Jakarta – Sebuah kota yang namanya terukir dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur’an, kini bertengger dengan gagah di daftar Tujuh Keajaiban Dunia Baru. Kota tersebut, yang dikenal dunia sebagai Petra, menyimpan sejarah panjang dan misteri yang memikat perhatian dunia. Terletak sekitar 233 kilometer dari Amman, ibu kota Yordania, Petra bukan sekadar situs arkeologi; ia adalah saksi bisu peradaban manusia yang melampaui batas ruang dan waktu.
Dalam ayat suci Al-Qur’an, tepatnya Surah Al-Kahfi ayat 9, terdapat petunjuk yang oleh banyak ahli diyakini merujuk pada Petra. Ayat tersebut berbunyi: "Apakah kamu mengira bahwa penduduk gua dan pemilik Raqīm itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?" (QS. Al-Kahfi: 9). Kata "Raqīm" inilah yang menjadi kunci interpretasi dan menghubungkan ayat tersebut dengan kota Petra.
Berbagai penafsiran dan kajian mendalam telah dilakukan untuk mengungkap misteri di balik kata "Raqīm". Kisah Ashabul Kahfi, tujuh pemuda yang tertidur dalam gua, menjadi konteks utama dalam memahami ayat ini. Namun, identifikasi "Raqīm" sebagai Petra bukanlah sebuah kesimpulan yang terlontar begitu saja. Ia didukung oleh sejumlah bukti kuat yang berasal dari berbagai sumber dan disiplin ilmu.
Bukti-bukti yang Menguatkan Identifikasi Raqīm sebagai Petra:
Studi yang dilakukan oleh Mehdy Shaddel, yang dipublikasikan dalam Journal of Semitic Studies edisi LXII/2 Autumn 2017, berjudul Studia Onomastica Coranica: Al-Raqim, Caput Nabataeae, memberikan argumen yang komprehensif tentang identifikasi ini. Shaddel menyajikan bukti-bukti yang kuat yang menghubungkan "Al-Raqīm" dalam Al-Qur’an dengan nama Semit untuk Petra.
Bukti-bukti tersebut meliputi:
-
Catatan Arkeologis: Catatan arkeolog Perancis, Jean Starcky, pada tahun 1965, memberikan gambaran awal tentang kemungkinan hubungan antara "Al-Raqīm" dan Petra. Penemuan-penemuan arkeologis di situs Petra sendiri semakin memperkuat dugaan ini, menunjukkan adanya peradaban maju yang sesuai dengan deskripsi dalam Al-Qur’an dan catatan sejarah lainnya.
-
Dokumen-dokumen Kuno: Dokumen-dokumen kuno, khususnya dokumen Syiria yang pertama kali diungkap oleh Sebastian Brock pada tahun 1977, memberikan referensi penting. Teks Syriac Vita of Barṣawm, yang berasal dari awal abad ke-20, juga mendukung interpretasi ini. Sumber-sumber ini, meskipun berasal dari budaya dan bahasa yang berbeda, menunjukkan konsistensi dalam menyebut nama tempat yang terkait dengan kisah Ashabul Kahfi.
-
Sumber-sumber Yunani: Catatan sejarawan Yahudi Flavius Josephus, yang terkenal akan akurasi dan detail catatannya, memberikan etimologi populer untuk nama Semit Petra. Penggunaan nama ini dalam konteks sejarah dan geografis yang konsisten dengan Al-Qur’an semakin memperkuat argumen identifikasi "Al-Raqīm" sebagai Petra.
-
Sumber-sumber Arab: Ringkasan geografis karya Yaqut Al-Hamawi, ulama ahli geografi terkenal abad ke-12, dalam Mu’jam al-Buldan, menyebutkan sebuah tempat bernama "Al-Raqīm". Yaqut, yang dikenal akan ketelitiannya dalam mencatat informasi geografis, menyatakan bahwa "Al-Raqīm" berkaitan dengan kisah Ashabul Kahfi. Hal ini memberikan bukti tambahan dari perspektif dunia Arab dan Islam.
-
Keterangan Ibnu Qudamah: Ibnu Qudamah, seorang ulama terkemuka, memberikan keterangan tambahan yang relevan. Ia menyebutkan "Al-Raqīm" sebagai sebuah kota yang berjarak satu farsakh dari Amman, di pinggiran gurun. Deskripsi geografis ini sesuai dengan lokasi Petra. Ia juga menambahkan legenda populer tentang sebuah gua di sana yang berisi tiga makam, sebuah detail yang menambah lapisan misteri dan keajaiban pada situs tersebut.
Gabungan bukti-bukti dari berbagai sumber ini menunjukkan konvergensi yang kuat, mengarahkan pada kesimpulan bahwa "Al-Raqīm" dalam Al-Qur’an merujuk pada kota Petra. Ini bukanlah sekadar interpretasi tunggal, tetapi hasil dari penelitian interdisipliner yang melibatkan arkeologi, sejarah, filologi, dan studi Al-Qur’an.
Petra: Dari Situs Warisan Dunia hingga Tujuh Keajaiban Dunia Baru:
Pengakuan internasional terhadap Petra sebagai situs bersejarah yang luar biasa tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada tahun 1985, Petra resmi masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO, sebuah pengakuan atas nilai sejarah dan budaya yang luar biasa. Penobatan ini menjadi batu loncatan bagi Petra untuk meraih pengakuan global yang lebih luas.
Puncaknya, pada tahun 2007, kota kuno ini dinobatkan sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru. Penobatan ini merupakan hasil voting global yang diselenggarakan oleh New Open World Corporation (NOWC), sebuah yayasan yang berbasis di Swiss. Petra berhasil mengalahkan lebih dari 21 situs internasional lainnya, menunjukkan daya tarik dan keunikannya yang diakui dunia.
Sejak saat itu, Petra semakin memantapkan posisinya sebagai ikon terpenting Yordania dan destinasi wisata utama di kawasan tersebut. Dilansir dari Jordan Times, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Petra mengalami peningkatan signifikan sejak tahun 2008. Pada tahun 2019, Petra bahkan mencetak rekor sejarah dengan jumlah pengunjung yang mencapai satu juta orang untuk pertama kalinya.
Kesimpulannya, Petra bukanlah sekadar kota kuno yang terukir dalam batu pasir. Ia adalah perpaduan unik antara sejarah, keajaiban alam, dan signifikansi religius. Sebagai kota yang kemungkinan besar diacu dalam Al-Qur’an dan diakui sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru, Petra menjadi bukti nyata kekayaan peradaban manusia dan keajaiban ciptaan Tuhan yang patut dipelajari dan dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang. Kisahnya yang penuh misteri dan keindahannya yang memukau terus menarik perhatian dunia, menjadikan Petra sebagai destinasi wisata yang tak lekang oleh waktu.