urusan dunianya, agar mengetahui ada tidaknya sesuatu yang justru merugikan atau bahkan haram.
Selain itu, manusia pun perlu mengetahui perintah-perintah Allah terkait ibadah kepada-Nya.
Sementara perintah-perintah itu dapat manusia ketahui melalui hadis atau perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad SAW.
Hadis-hadis dalam Bab Air Kajian Khusus Kitab Bulughul Maram
Ustaz Agus Salim membahas secara runut dan saksama setiap hadis yang terdapat dalam bab pertama Kitab Bulughul Maram.
Tanpa menutup pintu pertanyaan bagi jemaah untuk menanyakan suatu hal pada setiap kali pembahasan per hadisnya.
Hadis pertama
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang laut, ‘Laut itu suci airnya, halal bangkainya’.”
Hadis ini riwayat oleh Imam yang Empat dan Ibnu Abi Syaibah, dan lafaznya adalah miliknya, serta ternilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah dan at-Tirmidzi.
Faedah hadis ini antara lain menyatakan bahwa air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Airnya suci substansinya dan dapat menyucikan yang lainnya.
Air laut dapat menghapus hadats besar dan kecil, serta menghilangkan najis yang ada pada tempat yang suci baik pada badan, pakaian, tanah, atau selainnya.
Bangkai hewan laut itu halal dan maksud bangkai ini ialah hewan yang mati dan tidak bisa hidup kecuali dalam laut.
Inilah mengapa bangkai ikan laut tetap halal walaupun tidak ada proses penyembelihan.
Hadis Kedua
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada suatu pun yang dapat membuatnya najis.”
Hadis ini riwayat oleh Imam yang Tiga (Abu Dawud, 1/17; an-Nasa’i, 1/174; dan at-Tirmidzi, 1/96), dan ternilai sahih oleh Ahmad.
Pada hadis ini, Ustaz Agus Salim menerangkan bahwa hakikat air itu suci dan menyucikan, dapat manusia manfaatkan untuk berwudu pula.
Meski demikian, air yang berhakikat suci tidak akan dapat termanfaatkan lagi untuk bersuci apabila ada suatu hal yang membuatnya menjadi najis.
Hadis kedua ini berkolerasi dengan hadis berikutnya.
Hadis Ketiga
Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya air itu tidak ada suatu pun yang membuatnya najis, kecuali oleh najis yang mendominasi pada bau, rasa, dan warnanya.”
Riwayat oleh Ibnu Majah, 1/17 dan terdhaifkan oleh Abu Hatim.
Dalam riwayat al-Baihaqi, 1/259-260.
“Air itu suci, kecuali jika berubah bau, atau rasa, atau warnanya disebabkan najis yang jatuh ke dalamnya.”
Feadah hadis, secara asal, air adalah suci dan menyucikan, tidak ada satu pun yang dapat menajiskannya.
Kemutlakkan ini termuqoyyadkan (terikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah bau, rasa, atau warna air.
Jika berubah maka air tersebut ternajisi (menjadi najis), baik air itu sedikit maupun banyak.
Dalam kaitannya hal ini, Ustaz menerangkan bahwa perubahan rasa, warna, dan bau pada air belum tentu semuanya terkatakan najis.
Lantaran hal itu bergantung pada apa yang mencampuri air tersebut.
Selain itu, jumlah kontaminasi juga dapat menjadi acuan untuk mengatakan air itu najis atau masih suci.
Apabila air telah terkontaminasi, tetapi tidak menimbulkan perubahan rasa, warna, dan bau, maka air tersebut masih suci.
Hadis Keempat
Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila air itu mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung kotoran.” Dalam lafaz lain “tidak najis”.
Diriwayatkan oleh Imam yang Empat dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban, [dan al-Hakim].
Qullah adalah bejana tempat air yang besar, dan 2 qullah setara dengan 500 liter dengan menggunakan liter Irak, atau 93, 75 sha’.
Sebagaimana yang ter-rajih-kan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syark Umdah al-Fiqh, 1/67-68.
Hadis Kelima
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di air tergenang dalam keadaan junub.”
Riwayat oleh Muslim.”
Dalam riwayat al-Bukhari, 1/69.
“Janganlah salah seorang di antara kalian kencing di air tergenang yang tidak mengalir, kemudian mandi di dalamnya.”
Faedah hadis, dalam hadis ini manusia tidak boleh mandi janabah dalam air yang tenang (tidak mengalir).
Larangan ini berkonsekuensi haram, lanrangan ini pun menunjukkan rusaknya sesuatu yang terlarang (yaitu rusaknya air bekas mandi janabah).
Sementara air yang tenang dan lantas telah terkencingi juga tidak boleh manusia manfaatkan untuk mandi janabah.
Secara zhohir, hadis ini tidak membedakan antara air yang sedikit atau yang banyak.
Hadis Keenam
Dari seorang laki-laki sahabat Nabi, beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang wanita mandi dari air sisa laki-laki, atau orang laki-laki mandi dari air sisa wanita, namun hendaknya keduanya menciduk air bersama-sama.”
Riwayat oleh Abu Dawud dan an Nasa’i, dan sanad-nya sahih.
Pada pembahasan hadis ini, Ustaz Agus Salim menekankan bahwa baik laki-laki maupun perempuan (suami istri) yang junub hendaknya mandi dengan mengambil air secara bersamaan.
Tidak mandi dengan air sisa antara keduanya, hal itu untuk menghindari percikan air bekas membersihkan badan yang ternyata mengenai air lainnya.
Hadis Ketujuh
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata,
“Bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi dari sisa Maimunah.”
Riwayat oleh Muslim, 1/257.
Dalam riwayat para penulis Kitab as-Sunan tercantum,
“Salah seorang istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi di sebuah bejana besar, lalu beliau datang untuk mandi darinya, maka istri beliau tersebut berkata, ‘Sesungguhnya aku tadi junub.’ Beliau Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Sesungguhnya air itu tidak junub’.”
Ternilai sahih oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.
Faedah hadis, Mandinya orang yang junub atau wudunya orang yang berwudu dari wadah tidak memberikan dampak terhadap kesucian air, maka air tetap dalam kesuciannya.
Hadis Kedelapan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Cara menyucikan bejana salah seorang dari kalian apabila ia dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali cucian, yang pertama dengan menggunakan tanah.”
Riwayat oleh Muslim, 1/234.
“Lalu hendaknya ia menumpahkannya.”
Dalam riwayat at-Tirmidzi,
“Cucian yang terakhir atau yang pertama dengan menggunakan tanah.”
Faedah hadis, Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan membersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.
Kaitannya dengan hadis ini, Ustaz Agus Salim juga memberikan penekanan bahwasannya menyucikan sebanyak tujuh kali dengan salah satunya menggunakan tanah wajib dilakukan terhadap bejana.
Hadis Kesembilan
Dari Abu Qatadah Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata,
“Bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang kucing, ‘Ia tidak najis, karena ia hanyalah binatang yang berkeliling di sekitar kalian’.”
Riwayat oleh Imam yang Empat dan ternilai sahih oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.
Faedah hadis, kucing bukan hewan yang najis, sehingga tidak ternajisi apa-apa yang kucing sentuh dan air yang kucing jilat.
Dalam pembahasan kucing ini, Ustaz Agus Salim menjelaskan bahwa kucing dan anjing itu jual belinya haram.
Artinya, baik menjual atau membeli kucing maupun anjing itu haram.
Saat seorang jemaah kajian menanyakan hukum haram tersebut terhadap orang yang melakukan jual beli kucing maupun anjing, padahal zaman sekarang hal tersebut lumrah, Ustaz pun menegaskan bahwa sesuatu yang haram walaupun sekarang ternyata lumrah tidak akan mengubah hukum tersebut.
Bila hal itu haram, selumrah apa pun kegiatan itu maka tetaplah haram.
Hadis Kesepuluh
Dari Anas bin Malik Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata,
“Seorang Badui datang, lalu dia kencing di sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika dia telah meyelesaikan kencingnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar diambilkan setimba besar air, lalu disiramkan kepada (bekas kencing)nya.”
Muttafaq ‘alaih. Riwayat oleh al-Bukhari, 1/65, dan lafaz ini adalah miliknya; dan Muslim, 1/236-237.
Faedah hadis, air kencing (manusia) itu najis, dan wajib menyucikan tempat yang mengenainya baik itu badan, pakaian, wadah, tanah, atau sebagainya.
Cara menyucikan air kencing yang ada pada tanah adalah menyiramkannya dengan air, dan tidak ada isyarat untuk memindahkan debu dari tempat itu baik sebelum menyiramnya maupun setelahnya. Hal serupa (penyuciannya) dengan air kencing adalah (penyucian) najis-najis lainnya, dengan syarat najis-najis tersebut tidak berbentuk padatan.
Ustaz Agus Salim juga menekankan bahwasannya hal tersebut dilakukan apabila air kencing itu di tanah, berbeda halnya apabila di lantai, maka selain menyiramkan air, kita perlu mengepelnya juga.
Hadis Kesebelas
Dari Ibnu Umar Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai, maka ia adalah belalang dan ikan. Adapun dua darah, maka ia adalah limpa dan hati.”
Riwayat oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan dalam sanad-nya terdapat kelemahan.
Faedah hadis, Bangkai belalang dan ikan itu halal dan suci.
Makna bangkai belalang adalah belalang yang mati bukan karena akibat manusia, melainkan mati begitu saja, dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya.
Demikian juga bangkai ikan adalah ikan yang mati bukan akibat perbutan manusia, melainkan yang mati begitu saja, baik dengan sebab hanyut oleh ombak atau keringnya air sungai, atau kerena suatu musibah yang bukan akibat ulah manusia.
Sementara terkait hati dan limpa itu juga halal.
Kaitannya dengan darah, Ustaz menegaskan bahwa darah yang haram itu yang Daman Mas Fuhan yang artinya ‘darah yang mengalir’.
Hadis Keduabelas
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila lalat tercebur di minuman salah seorang di antara kalian, maka hendaknya dia menenggelamkannya, kemudian mengeluarkannya, kerena di salah satu sayapnya terdapat penyakit, sementara di sayap lainnya terdapat obat (penawarnya).”
Riwayat oleh al-Bukhari, 4/158 dan 7/181 dan Abu Dawud.
Dan beliau menambahkan,
“Sesungguhnya ia melindungi dirinya dengan sayap yang beracun.”
Pada pembahasan ini, apabila terdapat lalat yang tercebur pada minuman kita, minuman tersebut masih dapat kita minum dengan memperhatikan hadis tersebut.
Dalam hal ini, Ustaz menjabarkan suatu kondisi apabila sayap lalat yang mengenai minuman kita ialah sayap yang terdapat racun, lantas kita tidak menenggelamkannya, maka kita tidak akan mendapat penawarnya.
Hadis Ketigabelas
Dari Abu Waqid al-Laitsi Radhiallahu’ Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bagian tubuh hewan yang dipotong saat hewannya masih hidup, maka potongan tubuhnya adalah bangkai.”
Riwayat oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, beliau menyatakannya hasan dan redaksinya adalah milik at-Tirmidzi.
Ustaz Agus Salim menerangkan bahwa hewan yang tidak disembelih terlebih dahulu (dengan syariat Islam) dan lantas dipotong bagian tubuhnya, maka potongan itu ialah bangkai.
Sementara bangkai yang halal hanyalah dua yakni bangkai belalang dan ikan.
Pada akhir pembahasan hadis-hadis, Ustaz menegaskan bahwa dengan mengetahui hadis-hadis tersebut, salah satu manfaat yang dapat kita peroleh ialah dapat bijak tatkala dalam kondisi kesulitan air.
Kita dapat mengetahui air yang bagaimana yang suci lagi menyucikan, juga harapannya dapat bijak menggunakan air dalam kehidupan sehari-hari.
Berlanjut, Kajian Khusus Kitab Bulughul Maram Akan Hadir Setiap Rabu
Kajian perdana yang berlangsung pada Rabu, 4 November 2020 ini rencananya akan terselenggara secara rutin setiap Rabu.
Hal ini disampaikan oleh Fitri, selaku salah satu pengurus Sabahat Ummahat Bali.
Meskipun baru terselenggara sekali, sekitar 19 orang mengikuti kajian ini dengan antusiasme yang tinggi.
Para jemaah aktif bertanya dalam setiap pembahasan per hadisnya.
Sementara untuk lokasi kajian khusus ini nantinya akan tetap berlangsung pada lokasi yang sama.
“Lokasi untuk kajian tetap di Sekretariat Yayasan Sahabat Subuh Bali,” tutur Fitri.
Terkait soal jemaah yang boleh mengikuti kajian khusus Kitab Bulughul Maram ini, Fitri menerangkan bahwa siapa saja boleh mengikuti.
(ITM)