ERAMADANI.COM, LOMBOK – Lombak Barat mengelar event Pujawali dan Perang Topat yang merupakan sebuah seni budaya antara Umat Muslim dan Hindu sebagai wujud toleransi.
Kegiatan ini digelar di Taman Lingsar, pada Rabu (11/12/2019) lalu, yang dihadiri oleh Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid.
Saat memberikan sambutan ia berjanji akan mengajak kepala daerah Bali ikuti kesenian Perang Topat dan Pujawli yang merupakan kegiatan seni budaya antara umat Muslim dan Hindu.
Kegiatan Pujawali dan Perang Topat menyuguhkan pluralisme kuat yang melibatkan dua umat beragama yaitu Islam dan Hindu.
“Insya Allah sebelum acara puncak Perang Topat tahun 2020 saya keliling Bali untuk mengundang sejumlah bupati dan walikota,” tegas bupati.
Ia juga menyampaikan pemerintah akan mengikuti rangkaian kegiatan, dan menjalin kerjasama antara Lombok-Bali untuk mewujudkan kebersamaan di NKRI.
“Kegiatan ini sarat dengan simbol-simbol bahwa dua suku dan agama ini saling menghormati, saling menghargai,” ujar bupati.
Pujawali dan Perang Topat
Kemudian ia menjelaskan secara singkat Pujawali dan Perang Topat, bahwa di Lingsar pernah didatangi seorang wali (Muslim) dari Demak-Jawa.
Kedatangannya untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat yang relatif bersamaan, datang pula orang Hindudari Bali untuk menyebarkan agama Hindu di Lingsar.
Dalam situasi yang mengarah ke konflik tersebut, muncul ide dari para sesepuh Muslim maupun Hindu mentransformasi potensi konflik ke dalam bentuk Perang Topat.
“Dari Lingsar untuk Lombok Barat, dari Lombok Barat untuk Nusa Tenggara Barat, dan dari Nusa Tenggara Barat untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar bupati bersemangat.
Menutup sambutannya, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh komponen yang terlibat dalam gelaran Perang Topat ini.
Baik remaja-remaji kedua agama, tokoh adat kedua agama serta seluruh pihak yang terlibat. Mereka dengan semangat yang kuat telah mendukung acara ini.
Ia juga mengajak masyarakat untuk semangat dan tetap optimis untuk memajukan pariwisata berkelanjutan di Lombok Barat.
Pintanya dihadapan duta dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Forkopimda Lombok Barat, Pejabat lingkup Provinsi NTB.
Pelaku pariwisata, pelaku seni budaya serta masyarakat umum yang sengaja datang dari luar Lombok Barat.
Meriahnya Event Kesenian di Lombok Barat
Kegiatan yang digelar ini diramaikan dengan beragam tarian diantaranya Gendang Beleq, Baris Lingsar, Tari Perang Topat, dan Gerobak Sasak.
Pujawali dan Perang Topat merupakan ritual tradisi turun temurun masyarakat di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan ini memperlihatkan toleransi antar dua umat beragama serta melestarikan budaya leluhur nenek moyang. Salah seorang warga yang kerap hadir mengakui hal itu.
“Perang Topat ini ada sejak dulu masih zaman Presiden Soekarno sampai sekarang. Dan satu -satunya di Lingsar. Cari di mana-mana, tidak ada kecuali di Lingsar,” ujar Amaq Li (57) warga Desa Lingsar.
Selain itu ia menyebutkan ritual dilakukan oleh Umat Hindu dan Muslim dengan persembahyangan yang dilakukan bersamaan di masing-masing tempat yakni di pura dan kemalik.
Setelah itu kedua umat melepas topat yang sudah didoakan untuk dilempar kepada warga masyarakat baik Muslim maupun Hindu yang ikut ‘berperang’.
Kemudian, setelah saling lempar ketupat seukuran buah rambutan, sejumlah masyarakat mengambil dan membawa pulang.
Mereka meyakini topat yang dibawa dapat menyuburkan tanaman buah, caranya mereka menggantung di pohon atau ditaruh di sawah.
Dipercaya, topat tersebut akan membawa keberkahan dan kesuburan baik sawah maupun tanaman.
“Saya selalu datang setiap ada acara Pujawali Perang Topat untuk cari topat. Untuk saya taruh di sawah,” kata Amaq Li.
Kapan Kegiatan ini Dilakukan?
Upacara sakral yang memiliki nilai ritual yang sangat dalam dan magis ini biasanya dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purnama Sasih ke Pituq menurut warige sasak.
Kegiatan yang dilakukan dari generasi ke generasi ini menunjukkan sikap hormat kesetiaan kepada Datu Semilir atas jasanya mensyiarkan Agama Islam tempoe dulu dan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT.
Selain itu event Perang Topat ini dilaksanakan setelah selesainya persembahyangan Umat Hindu yaitu ketika raraq kembang waru atau di saat bergugurannya kembang waru sekitar pukul 17.00 Wita atau sebelum Magrib.
Perang Topat juga bisa dimaknai sebagai upaya menguatkan tali persaudaraan serta hubungan silaturahmi antara masyarakat Sasak Hindu dan masyarakat Sasak Islam.
Sebagian masyarakat Lingsar meyakini bahwa upacara ini akan memberi berkah dengan turunnya hujan.
Sementara sebagian yang lain menyebutkan bahwa upacara ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang dikaruniakan oleh Yang Maha Kuasa bagi kemakmuran dan kesuburan alam. (HAD)