Bogor, 17 Desember 2024 – Perputaran uang yang dihasilkan dari aktivitas ibadah haji dan umrah di Indonesia mencapai angka fantastis: Rp 60-70 triliun setiap tahunnya. Angka ini diungkap oleh Amri Yusuf, anggota Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dalam sebuah seminar yang diselenggarakan bersama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Bogor pada Minggu, 15 Desember 2024. Seminar yang dihadiri oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, Ketua Umum ICMI Arif Satria, dan sejumlah pakar ekonomi syariah ini menyoroti potensi ekonomi yang luar biasa dari sektor ini, sekaligus menggarisbawahi perlunya strategi yang lebih terarah untuk memaksimalkan dampaknya bagi perekonomian nasional.
Amri Yusuf merinci bahwa dari total perputaran uang tersebut, sekitar Rp 21 triliun berasal dari kegiatan haji yang dikelola BPKH, sementara sisanya, sekitar Rp 30-40 triliun, berasal dari aktivitas umrah. Meskipun angka ini sangat signifikan, ia menekankan bahwa kontribusi nyata terhadap perekonomian Indonesia masih relatif kecil. Hal ini menjadi fokus utama diskusi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan dan merumuskan solusi untuk meningkatkan dampak ekonomi dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Salah satu inisiatif BPKH untuk mendorong kontribusi ekonomi yang lebih besar adalah pendirian anak usaha di sektor terkait penyelenggaraan haji pada tahun 2023. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan efek domino yang positif, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga peningkatan pendapatan negara melalui pajak dan retribusi. Harapannya, dengan terintegrasinya ekosistem perhajian, dampak ekonomi yang dihasilkan akan lebih terasa dan merata.
Seminar ini juga membahas pengelolaan Dana Haji yang terus meningkat. Per akhir tahun 2023, dana haji mencapai Rp 166,7 triliun, dan diproyeksikan mencapai Rp 170,5 triliun pada akhir tahun 2024. Amri Yusuf memastikan bahwa seluruh dana tersebut dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai prinsip syariah melalui berbagai instrumen investasi yang aman dan optimal. Ia menegaskan, “Yang paling penting, tidak ada satu rupiah pun dana haji yang digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur di luar yang telah diamanatkan.” Pernyataan ini menegaskan komitmen BPKH dalam menjaga amanah pengelolaan dana haji yang merupakan hak jemaah.
Ketua Umum ICMI, Arif Satria, dalam kesempatan tersebut, menekankan potensi besar ibadah haji dalam mendorong pengembangan ekonomi syariah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Ia melihat potensi sinergi yang kuat antara sektor ini dengan pengembangan ekonomi syariah yang tengah digalakkan pemerintah. "Haji secara ekonomi dapat membantu pengembangan ekonomi syariah. Jika aspek ini sudah berkembang, maka potensi ekonomi yang besar dari penyelenggaraan haji dapat membawa kembali pengaruhnya ke Indonesia," ujarnya. Pernyataan ini menyoroti pentingnya integrasi sektor haji dengan program-program pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi umat.
Irfan Sauqibeik, pakar ekonomi syariah dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, turut memberikan pandangannya mengenai keberlanjutan dana haji. Ia menyarankan perluasan ruang investasi dan desain pengelolaan BPKH yang lebih komprehensif untuk memastikan keberlanjutan dana haji dalam jangka panjang. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya perencanaan strategis yang matang untuk memastikan dana haji tetap terjaga dan dapat terus memberikan manfaat bagi jemaah dan perekonomian nasional.
Seminar ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengoptimalkan pengelolaan haji. Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan kepuasan jemaah, tetapi juga untuk memaksimalkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional. Kolaborasi yang dimaksud mencakup berbagai pihak, mulai dari pemerintah, BPKH, lembaga keuangan syariah, hingga pelaku usaha di sektor terkait. Dengan sinergi yang kuat, potensi ekonomi haji dan umrah dapat digali secara optimal.
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia periode 2010-2015, yang turut hadir dalam seminar tersebut, mengingatkan pentingnya antisipasi terhadap tantangan di masa depan. Ia menekankan perlunya strategi yang adaptif dan responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi global dan domestik untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan dana haji. Peringatan ini menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan perencanaan yang matang dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Secara keseluruhan, seminar ini menyoroti potensi ekonomi yang sangat besar dari sektor haji dan umrah di Indonesia, yang mencapai Rp 60-70 triliun per tahun. Namun, potensi ini belum tergali secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang terintegrasi dan kolaboratif antara berbagai pihak untuk memaksimalkan dampak ekonomi dari sektor ini, baik bagi kesejahteraan jemaah maupun bagi perekonomian nasional. Pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam pengelolaan dana haji juga ditekankan sebagai kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut. Ke depan, perlu adanya kajian yang lebih mendalam untuk mengidentifikasi hambatan dan peluang yang ada, serta merumuskan strategi yang tepat sasaran untuk mengoptimalkan potensi ekonomi haji dan umrah di Indonesia. Hal ini termasuk memperkuat regulasi, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan mengembangkan inovasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana haji. Dengan demikian, potensi ekonomi yang luar biasa dari sektor ini dapat benar-benar memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Seminar ini menjadi langkah awal yang penting dalam upaya tersebut.