ERAMADANI.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) tidak satu suara dalam merespon kelanjutan partisipasi organisasi tersebut dalam Program Organisasi Penggerak (POP) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pada awalnya, Katib Am PBNU, Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa NU batal mundur dari program POP usai bertemu Mendikbud, Nadiem Makarim.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, ia juga mengatakan bahwa keputusan NU untuk tetap berada dalam POP sudah diambil dalam rapat PBNU.
“Keputusan itu diambil dalam rapat di PBNU pada hari Selasa, 4 Agustus 2020 yang lalu, setelah ada klarifikasi mengenai dua hal,” kata Yahya dalam keterangannya.
Selain itu, Yahya juga menyatakan keputusan LP Ma’arif dan PBNU untuk keluar saat itu disebabkan oleh kesalahpahaman dengan Kemendikbud, kesalahpahaman itu sudah diklarifikasi.
“Tempo hari itu karena komunikasi yang kurang sempurna sehingga ada kesalahpahaman,” ujar Yahya.
Ada dua hal klarifikasi yang dimaksud adalah POP bukan program yang bersifat akar rumput, namun lebih bersifat laboratorial. Lalu, klarifikasi tentang pelaksanaan POP yang baru dimulai pada Januari 2021.
Yahya menjelaskan bahwa Nadiem telah mengklarifikasi POP yang bertujuan untuk membeli model inovasi dari berbagai pihak yang menawarkan gagasan terkait model pendidikan.
Menurutnya pula, Kemendikbud dalam konteks ini mengukur kelayakan gagasan dan perencanaan eksekusinya.
“Pihak mana pun bisa ikut tanpa harus bergantung pada ukuran organisasi atau keluasan konstituennya,” ujarnya.
Suara PBNU Tak Senada di Antara Kebijakan Kemendikbud
Adapun klarifikasi kedua berkaitan dengan pelaksanaan POP yang baru dimulai pada Januari 2021. Dengan itu, PBNU menyebut masih ada waktu cukup untuk mengikuti dan menuntaskan program tersebut sepanjang tahun depan.
Sementara itu, pernyataan Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU Arifin Junaidi justru berbanding terbalik dengan pernyataan Yahya.
“Sampai saat ini LP Ma’arif NU tetap pada pendiriannya untuk tidak gabung ke POP sampai ada revisi komprehensif atas konsep POP Kemendikbud,” kata Arifin dalam keterangannya.
Arifin justru mengaku tidak tahu adanya keputusan PBNU batal keluar dari POP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ia juga menegaskan pihaknya masih tetap pada keputusan awal untuk keluar dari POP hingga Kemendikbud melakukan sejumlah revisi terhadap program tersebut.
Arifin beralasan sejak awal pihaknya memutuskan mundur dari POP berdasarkan tiga sikap. Pertama, agar Kemendikbud mematangkan konsep POP dan menunda rencana pelaksanaannya hingga tahun depan.
Sikap kedua, LP Ma’arif bakal tetap mundur bila Kemendikbud kukuh melaksanakan POP tahun ini.
LP Ma’arif akan tetap melaksanakan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru, serta inovasi pendidikan secara mandiri.
Terkait pernyataan Yahya yang membatalkan pengunduran diri lembaganya, Arifin menyebut bahwa LP Ma’arif NU secara struktural berada di bawah koordinasi langsung Pengurus Tanfidziyah NU.
Atas dasar itu LP Ma’arif hanya akan mematuhi instruksi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, Said Aqil Siraj.
Diketahui, Program Organisasi Penggerak sendiri merupakan program pelatihan guru yang melibatkan pelbagai organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan. Mekanismenya, ormas membuat pelatihan dan Kemendikbud menyuntikkan dana.
Meski demikian, polemik muncul usai hasil seleksi diumumkan. Kemendikbud diprotes karena meloloskan sejumlah ormas yang dinilai tidak kompeten dan tidak jelas latar belakangnya. Lantas, berduyun-duyun ormas mundur dari program tersebut.
Ormas pertama yang mundur POP adalah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, dan diikuti LP Ma’arif NU dan PGRI. (MYR)