• Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
No Result
View All Result
Era Madani
  • Bali
  • Berita
  • Kabar
  • Featured
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Budaya
  • Pariwisata
  • Sejarah
  • Gagasan
  • Warga Net
  • Wisata Halal
Era Madani
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
    animate
No Result
View All Result
Era Madani
No Result
View All Result
Puasa Arafah: Sunnah Muakkadah yang Penuh Keutamaan, Bolehkah Dilewatkan?

Puasa Arafah: Sunnah Muakkadah yang Penuh Keutamaan, Bolehkah Dilewatkan?

fatkur rohman by fatkur rohman
in Inspirasi
0 0
0
332
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Bulan Zulhijah, bulan yang penuh berkah bagi umat Islam, menandai puncak ibadah tahunan, yaitu Hari Raya Idul Adha. Namun, sebelum merayakan Idul Adha, terdapat amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu puasa Arafah, yang dijalankan pada tanggal 9 Zulhijah, sehari sebelum hari raya. Puasa ini dikenal luas dengan keutamaannya yang luar biasa, bahkan diyakini mampu menghapus dosa selama dua tahun. Keutamaan ini telah menarik minat banyak muslim untuk melaksanakannya, namun pertanyaan mengenai boleh tidaknya meninggalkan puasa Arafah tetap muncul dan perlu dikaji secara mendalam.

Hukum Puasa Arafah: Sunnah Muakkadah, Bukan Wajib

Hukum puasa Arafah bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji di Arafah adalah sunnah muakkadah. Istilah "sunnah muakkadah" menandakan bahwa amalan ini sangat dianjurkan, bahkan mendekati wajib, namun tetap tidak memiliki sifat wajib. Perbedaan ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan ibadah. Buku "Meraih Surga Dengan Puasa: Panduan Lengkap Puasa Setahun" karya H. Herdiasnyah Achmad, LC, memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hal ini. Penjelasan tersebut menekankan bahwa meskipun sangat dianjurkan, tidak melaksanakan puasa Arafah tidak akan mengakibatkan dosa.

Konsep sunnah dalam Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Djakfar dalam bukunya "Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi", merupakan ajaran yang berasal langsung dari Nabi Muhammad SAW, namun pelaksanaannya tidak diwajibkan. Amalan sunnah, termasuk puasa Arafah, memberikan pahala bagi yang mengerjakannya, namun tidak memberikan hukuman bagi yang meninggalkannya. Oleh karena itu, jawaban atas pertanyaan "Bolehkah tidak puasa Arafah?" adalah: boleh. Kebolehan ini didasarkan pada sifat sunnah dari amalan tersebut.

Namun, kebolehan tersebut tidak berarti mengabaikan keutamaan besar yang terkandung di dalamnya. Mengingat janji penghapusan dosa selama dua tahun, yang diyakini sebagai imbalan atas pelaksanaan puasa Arafah, maka sangat disarankan bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya. Kesempatan untuk meraih pahala sebesar ini hanya datang sekali setahun, sehingga menjadi momentum yang sangat berharga untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kecuali terdapat halangan yang dibenarkan secara syariat, seperti sakit keras, perjalanan jauh yang melelahkan, atau kondisi fisik yang tidak memungkinkan, maka melaksanakan puasa Arafah merupakan pilihan yang lebih utama.

Puasa Arafah: Sunnah Muakkadah yang Penuh Keutamaan, Bolehkah Dilewatkan?

Keutamaan Puasa Arafah: Lebih dari Sekadar Penghapus Dosa

Meskipun hukumnya sunnah, puasa Arafah memiliki keutamaan yang sangat besar dan sayang untuk dilewatkan. Buku "Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-Hari" karya KH. Muhammad Habibillah, merangkum beberapa keutamaan tersebut, yang sebagian besar bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW.

1. Penghapusan Dosa Dua Tahun: Keutamaan yang paling sering dikaitkan dengan puasa Arafah adalah penghapusan dosa selama dua tahun; tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Hadits riwayat Muslim menyebutkan pernyataan Nabi SAW: "Puasa Arafah menghapuskan (dosa) setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Hadits lain yang diriwayatkan Muslim juga menyebutkan harapan Nabi SAW agar puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. Hadits-hadits ini menjadi landasan utama bagi keyakinan akan keutamaan penghapusan dosa ini. Namun, perlu dipahami bahwa penghapusan dosa ini merupakan rahmat dan karunia Allah SWT, dan tidak terlepas dari taubat dan istighfar yang tulus dari hamba-Nya.

2. Kelepasan dari Api Neraka: Selain penghapusan dosa, puasa Arafah juga diyakini sebagai salah satu cara untuk terbebas dari siksa api neraka. Hadits riwayat Muslim menyebutkan bahwa tidak ada hari di mana Allah SWT membebaskan hamba-Nya dari api neraka lebih banyak daripada pada hari Arafah. Hal ini menunjukkan betapa besarnya rahmat dan ampunan Allah SWT yang dilimpahkan pada hari tersebut, khususnya bagi mereka yang menjalankan puasa Arafah dengan penuh keikhlasan dan ketaatan.

3. Doa yang Mustajab: Hari Arafah juga dikenal sebagai hari di mana doa-doa diijabah. Nabi SAW bersabda bahwa sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Beliau juga menyebutkan doa yang beliau panjatkan, yang juga merupakan doa terbaik yang pernah diucapkan oleh para nabi sebelumnya. Doa ini mengandung pengakuan keesaan Allah SWT dan pujian kepada-Nya atas segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Keutamaan ini menekankan pentingnya memperbanyak doa dan dzikir pada hari Arafah, seiring dengan pelaksanaan puasa.

Kesimpulan:

Puasa Arafah merupakan amalan sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang berhaji. Meskipun hukumnya bukan wajib, keutamaan yang luar biasa, seperti penghapusan dosa selama dua tahun, kelepasan dari api neraka, dan diijabahnya doa, membuat amalan ini sangat layak untuk diprioritaskan. Namun, kebolehan untuk meninggalkannya tetap ada, khususnya bagi mereka yang memiliki udzur syar’i. Bagi yang mampu dan tidak memiliki halangan, melaksanakan puasa Arafah merupakan kesempatan emas untuk meraih pahala dan keberkahan yang besar di bulan Zulhijah. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hukum dan keutamaan puasa Arafah. Wallahu a’lam bisshawab.

Previous Post

Materi Khutbah Idul Adha 1446 H: Perspektif Kemenag, NU, dan Muhammadiyah

Next Post

Idul Adha 1446 H: Kesamaan Penetapan di Indonesia dan Arab Saudi, Menandai Puncak Ibadah Haji 2025

fatkur rohman

fatkur rohman

Next Post
Idul Adha 1446 H: Kesamaan Penetapan di Indonesia dan Arab Saudi, Menandai Puncak Ibadah Haji 2025

Idul Adha 1446 H: Kesamaan Penetapan di Indonesia dan Arab Saudi, Menandai Puncak Ibadah Haji 2025

Masjidil Haram: Simbol Keagungan dan Cahaya Iman di Tengah Kegelapan Makkah

Masjidil Haram: Simbol Keagungan dan Cahaya Iman di Tengah Kegelapan Makkah

Polemik Visa Haji Furoda 2025: Aturan Baru Arab Saudi Jadi Biang Kerok, Nasib Jemaah dan Dana Terkatung-katung

Polemik Visa Haji Furoda 2025: Aturan Baru Arab Saudi Jadi Biang Kerok, Nasib Jemaah dan Dana Terkatung-katung

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Twitter Youtube Vimeo Instagram

Category

  • Bali
  • Berita
  • Budaya
  • Featured
  • Gagasan
  • Geopolitik, Kepemimpinan, Kaderisasi, Strategi Partai, Identitas Keumatan, Jaringan Global, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
  • Harmoni
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar
  • Mancanegara
  • Olahraga
  • Opini
  • Pariwisata
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Politik
  • Sejarah
  • Sponsored
  • Teknologi
  • Uncategorized
  • Warga Net
  • Wisata Halal

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • TENTANG KAMI
  • BERITA
  • BALI
  • KABAR
  • FEATURED
  • TIM REDAKSI

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.