Jakarta, 12 Februari 2025 – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menetapkan 1 Maret 2025 sebagai awal bulan Ramadan 1446 Hijriah. Pengumuman ini sekaligus menjadi momentum bagi PP Muhammadiyah untuk meluncurkan seruan moral dan ajakan transformatif kepada seluruh umat Islam di Indonesia dan elemen bangsa lainnya. Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto, dalam konferensi pers hari ini, menekankan pentingnya Ramadan sebagai periode pencerahan spiritual dan transformasi diri yang berdampak nyata bagi kehidupan individu dan bangsa.
Seruan yang disampaikan Agung Danarto bukan sekadar imbauan ritual semata, melainkan panggilan untuk melakukan introspeksi mendalam dan perubahan perilaku yang berkelanjutan. "Bagi segenap kaum muslimin, mari jadikan puasa dan ibadah Ramadan lainnya sebagai jalan baru kerohanian untuk melahirkan pencerahan hidup, baik pencerahan dalam beragama maupun menjalani kehidupan secara keseluruhan," tegasnya. Agung menekankan bahwa puasa Ramadan hendaknya melampaui ritual tahunan yang bersifat seremonial. Ia harus menjadi wahana transformatif yang melahirkan perubahan positif dan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih dari sekadar menjalankan kewajiban agama, Agung mengajak umat Islam untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ketakwaan ini, menurutnya, harus tercermin dalam tindakan dan perilaku nyata yang berdampak positif bagi lingkungan sekitar. "Puasa Ramadan niscaya menghadirkan pencerahan rohaniah multi aspek sehingga setiap muslim secara individual maupun kolektif menebar kemaslahatan bagi diri dan lingkungannya. Jadikan puasa sebagai wahana atau jalan pencerahan," lanjutnya. Hal ini berarti, ibadah puasa tidak hanya berhenti pada aspek ritual, tetapi juga harus bertransformasi menjadi aksi nyata dalam kehidupan sosial.
Agung secara eksplisit menyerukan penghapusan sifat-sifat tercela yang seringkali menghambat pertumbuhan spiritual dan sosial. Amarah, kedengkian, kesombongan, dan perilaku boros menjadi sasaran utama seruan ini. Ia mengingatkan pentingnya hidup sederhana dan menghindari gaya hidup konsumtif yang berlebihan, terutama di tengah masih banyaknya masyarakat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. "Muslim yang tercerahkan buah dari ibadah puasa tidak akan mudah marah, buru ujaran, dengki, dendam, congkak, menebar permusuhan dan segala perangai yang buruk. Jauhi pola hidup boros, berlebihan, dan pamer kemewahan di tengah banyak anak bangsa yang hidupnya susah dan berkekurangan," tegasnya. Pesan ini mengandung kritik sosial yang tajam terhadap perilaku hedonisme dan ketidakpedulian sosial yang masih marak di tengah masyarakat.
Seruan untuk meningkatkan kepedulian sosial menjadi poin penting lainnya dalam pesan Ramadan Muhammadiyah. Agung mengajak umat Islam untuk lebih peka terhadap penderitaan sesama, khususnya mereka yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. "Kembangkan kepedulian sosial yang tinggi untuk senantiasa rela berbagi dengan sesama, terutama kepada saudara-saudara sebangsa yang hidupnya berkekurangan dan terkena musibah," katanya. Ajakan ini menggarisbawahi pentingnya solidaritas sosial dan tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang adil dan berkesejahteraan. Ramadan, menurut Agung, harus menjadi momentum untuk memperkuat ikatan sosial dan mempererat rasa kebersamaan.
Lebih jauh, Agung menekankan pentingnya membangun karakter religius dan beradab luhur. Ia berharap Ramadan dapat membentuk manusia Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti kejujuran, keberanian, dan ketegasan. "Melalui ibadah puasa yang mencerahkan, dapat terbangun karakter manusia Indonesia yang religius dan berkeadaban luhur, serta keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya," jelasnya. Pembentukan karakter ini bukan hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga untuk kemajuan bangsa dan negara.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Agung juga menyerukan kepada para pemimpin, baik di tingkat nasional maupun daerah, untuk menjadikan Ramadan sebagai momentum introspeksi diri. Ia mengajak mereka untuk mengevaluasi kinerja dan kebijakan publik yang telah diambil, serta memastikan bahwa kebijakan tersebut memberikan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi rakyat. "Kepada para tokoh negeri, baik nasional maupun daerah, hendaknya menjadikan Ramadan sebagai bulan berintrospeksi dalam menjalankan amanat rakyat dan kebijakan-kebijakan publik yang memberi kemaslahatan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara," imbaunya. Seruan ini merupakan bentuk tanggung jawab moral para pemimpin untuk selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan perpecahan dan keresahan. Agung secara implisit mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Selain itu, Agung juga berharap Ramadan dapat menjadi momentum untuk memperkaya ilmu dan hikmah. Ia percaya bahwa dengan ilmu dan hikmah yang tinggi, Indonesia dapat mencapai kemajuan dan kemaslahatan hidup bersama. "Semoga Indonesia menjadi negara bangsa yang dirahmati dan diberkahi Allah Subhanahu wa ta’ala," pungkasnya. Pesan ini menyiratkan bahwa pembangunan bangsa tidak hanya bergantung pada aspek material, tetapi juga pada aspek spiritual dan intelektual. Kemajuan bangsa Indonesia, menurut Agung, harus didasarkan pada nilai-nilai agama, moral, dan ilmu pengetahuan.
Secara keseluruhan, seruan PP Muhammadiyah menjelang Ramadan 2025 ini merupakan ajakan untuk melakukan transformasi diri dan sosial yang komprehensif. Bukan hanya sekadar menjalankan ibadah ritual, tetapi juga untuk mewujudkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin dalam kehidupan sehari-hari. Pesan ini mengandung kritik sosial yang tajam, sekaligus harapan besar untuk membangun Indonesia yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Ajakan untuk introspeksi diri, baik bagi individu maupun para pemimpin, menjadi inti dari seruan ini. Ramadan, menurut Muhammadiyah, harus menjadi momentum untuk memperbaiki diri dan membangun bangsa menuju masa depan yang lebih cerah. Seruan ini juga menekankan pentingnya peran agama dalam membangun karakter bangsa dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Dengan demikian, pesan Ramadan Muhammadiyah ini tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh elemen bangsa yang ingin berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih baik.