ERAMADANI.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia sudah mulai menerapkan pajak transaksi atas perdagangan elektronik (e-commerce) per 1 April 2019 lalu. Pengenaan pajak ini diharapkan dapat menambah penerimaan pajak tahun 2020.
Pajak e-commerce sebenarnya telah tersusun dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Nomor 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce).
Indonesia memiliki nilai transaksi digital terbesar di Asia Tenggara yaitu US$ 21 miliar pada 2019 lalu.
Sementara perkirakan pada 2025 mendatang, Indonesia akan memiliki jumlah transaksi e-commerce senilai US$ 82 miliar.
Oleh sebab itu, upaya pemerintah Indonesia untuk mengejar pajak e-commerce menjadi sangat masuk akal, karena potensi penerimaan pajaknya sangat besar.
Potensi pajak digital ini juga dapat membantu pemerintah dalam merealisasikan target penerimaan pajak.
Sayangnya, upaya dari pemerintah sejak adanya pemberlakuan pajak e-commerce 2019 lalu selalu meleset.
Sebab kurang efektifnya strategi dan cara yang pemerintah lakukan, sehingga Ditjen Pajak (DJP) membutuhkan strategi yang dapat meningkatkan penerimaan pajak dari e-commerce.
Meski begitu, pemerintah terus membuat inovasi-inovasi baru dalam pemungutan pajak.
Salah satu pemungutan pajak atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara ialah melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Kabarnya, pemungutan pajak ini berlaku mulai 1 Oktober 2020 bulan lalu.
Melalui Kementerian Keuangan pemerintah menggumumkan bahwa akan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
Mencermati lebih jauh, banyak lapak online yang menjamur di Indonesia.
Sebut saja Shopee, Lazada, Bukalapak, Tokopedia, dan sejenisnya yang tidak terlalu terkenal, tetapi memiliki pendapatan di atas rata-rata.
Jika semua e-commerce terdata dengan baik dan wajib membayar pajak, tentu tidak ragu lagi bila penerimaan pajak per tahun 2020 ini terbilang cukup besar dari pajak e-commerce.
Pendapat Konsumen dan Penjual Terkait Pemberlakuan Pajak E-Commerce
Menurutnya, tidaklah masalah apabila pelanggan yang membeli produk pada marketplace terkena pajak.
Akan tetapi, harus memiliki kategori-kategori tertentu, sebab penyedia lapak eloktronik sendiri juga membayar pajak.
“Ya enggak masalah jika mau beli barang kena pajak, tapi jangan semua barang kena pajak, misalnya hanya beli produk murah, masa juga kena pajak,” pungkasnya.
Dita, seorang penjual produk online juga mengatakan orang Indonesia yang berjualan di marketplace, sebut saja Shopee juga dikenakan biaya administari sebesar 5%.
“Pajak sih enggak, tapi ada biaya administrasi dan lain-lain sebesar 5% dari Shopee itu sendiri,” tutur Dita.
Ia juga mengatakan bahwa pajak belanja di e-commerce tidak banyak, hanya sedikit,
Hal ini hampir sama dengan berbelanja ke supermarket atau ke restoran yang juga ada pemberlakuan pajak beberapa ribu saja. (MYR)