Umat Islam di Indonesia bersiap memasuki bulan Rajab 1446 H pada awal Januari 2025. Bulan Rajab, yang dikenal sebagai bulan mulia dan istimewa dalam kalender Islam, menandai dimulainya rangkaian bulan-bulan penuh keberkahan menuju Ramadan. Namun, penetapan tanggal pasti dimulainya bulan Rajab ini, seperti halnya penetapan awal bulan-bulan Hijriah lainnya, menunjukkan perbedaan pendekatan antara pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Perbedaan ini, yang berakar pada perbedaan metodologi penentuan awal bulan, menimbulkan dinamika tersendiri dalam kehidupan keagamaan di Indonesia.
Pemerintah: Mengacu pada Kalender Hijriah Kementerian Agama
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), sebagai lembaga pemerintah yang berwenang dalam urusan keagamaan, menetapkan 1 Rajab 1446 H jatuh pada hari Rabu, 1 Januari 2025. Penetapan ini mengacu pada Kalender Hijriah yang diterbitkan oleh Kemenag sendiri. Kalender ini, yang disusun berdasarkan perhitungan astronomi dan pertimbangan lainnya, menjadi rujukan resmi bagi banyak instansi pemerintah dan masyarakat umum. Meskipun Kemenag tidak secara eksplisit merinci metode perhitungan yang digunakan, penetapan ini umumnya diterima luas sebagai acuan resmi oleh sebagian besar masyarakat. Ketetapan ini memberikan kepastian dan keseragaman bagi sebagian besar umat Islam dalam menjalankan ibadah dan kegiatan keagamaan yang terkait dengan penentuan awal bulan Rajab.
Nahdlatul Ulama (NU): Mengutamakan Imkanur Rukyah dan Hisab Tahqiqi Tadqiki Ashri Kontemporer
Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, menetapkan awal bulan Rajab 1446 H dengan pendekatan yang menggabungkan hisab (perhitungan) dan rukyah (pengamatan). Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), yang bertugas dalam hal penentuan awal bulan kamariah, menyatakan bahwa awal Rajab 1446 H besar kemungkinan jatuh pada 1 Januari 2025. Penetapan ini didasarkan pada kriteria imkanur rukyah, yaitu kemungkinan terlihatnya hilal (bulan sabit muda) di wilayah Indonesia.
LF PBNU, dalam Surat Instruksi Rukyah Rajab 1446 H nomor 14/PB.08/A.ll.08.47/13/12/2024, menjelaskan hasil perhitungan falakiyah mereka. Perhitungan yang menggunakan metode hisab tahqiqi tadqiki ashri kontemporer khas NU menunjukkan bahwa hilal 29 Jumadil Akhir 1446 H, yang bertepatan dengan Selasa, 31 Desember 2024, telah berada di atas ufuk dan memenuhi kriteria imkanur rukyah di seluruh Indonesia. Data menunjukkan ketinggian hilal bervariasi di berbagai wilayah, dengan ketinggian terkecil di Jayapura (4 derajat 11 menit) dan tertinggi di Pelabuhan Ratu (5 derajat 35 menit). Elongasi hilal juga berada di atas ambang batas yang ditetapkan.
Ijtimak (konjungsi), yaitu peristiwa astronomis ketika bulan berada di antara matahari dan bumi pada garis bujur yang sama, terjadi pada Selasa, 31 Desember 2024 pukul 05:27:49 WIB. LF PBNU menginstruksikan para perukyah NU se-Indonesia untuk melakukan rukyah pada hari tersebut guna memastikan visibilitas hilal. Hasil rukyah ini kemudian dilaporkan kepada LF PBNU untuk memperkuat penetapan awal bulan Rajab. Pendekatan NU ini menekankan pentingnya baik perhitungan astronomi maupun pengamatan langsung sebagai dasar penentuan awal bulan, mencerminkan tradisi dan pemahaman keagamaan yang telah lama dianut.
Muhammadiyah: Menggunakan Kalender Hijriah Tunggal (KHT) Berbasis Hisab
Perbedaan pendekatan terlihat jelas pada penentuan awal Rajab 1446 H oleh Muhammadiyah. Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia ini menggunakan Kalender Hijriah Tunggal (KHT) yang berbasis pada perhitungan hisab. Dengan demikian, Muhammadiyah menetapkan 1 Rajab 1446 H jatuh pada hari Rabu, 1 Januari 2025. KHT yang digunakan Muhammadiyah dirancang untuk memberikan kepastian dan keseragaman dalam penentuan awal bulan kamariah, dengan menghindari perbedaan yang sering terjadi akibat perbedaan metode perhitungan dan pengamatan.
KHT Muhammadiyah menggunakan ijtimak sebagai titik acuan utama. Ijtimak untuk bulan Rajab 1446 H terjadi pada Senin, 30 Desember 2024 pukul 22:26:42 GMT. Dengan menetapkan ambang batas imkan rukyat sebesar 5 derajat untuk ketinggian bulan dan 8 derajat untuk sudut elongasi, KHT memastikan bahwa awal bulan baru tidak dimulai sebelum memenuhi kriteria tersebut. Kriteria ini merupakan kompromi antara pendekatan hisab modern dan tradisi rukyah, sehingga diharapkan dapat diterima oleh berbagai kalangan. Prinsip KHT yang menegaskan bahwa awal bulan tidak boleh ditunda di tempat mana pun jika hilal telah memenuhi kriteria imkan rukyat menunjukkan konsistensi dan ketegasan dalam penetapan awal bulan.
Implikasi dan Refleksi:
Perbedaan penetapan awal bulan Rajab 1446 H oleh pemerintah, NU, dan Muhammadiyah, menunjukkan kompleksitas dalam penentuan awal bulan kamariah dalam Islam. Perbedaan ini bukan semata-mata perbedaan teknis, melainkan juga mencerminkan perbedaan metodologi, interpretasi teks keagamaan, dan konteks sosial budaya yang melatarbelakangi masing-masing organisasi. Meskipun perbedaan ini terkadang menimbulkan polemik, hal ini juga menunjukkan dinamika dan kekayaan interpretasi dalam ajaran Islam.
Keberagaman pendekatan ini menuntut sikap toleransi dan saling menghormati di antara umat Islam. Penting bagi setiap pihak untuk memahami dan menghargai perbedaan metodologi yang digunakan, serta menghindari sikap yang dapat memecah belah persatuan umat. Lebih lanjut, perbedaan ini juga menjadi kesempatan untuk memperkaya pemahaman keagamaan dan mendorong dialog konstruktif antar-organisasi Islam.
Ke depan, upaya untuk mencari titik temu dan harmonisasi dalam penentuan awal bulan kamariah tetap perlu dilakukan. Komunikasi dan dialog yang intensif antara pemerintah, NU, dan Muhammadiyah, serta melibatkan para ahli falak dan ulama, dapat membantu menemukan solusi yang lebih komprehensif dan diterima luas oleh seluruh umat Islam di Indonesia. Tujuan utama adalah untuk menjaga kesatuan dan persatuan umat dalam menjalankan ibadah dan kehidupan keagamaan, sekaligus menghargai perbedaan pendapat yang ada. Bulan Rajab, sebagai bulan yang penuh keberkahan, sebaiknya dijalani dengan semangat persatuan dan ukhuwah Islamiyah, di tengah perbedaan metodologi penentuan awal bulannya.