Jakarta, 5 Februari 2025 – Presiden Prabowo Subianto hadir dalam puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-102 di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025). Kehadirannya bukan sekadar memenuhi undangan kenegaraan, melainkan sebuah pernyataan tentang kedekatan emosional dan kepercayaan yang terjalin antara dirinya dengan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia tersebut. Dalam sambutan yang disampaikan di hadapan ribuan jamaah NU, Prabowo mengungkapkan perasaan aman, nyaman, dan terdorong untuk lebih berani dalam mengemban amanah kepemimpinan.
Suasana haru dan penuh kekeluargaan menyelimuti Istora Senayan. Riuh tepuk tangan dan gema shalawat mengiringi langkah Prabowo memasuki ruangan. Namun, di balik sorak sorai tersebut, tersimpan sebuah pengakuan yang menarik dari sang Presiden. Ia mengungkapkan perasaan nyaman dan aman yang menyergapnya sejak memasuki Istora. Bukan sekedar kenyamanan fisik, melainkan suasana batin yang dirasakannya sebagai suatu energi positif yang dipancarkan oleh para jamaah NU.
"Saya ucapkan terima kasih karena bisa hadir di acara NU ke-102. Begitu saya masuk aula ini, saya merasakan aura kesejukan, aura kekeluargaan, aura niat baik, dan suasana batin yang penuh perdamaian," ujar Prabowo dengan nada suara yang penuh khidmat. Ungkapan tersebut bukan sekedar basa-basi protokoler, melainkan refleksi jujur dari perasaan seorang pemimpin di tengah-tengah rakyatnya. Ia merasakan ikatan batin yang kuat dengan jamaah NU, sebuah ikatan yang memberinya kekuatan dan ketenangan.
"Saya merasa nyaman di tengah-tengah saudara-saudara sekalian. Saya merasa aman dan nyaman," lanjutnya, mengakhiri kalimatnya dengan senyum yang menunjukkan keikhlasan perasaannya. Pernyataan ini disambut gemuruh tepuk tangan dan tawa dari para peserta Harlah, menunjukkan betapa ucapan Prabowo mengalir langsung dari hati dan menciptakan resonansi positif di kalangan jamaah.
Lebih jauh, Prabowo mengungkapkan bahwa kehadirannya di acara Harlah NU memberikannya energi dan semangat baru dalam mengemban tugas kepemimpinannya. Ia merasakan suatu dorongan untuk lebih berani dan teguh dalam mengambil keputusan, serta lebih bertanggung jawab dalam melayani rakyat. Pernyataan ini menunjukkan betapa besar pengaruh dukungan moral dari jamaah NU bagi kepemimpinan Prabowo.
"Sepertinya kalau saya masuk ke sini saya dapat energi baru, saya dapat kekuatan baru. Sepertinya setelah hadir di sini saya tambah berani dan saya tambah bertekad untuk tidak mengecewakan kepercayaan yang diberikan kepada saya," ungkap Prabowo dengan penuh keyakinan. Pernyataan ini menunjukkan kesadaran Prabowo akan tanggung jawab besar yang dietapkan di bahunya sebagai pemimpin negara.
Namun, Prabowo juga mengungkapkan sebuah kelemahan manusia yang dimilikinya: ketakutan. Bukan ketakutan yang lemah, melainkan ketakutan yang berasal dari kesadaran akan potensi untuk mengecewakan rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya. Kejujuran ini justru menunjukkan kebesaran hati dan kerendahan hati seorang pemimpin.
"Saya pun punya ketakutan. Saya takut mengecewakan rakyat saya," jelas Prabowo dengan nada yang rendah hati. Pengakuan ini menunjukkan bahwa Prabowo bukanlah seorang pemimpin yang takabur dan tak pernah merasa takut akan kesalahan. Sebaliknya, ia sadar akan kemampuan terbatasnya dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi rakyatnya.
Untuk mengatasi ketakutan dan mencari petunjuk dalam memimpin, Prabowo mengungkapkan kedekatannya dengan ulama. Ia menjelaskan bahwa kedekatan ini bukanlah hal yang baru, melainkan telah terjalin sejak lama, sejak masa ia masih bertugas sebagai seorang prajurit.
"Saya kira tokoh-tokoh ulama yang ada mengerti, mengenal saya bahwa saya memang sudah lama dekat dengan kalangan ulama. Dan saya sering cerita, kenapa saya dekat dengan ulama karena saya mantan prajurit. Tentara selalu dekat dengan ulama," beber Prabowo. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kedekatan Prabowo dengan ulama bukanlah sekedar pencitraan politik, melainkan sebuah tradisi dan kebiasaan yang telah tertanam sejak lama dalam hidupnya.
Lebih lanjut, Prabowo menjelaskan alasan di balik kedekatannya dengan ulama, khususnya dalam konteks kehidupan seorang prajurit. Ia mengatakan bahwa seorang prajurit selalu berhadapan dengan bahaya dan kematian. Oleh karena itu, mereka sering mencari petunjuk dan doa dari ulama untuk mendapatkan kekuatan dan perlindungan.
"Karena seorang prajurit itu dari saat muda dia harus berangkat tugas menghadapi bahaya, menghadapi maut. Biasanya orang kalau mau mendekati maut dia cari kyai. Jadi saya cari kyai dari muda," tukasnya sambil tersenyum. Penjelasan ini menunjukkan sebuah perspektif yang unik dan menarik tentang hubungan antara kehidupan militer dan kehidupan keagamaan. Prabowo menunjukkan bahwa keduanya bukanlah sesuatu yang berseberangan, melainkan dapat saling melengkapi dan memberikan kekuatan satu sama lain.
Kesimpulannya, kehadiran Prabowo di Harlah NU ke-102 bukan sekedar acara formalitas kenegaraan. Ia menunjukkan sebuah hubungan yang erat dan mendalam antara Presiden dengan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Perasaan aman, nyaman, dan terdorong untuk lebih berani yang dirasakan Prabowo menunjukkan betapa besar pengaruh dukungan moral dari jamaah NU bagi kepemimpinannya. Kejujurannya mengenai ketakutannya untuk mengecewakan rakyat dan kedekatannya dengan ulama menunjukkan sebuah kerendahan hati dan kesadaran akan tanggung jawab yang dietapkan di bahunya sebagai seorang pemimpin. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa kepemimpinan yang kuat dibangun bukan hanya dari kekuasaan dan kemampuan, tetapi juga dari kedekatan dengan rakyat dan kekuatan spiritual.