ERAMADANI.COM, JAKARTA – Mentri pendidikan Nadiem Makarim, telah mengungkapkan rencananya terkait perubahan sistem ujian nasional. Berbagai tanggapan dikeluarkan dari beberapa akademisi.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, pengamat pendidikan dari Komnas Pendidikan Andreas menyarankan Nadiem untuk menjelaskan dengan rinci kepada masyarakat terkait wacana penghapusan UN.
Pasalnya, menurut Andreas perkara penghapusan UN sebenarnya sudah jadi perdebatan lama, dan hingga kini belum menemui titik terang yang lebih baik.
“Ini harus betul-betul gamblang. Jadi enggak bisa ujuk-ujuk berhenti, ada nanti model yang hampir sama. Masyarakat nanti juga bilangnya, ‘ya itu mah ujung-ujungnya sama saja. Ganti menteri ganti kebijakan’. Intinya sama,” ujar Andreas kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/12/2019) lalu.
Pro Kontra Soal Ujian Nasioanal
Andreas mengatakan polemik ujian nasional sebagai penentu akhir di masa sekolah kerap kali menuai pro-kontra dari sejumlah pihak, terutama pelajar dan orang tua murid.
Pihak dari sekolah dan kementerian kebanyakan condong menginginkan UN tetap dilaksanakan. Salah satu dalihnya adalah perkara motivasi belajar siswa.
Namun selama UN terus dijalankan, sistem pelaksanaannya dinilai tak lebih baik dan tidak memberi dampak positif.
“Sementara itu dipaksakan terus, tapi toh enggak ada perubahan. Tidak ada perubahan yang lebih baik”, tuturnya.
“Justru cenderung nilainya selama ini kan dikatrol. Setiap daerah dengan tingkat katrolan yang berbeda-beda. Kalau menurut kami justru menjerumuskan peserta didik kita, kalau memang prakteknya seperti itu,” tambahnya.
Tanggapan Andreas Soal UN
Ia mengatakan wacana Nadiem menghapus UN sejatinya sangat berani. Namun, sambung Andreas, Nadiem perlu memikirkan dengan serius penggantinya, karena UN tidak bisa begitu saja dihapus.
Cuma ini harus betul-betul dipikirkan penggantinya apa. Solusinya bagaimana, dan ke depannya harus bagaimana.
“Karena kekhawatiran orang tua, guru, kepala sekolah sebagian besar takut anaknya enggak mau belajar. Ini harus cari terobosan bagaimana tanpa UN tapi minat belajar peserta didik tetap,” tutur Andreas.
Nadiem juga dikatakan perlu memerhatikan standar kelulusan bagi siswa di sekolah andai UN benar-benar dihapus. Pasalnya, menurut Andreas sekolah belum berani menyatakan standar kelulusan siswa sendiri.
“Apalagi zaman sekarang. Kalau peserta didik tidak naik orang tua bisa komplain mengadukan. Kalau guru salah ngomong bisa dilaporkan oleh orang tua. Keberanian dengan cara yang terukur yang menyatakan naik atau tidak naik itu harus punya,” tambah Andreas.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim juga sependapat dengan wacana Nadiem menghapus UN.
Ia mengatakan UN saat ini tidak lagi jadi acuan pencapaian pembelajaran anak, tapi hanya mencari nilai tertinggi.
“Anak-anak kita bukan lagi belajar bagaimana mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka” ucapnya
“Bukan lagi bagaimana mengembangkan kemampuan daya nalar mereka, bukan pula bagaimana mereka mampu menguasai teori-teori dasar,” tutur Ramli dalam keterangannya kepada wartawan.
Rencana peniadaan UN itu disampaikan Nadiem saat hadir dalam dalam rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12).
Nadiem menyatakan peniadaan UN itu akan dilakukan mulai 2021, dan bakal diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimun dan Survei Karakter.
Pertimbangan dari wacana ini, dikatakan Nadiem, karena UN punya banyak masalah.
Beberapa di antaranya UN dianggap terlalu padat materi, sehingga murid hanya fokus menghafal. UN juga disebut banyak membuat murid stres. (IAA)