Peristiwa Isra Miraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem dan selanjutnya ke Sidratul Muntaha, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini, yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 1 ("Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."), menjadi bukti nyata kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas dan keagungan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Namun, detail perjalanan ini, khususnya aspek Miraj (perjalanan naik ke langit), seringkali menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Salah satu poin utama perdebatan adalah mengenai bentuk perjalanan Miraj itu sendiri. Apakah Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini hanya dengan ruh (jiwa)-nya, ataukah dengan ruh dan jasad (badan)-nya secara bersamaan? Sebagian ulama berpendapat bahwa perjalanan Miraj hanya dilakukan dengan ruh, mengingat jasad sebagai entitas fisik memiliki keterbatasan dan sifat fana. Argumen ini didasarkan pada pemahaman bahwa perjalanan spiritual ke alam gaib melampaui batas-batas fisik.
Namun, mayoritas ulama, termasuk Ahlussunnah wal Jamaah, meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra Miraj dengan ruh dan jasad. Dasar keyakinan ini, sebagaimana dikemukakan Shabri Shaleh Anwar dalam bukunya "Kejadian Isra’ Mi’raj: Sebelum-Saat-Sesudah", terletak pada redaksi ayat pertama surat Al-Isra yang menyebut "hamba-Nya". Kata "hamba" merujuk pada manusia secara utuh, yang terdiri dari ruh dan jasad, bukan hanya ruh semata. Oleh karena itu, perjalanan tersebut dianggap sebagai peristiwa nyata yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW baik secara fisik maupun spiritual.
Penjelasan lebih detail mengenai perjalanan Isra Miraj dapat ditemukan dalam beberapa hadits shahih yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi. Berikut ini analisis beberapa hadits tersebut yang memberikan gambaran lebih komprehensif tentang perjalanan luar biasa tersebut, khususnya perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha:
1. Hadits tentang Buraq: Kendaraan Menuju Yerusalem
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA menceritakan tentang Buraq, kendaraan ajaib yang digunakan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra. Hadits ini menggambarkan Buraq sebagai hewan yang luar biasa, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari baghal, dengan langkah kaki yang sangat panjang, mampu menempuh jarak sejauh pandangan mata. Kehadiran Buraq sendiri menunjukkan keajaiban ilahi yang menyertai perjalanan Nabi. Dalam hadits ini, terdapat pula detail mengenai kesulitan awal Nabi dalam menaiki Buraq, yang kemudian diatasi oleh Jibril AS dengan penjelasan bahwa tidak ada yang lebih mulia di mata Allah SWT daripada Nabi Muhammad SAW. Keringat Buraq yang disebutkan dalam hadits ini juga dapat diinterpretasikan sebagai simbol beban berat amanah kenabian yang diemban oleh Rasulullah. Hadits ini menekankan aspek keajaiban perjalanan Isra, memperlihatkan bahwa Allah SWT memudahkan perjalanan Nabi dengan cara-cara yang di luar kemampuan manusia biasa.
2. Hadits tentang Perjalanan Isra Miraj: Perjalanan Menuju Sidratul Muntaha dan Kembali
Hadits ini, juga diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, memberikan gambaran yang lebih rinci tentang keseluruhan perjalanan Isra Miraj. Hadits ini tidak hanya menceritakan tentang Buraq dan perjalanan ke Masjidil Aqsha, tetapi juga detail perjalanan Miraj ke langit-langit. Nabi Muhammad SAW, didampingi Jibril AS, melakukan perjalanan ke tujuh langit, bertemu dengan para nabi terdahulu di setiap lapis langit. Pertemuan-pertemuan ini bukan sekadar pertemuan biasa, tetapi merupakan penghormatan dan pengakuan atas kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi. Setiap nabi menyambut dan mendoakan Nabi Muhammad SAW, menunjukkan pengakuan atas kenabian dan risalahnya yang universal.
Deskripsi perjalanan ke setiap langit menekankan aspek spiritual dan keagungan setiap lapisan langit. Pertemuan dengan Nabi Adam AS di langit pertama, Nabi Isa AS dan Yahya AS di langit kedua, Nabi Yusuf AS di langit ketiga, Nabi Idris AS di langit keempat, Nabi Harun AS di langit kelima, Nabi Musa AS di langit keenam, dan Nabi Ibrahim AS di langit ketujuh, masing-masing memiliki makna simbolik yang mendalam. Pertemuan-pertemuan ini menggambarkan silsilah kenabian dan kesinambungan risalah ilahi. Baitul Ma’mur, rumah ibadah para malaikat di langit ketujuh, juga disebutkan dalam hadits ini, menunjukkan kemegahan dan kesucian alam akhirat.
Puncak perjalanan Miraj adalah pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT di Sidratul Muntaha. Deskripsi Sidratul Muntaha sebagai pohon yang daunnya seperti telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar, menunjukkan keagungan dan kemahakuasaan Allah SWT yang melampaui batas pemahaman manusia. Perubahan bentuk Sidratul Muntaha ketika terhalangi oleh perintah Allah SWT menggambarkan betapa terbatasnya kemampuan manusia untuk memahami keagungan ilahi. Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu langsung dari Allah SWT, termasuk perintah salat lima waktu. Perubahan jumlah salat dari 50 menjadi 5, yang dijelaskan dalam hadits ini melalui perantara Nabi Musa AS, menunjukkan kasih sayang dan kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada umatnya. Proses tawar-menawar ini juga menunjukkan betapa dekatnya hubungan antara Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT dan betapa peka-Nya terhadap kesulitan umatnya.
3. Hadits tentang Baitul Makmur: Rumah Ibadah Para Malaikat
Hadits ini, yang terdapat dalam Shahih Bukhari Muslim, menekankan aspek keistimewaan Baitul Makmur sebagai tempat ibadah para malaikat. Jumlah 70.000 malaikat yang masuk setiap hari dan tidak pernah kembali lagi, menunjukkan kesucian dan keutamaan tempat tersebut. Perbandingan thawaf malaikat di Baitul Makmur dengan thawaf manusia di Ka’bah, menunjukkan kesamaan tujuan ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Hadits ini memperkaya pemahaman tentang alam akhirat dan kemegahannya.
4. Hadits tentang Sidratul Muntaha: Pertemuan dengan Yang Maha Kuasa
Hadits ini, diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Ash Shalah, memberikan deskripsi tambahan tentang Sidratul Muntaha. Deskripsi warna-warna yang tak terkatakan dan dinding surga dari mutiara serta tanahnya bubuk kasturi, menunjukkan keindahan dan kemewahan surga yang dijanjikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman. Hadits ini memperkuat gambaran tentang keagungan Sidratul Muntaha sebagai tempat pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT.
Kesimpulannya, keempat hadits di atas, yang merupakan bagian dari hadits-hadits shahih yang meriwayatkan peristiwa Isra Miraj, memberikan gambaran yang komprehensif dan saling melengkapi tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW. Perjalanan ini bukan hanya perjalanan fisik dari Mekkah ke Yerusalem, tetapi juga perjalanan spiritual yang luar biasa ke langit-langit dan pertemuan dengan Allah SWT di Sidratul Muntaha. Detail-detail dalam hadits-hadits ini, termasuk kendaraan Buraq, pertemuan dengan para nabi, Baitul Makmur, dan Sidratul Muntaha, menunjukkan keajaiban ilahi dan keagungan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Peristiwa ini menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi umat Islam untuk senantiasa beriman, beribadah, dan berjuang di jalan Allah SWT. Perjalanan Isra Miraj juga menjadi bukti nyata bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Pengasih, yang selalu memberikan kemudahan dan pertolongan kepada hamba-Nya yang bertakwa. Pemahaman yang mendalam terhadap hadits-hadits ini akan memperkaya keimanan dan memperkuat hubungan kita dengan Sang Pencipta.