Jakarta, 18 Februari 2025 – Perhitungan astronomi menunjukkan bahwa bulan suci Ramadan 1446 Hijriah diperkirakan akan dimulai pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Prediksi ini disampaikan oleh Presiden Masyarakat Astronomi Jeddah (JAS), Majed Abu Zahra, yang menjelaskan bahwa penentuan awal Ramadan didasarkan pada penampakan hilal, bulan sabit muda yang menandai awal bulan baru dalam kalender Hijriah. Pernyataan Abu Zahra ini sejalan dengan prediksi serupa yang dikeluarkan oleh astronom di Uni Emirat Arab (UEA).
Perbedaan mendasar antara kalender Hijriah dan Masehi menjadi kunci pemahaman mengapa tanggal awal Ramadan setiap tahunnya berbeda dan terkadang menunjukkan fenomena sinkronisasi yang unik seperti yang diperkirakan terjadi pada tahun 2025 ini. Kalender Hijriah, yang berbasis lunar (perhitungan bulan), memiliki tahun yang terdiri dari 354 atau 355 hari, sepuluh hingga dua belas hari lebih pendek daripada tahun Masehi yang berbasis solar (perhitungan matahari) dengan 365 atau 366 hari (tahun kabisat).
Perbedaan durasi tahun ini menyebabkan pergeseran bertahap tanggal-tanggal dalam kalender Hijriah relatif terhadap kalender Masehi. Setiap tahun, bulan-bulan Hijriah seolah-olah "mundur" sejauh sepuluh hingga dua belas hari dalam kalender Masehi. Siklus ini berulang selama kurang lebih 33 tahun, di mana bulan-bulan Hijriah akan melewati seluruh musim dalam setahun.
"Karena tahun Hijriah lebih pendek daripada tahun Masehi," jelas Abu Zahra kepada Saudi Gazette, "bulan-bulan Hijriah berangsur-angsur mundur dalam kalender Masehi sebanyak 10 hingga 12 hari setiap tahun. Akibatnya, bulan Hijriah melewati semua musim dalam setahun selama siklus 33 tahun."
Fenomena sinkronisasi yang langka, di mana 1 Ramadan bertepatan dengan 1 Maret, terjadi ketika posisi matahari dan bulan berada dalam keselarasan tertentu. Abu Zahra menekankan bahwa keselarasan ini merupakan bukti ketepatan matematis dan astronomi dalam pergerakan bulan dan bumi. Meskipun tidak terjadi setiap tahun, peristiwa ini berulang dengan pola yang serupa setiap sekitar 33 tahun, meskipun pada bulan yang berbeda.
"Sinkronisasi yang tepat—seperti kasus 1 Ramadan 1446 bertepatan dengan 1 Maret 2025—hanya terjadi ketika bulan dan matahari selaras, dan keselarasan ini mencerminkan ketepatan matematis dan astronomi dalam pergerakan bulan dan bumi. Sinkronisasi seperti itu tidak sering terjadi namun terjadi kembali dengan cara yang sama kira-kira setiap 33 tahun, meski pada bulan yang berbeda," tegas Abu Zahra.
Lebih lanjut, Abu Zahra memandang fenomena ini sebagai pengingat akan dinamika waktu dan fleksibilitas sistem penanggalan. Ia juga menyoroti kompatibilitas antara siklus astronomi yang menjadi dasar dari kedua sistem kalender, Hijriah dan Masehi. "Ini juga menyoroti kompatibilitas antara siklus astronomi yang menjadi dasar semua sistem kalender," tambahnya.
Prediksi Abu Zahra diperkuat oleh perhitungan astronomi yang dilakukan oleh para ahli di UEA. Ketua Emirates Astronomy Society, Ibrahim Al-Jarwan, seperti yang dikutip Gulf News, menyatakan bahwa hilal akan terlihat setelah konjungsi matahari dan bulan pada Jumat, 28 Februari 2025 pukul 04.45 AM waktu UEA. Berdasarkan perhitungannya, ketinggian bulan akan mencapai 6 derajat dengan umur 13 jam 35 menit saat matahari terbenam. Karena bulan akan terbenam 31 menit setelah matahari terbenam, visibilitas hilal diprediksi memungkinkan. Oleh karena itu, Al-Jarwan juga memprediksi awal Ramadan pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Perbedaan metodologi dalam menentukan awal Ramadan di berbagai negara perlu diperhatikan. Meskipun perhitungan astronomi memberikan prediksi yang akurat, penentuan awal Ramadan secara resmi di beberapa negara masih bergantung pada pengamatan langsung hilal oleh petugas yang ditunjuk. Pengamatan langsung ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi cuaca dan posisi geografis yang dapat mempengaruhi visibilitas hilal.
Perbedaan ini seringkali menyebabkan perbedaan tanggal awal Ramadan di beberapa negara, meskipun perhitungan astronomi menunjukkan tanggal yang sama. Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam menyelaraskan sistem penanggalan berbasis lunar dengan aktivitas kehidupan manusia yang terikat pada sistem penanggalan solar.
Kesimpulannya, prediksi awal Ramadan 1446 H pada 1 Maret 2025 berdasarkan perhitungan astronomi dari Arab Saudi dan UEA menunjukkan sebuah sinkronisasi yang langka antara kalender Hijriah dan Masehi. Peristiwa ini menjadi pengingat akan ketepatan perhitungan astronomi dan kompleksitas dalam menyelaraskan dua sistem penanggalan yang berbeda. Meskipun prediksi ini akurat secara astronomis, penentuan resmi awal Ramadan tetap bergantung pada pengamatan hilal di berbagai wilayah, yang dapat menghasilkan perbedaan tanggal di beberapa negara. Perbedaan ini justru menggarisbawahi kekayaan budaya dan tradisi dalam memperingati bulan suci Ramadan di seluruh dunia. Peristiwa ini juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan pemahaman publik tentang ilmu astronomi dan perannya dalam menentukan peristiwa-peristiwa penting dalam kalender Hijriah.