Bulan Rajab, salah satu bulan haram dalam kalender Islam, telah tiba. Bulan yang dipenuhi keberkahan ini kerap diiringi berbagai amalan sunnah, salah satunya adalah memperbanyak dzikir dan doa. Beredar pula anjuran untuk membaca tasbih tertentu sebanyak 100 kali setiap hari sepanjang bulan Rajab. Namun, di tengah maraknya informasi, penting bagi umat Islam untuk memahami konteks dan landasan ajaran agama terkait praktik keagamaan tersebut. Lebih penting lagi, mengutamakan pemahaman yang benar tentang esensi ibadah dan menjauhi tindakan yang berpotensi mengarah pada takhayul atau bid’ah.
Anjuran membaca tasbih 100 kali sehari selama bulan Rajab, meski tersebar luas di media sosial dan berbagai platform digital, tidak ditemukan dalam dalil-dalil agama yang shahih. Tidak ada hadits Nabi Muhammad SAW yang secara spesifik menyebutkan amalan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk berhati-hati dan tidak terjebak dalam praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah. Amalan-amalan keagamaan yang dianjurkan haruslah bersumber dari ajaran Islam yang sahih dan terhindar dari penafsiran yang keliru atau berlebihan.
Lebih jauh, fokus utama dalam menjalankan ibadah di bulan Rajab, dan bulan-bulan lainnya, seharusnya tertuju pada peningkatan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah mahdhah seperti shalat, puasa, dan zikir, hingga ibadah ghair mahdhah seperti berbuat baik kepada sesama, menjaga silaturahmi, dan menghindari perbuatan tercela. Bulan Rajab menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan, bukan sekadar menjalankan amalan-amalan tertentu secara ritualistik tanpa pemahaman yang mendalam.
Ayat Al-Quran yang dikutip, QS Al-Hujurat: 12, sebenarnya memberikan pesan yang sangat penting dan relevan dengan konteks praktik keagamaan di bulan Rajab, bahkan sepanjang tahun. Ayat tersebut secara tegas melarang prasangka buruk dan ghibah (menggunjing). "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Ayat ini menjadi pengingat penting bagi setiap muslim untuk senantiasa menjaga lisan dan hati dari prasangka buruk terhadap sesama. Prasangka buruk, yang seringkali didasari oleh informasi yang tidak valid atau bahkan fitnah, dapat merusak hubungan antar sesama muslim dan menciptakan perpecahan di tengah umat. Ghibah, atau menggunjing, juga merupakan perbuatan tercela yang dilarang dalam Islam. Perbuatan ini dapat melukai hati orang yang digunjing dan merusak reputasinya. Analogi memakan daging saudara sendiri yang sudah mati menggambarkan betapa kejinya perbuatan ghibah dan prasangka buruk.
Oleh karena itu, selain menjalankan amalan-amalan sunnah yang sesuai dengan ajaran Islam yang sahih, umat Islam juga perlu memperhatikan aspek akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan sesama. Menghindari prasangka buruk dan ghibah merupakan bagian integral dari ketakwaan kepada Allah SWT. Bulan Rajab, dengan segala keberkahannya, seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan, bukan hanya sekadar menjalankan amalan-amalan tertentu tanpa memperhatikan aspek akhlak dan etika.
Lebih lanjut, perlu ditekankan bahwa keutamaan bulan Rajab terletak pada kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amalan ibadah yang sesuai dengan tuntunan agama. Perbanyak membaca Al-Quran, mengerjakan shalat sunnah, berpuasa sunnah, berdzikir, berdoa, dan bersedekah merupakan amalan-amalan yang dianjurkan dan memiliki landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah. Amalan-amalan ini lebih bermakna jika diiringi dengan niat yang ikhlas dan dijalankan dengan penuh kesadaran dan ketaatan kepada Allah SWT.
Dalam konteks praktik keagamaan, penting bagi umat Islam untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih dan menghindari praktik-praktik yang tidak memiliki dasar yang kuat. Mengikuti anjuran-anjuran yang tidak jelas asal-usulnya dapat berpotensi mengarah pada takhayul atau bid’ah, yang dapat mengurangi nilai ibadah dan bahkan membahayakan keimanan. Oleh karena itu, sebaiknya umat Islam senantiasa berhati-hati dan selektif dalam menerima informasi keagamaan, dan selalu mengacu pada sumber-sumber yang terpercaya dan sahih.
Perlu juga diingat bahwa ibadah bukanlah sekadar rutinitas yang dilakukan secara mekanis. Ibadah yang hakiki adalah ibadah yang dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan pemahaman. Memahami makna dan tujuan dari setiap amalan ibadah akan meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bulan Rajab, sebagai bulan yang penuh keberkahan, merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang benar dan sesuai dengan tuntunan agama.
Kesimpulannya, meski anjuran membaca tasbih 100 kali sehari selama bulan Rajab beredar luas, penting untuk diingat bahwa amalan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah. Fokus utama dalam menjalankan ibadah di bulan Rajab adalah meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT, termasuk menjaga akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan sesama, menjauhi prasangka buruk dan ghibah, serta menjalankan amalan-amalan sunnah yang sesuai dengan ajaran Islam yang sahih. Semoga bulan Rajab ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Marilah kita isi bulan Rajab dengan amalan-amalan yang bermanfaat dan diridhoi Allah SWT, serta senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar dan sahih. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita semua.