Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Bulan Zulhijah, bulan yang penuh berkah bagi umat Islam, menandai puncak ibadah tahunan, yaitu Hari Raya Idul Adha. Namun, sebelum merayakan Idul Adha, terdapat amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu puasa Arafah, yang dijalankan pada tanggal 9 Zulhijah, sehari sebelum hari raya. Puasa ini dikenal luas dengan keutamaannya yang luar biasa, bahkan diyakini mampu menghapus dosa selama dua tahun. Keutamaan ini telah menarik minat banyak muslim untuk melaksanakannya, namun pertanyaan mengenai boleh tidaknya meninggalkan puasa Arafah tetap muncul dan perlu dikaji secara mendalam.
Hukum Puasa Arafah: Sunnah Muakkadah, Bukan Wajib
Hukum puasa Arafah bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji di Arafah adalah sunnah muakkadah. Istilah "sunnah muakkadah" menandakan bahwa amalan ini sangat dianjurkan, bahkan mendekati wajib, namun tetap tidak memiliki sifat wajib. Perbedaan ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan ibadah. Buku "Meraih Surga Dengan Puasa: Panduan Lengkap Puasa Setahun" karya H. Herdiasnyah Achmad, LC, memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hal ini. Penjelasan tersebut menekankan bahwa meskipun sangat dianjurkan, tidak melaksanakan puasa Arafah tidak akan mengakibatkan dosa.
Konsep sunnah dalam Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Djakfar dalam bukunya "Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi", merupakan ajaran yang berasal langsung dari Nabi Muhammad SAW, namun pelaksanaannya tidak diwajibkan. Amalan sunnah, termasuk puasa Arafah, memberikan pahala bagi yang mengerjakannya, namun tidak memberikan hukuman bagi yang meninggalkannya. Oleh karena itu, jawaban atas pertanyaan "Bolehkah tidak puasa Arafah?" adalah: boleh. Kebolehan ini didasarkan pada sifat sunnah dari amalan tersebut.
Namun, kebolehan tersebut tidak berarti mengabaikan keutamaan besar yang terkandung di dalamnya. Mengingat janji penghapusan dosa selama dua tahun, yang diyakini sebagai imbalan atas pelaksanaan puasa Arafah, maka sangat disarankan bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya. Kesempatan untuk meraih pahala sebesar ini hanya datang sekali setahun, sehingga menjadi momentum yang sangat berharga untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kecuali terdapat halangan yang dibenarkan secara syariat, seperti sakit keras, perjalanan jauh yang melelahkan, atau kondisi fisik yang tidak memungkinkan, maka melaksanakan puasa Arafah merupakan pilihan yang lebih utama.
Keutamaan Puasa Arafah: Lebih dari Sekadar Penghapus Dosa
Meskipun hukumnya sunnah, puasa Arafah memiliki keutamaan yang sangat besar dan sayang untuk dilewatkan. Buku "Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-Hari" karya KH. Muhammad Habibillah, merangkum beberapa keutamaan tersebut, yang sebagian besar bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW.
1. Penghapusan Dosa Dua Tahun: Keutamaan yang paling sering dikaitkan dengan puasa Arafah adalah penghapusan dosa selama dua tahun; tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Hadits riwayat Muslim menyebutkan pernyataan Nabi SAW: "Puasa Arafah menghapuskan (dosa) setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Hadits lain yang diriwayatkan Muslim juga menyebutkan harapan Nabi SAW agar puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. Hadits-hadits ini menjadi landasan utama bagi keyakinan akan keutamaan penghapusan dosa ini. Namun, perlu dipahami bahwa penghapusan dosa ini merupakan rahmat dan karunia Allah SWT, dan tidak terlepas dari taubat dan istighfar yang tulus dari hamba-Nya.
2. Kelepasan dari Api Neraka: Selain penghapusan dosa, puasa Arafah juga diyakini sebagai salah satu cara untuk terbebas dari siksa api neraka. Hadits riwayat Muslim menyebutkan bahwa tidak ada hari di mana Allah SWT membebaskan hamba-Nya dari api neraka lebih banyak daripada pada hari Arafah. Hal ini menunjukkan betapa besarnya rahmat dan ampunan Allah SWT yang dilimpahkan pada hari tersebut, khususnya bagi mereka yang menjalankan puasa Arafah dengan penuh keikhlasan dan ketaatan.
3. Doa yang Mustajab: Hari Arafah juga dikenal sebagai hari di mana doa-doa diijabah. Nabi SAW bersabda bahwa sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Beliau juga menyebutkan doa yang beliau panjatkan, yang juga merupakan doa terbaik yang pernah diucapkan oleh para nabi sebelumnya. Doa ini mengandung pengakuan keesaan Allah SWT dan pujian kepada-Nya atas segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Keutamaan ini menekankan pentingnya memperbanyak doa dan dzikir pada hari Arafah, seiring dengan pelaksanaan puasa.
Kesimpulan:
Puasa Arafah merupakan amalan sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang berhaji. Meskipun hukumnya bukan wajib, keutamaan yang luar biasa, seperti penghapusan dosa selama dua tahun, kelepasan dari api neraka, dan diijabahnya doa, membuat amalan ini sangat layak untuk diprioritaskan. Namun, kebolehan untuk meninggalkannya tetap ada, khususnya bagi mereka yang memiliki udzur syar’i. Bagi yang mampu dan tidak memiliki halangan, melaksanakan puasa Arafah merupakan kesempatan emas untuk meraih pahala dan keberkahan yang besar di bulan Zulhijah. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hukum dan keutamaan puasa Arafah. Wallahu a’lam bisshawab.