Rendah hati, atau tawaddhu’ dalam bahasa Arab, merupakan akhlak mulia yang ditekankan secara kuat dalam ajaran Islam. Bukan sekadar sifat yang dianjurkan, melainkan kewajiban bagi setiap muslim yang ingin mencapai derajat ketakwaan sejati. Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW secara eksplisit memerintahkan dan menjanjikan pahala bagi mereka yang mengamalkannya, sekaligus memperingatkan bahaya kesombongan yang menjadi antitesanya. Pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya tawaddhu’ memerlukan pengkajian mendalam terhadap ayat-ayat suci dan sabda Rasulullah SAW, yang akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan ini.
Al-Quran: Landasan Tauhid dan Kerendahan Hati
Ayat Al-Quran surat Al-Furqan ayat 63, yang dikutip dalam berita asal, menjadi landasan penting dalam memahami konsep tawaddhu. Meskipun terjemahannya tidak disertakan secara lengkap dalam berita tersebut, inti ayat tersebut menekankan perilaku hamba Allah yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Mereka tidak sombong, tidak angkuh, dan senantiasa bersikap lemah lembut, bahkan ketika dihadapkan pada orang-orang yang jahil atau kurang beradab. Sikap ini bukan sekadar kelemahan, melainkan cerminan keimanan yang kuat dan pemahaman mendalam tentang kedudukan manusia di hadapan Sang Pencipta.
Ayat tersebut menggambarkan tawaddhu’ sebagai bagian integral dari ketaatan kepada Allah SWT. Kerendahan hati bukanlah sekadar perilaku eksternal, melainkan refleksi dari keimanan yang tertanam dalam hati. Hamba Allah yang rendah hati menyadari keterbatasan dirinya, betapa kecilnya ia di hadapan kebesaran Allah SWT, dan betapa besarnya rahmat dan karunia yang telah diterimanya. Oleh karena itu, ia tidak merasa berhak untuk sombong atau menyombongkan diri atas apa pun yang dimilikinya, baik berupa harta, kekuasaan, ilmu pengetahuan, maupun kecantikan fisik.
Hadits Nabi: Petunjuk Praktis dan Janji Pahala
Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW semakin memperjelas pentingnya tawaddhu’ dan konsekuensi dari sikap yang berlawanan, yaitu kesombongan. Beberapa hadits yang relevan, seperti yang dikutip dalam berita asal, memberikan petunjuk praktis dan janji pahala bagi mereka yang senantiasa merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan sesama manusia.
Hadits pertama yang dikutip, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk bersikap tawaddhu. Ini menunjukkan teladan yang harus diikuti oleh seluruh umat Islam. Nabi SAW sendiri, meskipun memiliki kedudukan mulia sebagai utusan Allah SWT, senantiasa menunjukkan kerendahan hati dalam setiap aspek kehidupannya. Beliau bergaul dengan sahabat-sahabatnya tanpa membeda-bedakan, mendengarkan keluhan mereka dengan sabar, dan selalu siap membantu siapa pun yang membutuhkan.
Hadits kedua, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, menegaskan bahwa Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang rendah hati karena Allah SWT. Ini merupakan janji yang sangat besar, karena Allah SWT sendiri yang akan mengangkat derajat seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Kenaikan derajat ini bukan hanya berupa kedudukan sosial atau kekayaan materi, melainkan juga peningkatan spiritual dan kedekatan dengan Allah SWT.
Hadits ketiga, diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim, menunjukkan konsekuensi yang berlawanan bagi orang yang sombong. Allah SWT akan merendahkan orang yang sombong, menunjukkan bahwa kesombongan akan berbuah kebinasaan. Ini bukan sekadar hukuman duniawi, melainkan juga ancaman terhadap keselamatan akhirat.
Hadits keempat, yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, memberikan peringatan keras tentang bahaya kesombongan. Hadits ini menegaskan bahwa orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar zarrah pun tidak akan masuk surga. Ini menunjukkan betapa seriusnya Allah SWT memandang kesombongan, bahkan dalam bentuk yang sekecil apa pun. Hadits ini juga menjelaskan bahwa kesombongan bukan hanya tentang penampilan luar, seperti pakaian mewah, tetapi lebih kepada sikap hati yang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Hadits kelima, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menunjukkan keutamaan orang yang rendah hati. Hadits ini menghubungkan tawaddhu’ dengan berbagai kebaikan lainnya, seperti bersedekah dan memaafkan. Orang yang rendah hati tidak akan merasa kehilangan karena bersedekah, karena ia menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya adalah anugerah dari Allah SWT. Ia juga akan mudah memaafkan kesalahan orang lain, karena ia menyadari bahwa dirinya sendiri pun tidak luput dari kesalahan.
Implikasi Praktis Tawaddhu’ dalam Kehidupan Sehari-hari
Konsep tawaddhu’ bukan hanya sekadar teori keagamaan, melainkan memiliki implikasi praktis yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dijelaskan dalam buku "Pendidikan Karakter Islam" karya Hilyah Ashoumi, tawaddhu’ merupakan sikap mental dan perilaku yang mencerminkan pengakuan realistis terhadap kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Seseorang yang rendah hati tidak akan meremehkan atau merendahkan dirinya sendiri, tetapi juga tidak akan menganggap dirinya lebih baik dari orang lain.
Orang yang rendah hati memiliki beberapa karakteristik penting, antara lain:
- Terbuka terhadap kritik dan saran: Mereka tidak defensif ketika menerima kritik, melainkan menggunakannya sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri.
- Mampu mengakui kesalahan: Mereka tidak takut untuk mengakui kesalahan dan belajar dari pengalaman.
- Memiliki empati dan kepedulian: Mereka peka terhadap perasaan orang lain dan berusaha untuk membantu mereka.
- Mampu menjalin hubungan yang baik: Mereka mudah bergaul dengan orang lain dan membangun hubungan yang harmonis.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, tawaddhu’ menjadi kunci terciptanya kerukunan dan persatuan. Seseorang yang rendah hati akan menghormati pendapat orang lain, meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri. Ia akan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, tanpa merasa lebih penting atau lebih berhak daripada orang lain.
Kesimpulan:
Rendah hati (tawaddhu’) merupakan pilar penting dalam kehidupan seorang muslim. Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW secara tegas memerintahkan dan menjanjikan pahala bagi mereka yang mengamalkannya, sekaligus memperingatkan bahaya kesombongan. Tawaddhu’ bukan hanya sekadar sifat yang dianjurkan, melainkan kewajiban yang harus diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam hubungan dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia. Dengan mengamalkan tawaddhu’, seorang muslim akan mampu membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitarnya dan meraih derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, menumbuhkan dan memelihara kerendahan hati merupakan investasi akhirat yang sangat berharga.