Jakarta, 28 Januari 2025 – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang dilandasi visi "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045", telah merumuskan delapan misi prioritas yang dikenal sebagai "Asta Cita". Kedelapan misi tersebut mencakup berbagai aspek krusial pembangunan nasional, mulai dari Hak Asasi Manusia (HAM), pertahanan, infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), hilirisasi dan industrialisasi, ekonomi, politik, hingga toleransi antarumat beragama. Namun, perhatian khusus diberikan pada penguatan sistem politik dan demokrasi, yang tertuang eksplisit dalam misi pertama dan ketujuh Asta Cita.
Misi pertama menekankan "Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM)", sementara misi ketujuh berfokus pada "Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba". Kedua misi ini menjadi landasan penting bagi keberhasilan pemerintahan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Keberhasilan implementasinya tak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, termasuk peran strategis para ulama.
Dalam konteks inilah, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, mengambil peran proaktif untuk berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita pemerintahan. NU, yang senantiasa berkomitmen pada kesejahteraan umat, memandang pentingnya kolaborasi dengan pemerintah dalam membangun peradaban bangsa, khususnya melalui jalur politik yang inklusif dan berlandaskan nilai-nilai keagamaan.
Sebagai wujud komitmen tersebut, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) akan menyelenggarakan sebuah sarasehan ulama bertajuk "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU" pada tanggal 4 Februari 2025 di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta. Acara ini dirancang sebagai platform diskusi yang mendalam, mempertemukan para ulama, cendekiawan, dan pemangku kepentingan untuk mengkaji implementasi Asta Cita dari berbagai perspektif.
Sarasehan ini bukan sekadar forum seremonial, melainkan sebuah upaya serius untuk mengidentifikasi manfaat dan tantangan dalam mewujudkan misi-misi prioritas pemerintahan. Para ulama, sebagai tokoh agama yang berpengaruh dan memiliki pemahaman mendalam tentang nilai-nilai Islam, akan memberikan kontribusi pemikiran yang berharga, menawarkan solusi-solusi strategis, dan mengarahkan implementasi Asta Cita agar selaras dengan prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Salah satu sesi diskusi yang paling dinantikan adalah panel yang membahas tema "Memperkokoh Ideologi Pancasila dan Menguatkan Sistem Pertahanan Negara Menuju Masyarakat Indonesia yang Adil, Makmur Tanpa Korupsi". Dipandu oleh Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, pengurus LPTNU (Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama), diskusi ini akan menghadirkan tokoh-tokoh NU terkemuka, antara lain Alissa Wahid (Ketua PBNU), KH. Afifuddin Muhajir (Wakil Rais Aam PBNU), dan KH. Ulil Absar Abdalla (Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).
Para pembicara akan memberikan analisis kritis terhadap upaya pemerintah dalam memperkokoh ideologi Pancasila, memperkuat demokrasi, dan melindungi HAM. Mereka juga akan membahas strategi untuk memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memberantas korupsi dan penyalahgunaan narkoba. Yang membedakan diskusi ini adalah pendekatannya yang unik, yaitu dengan mengintegrasikan perspektif Islam ke dalam analisis kebijakan publik.
Para ulama akan mengkaji misi Asta Cita melalui lensa nilai-nilai Islam, merujuk pada sumber-sumber ajaran agama seperti Al-Quran, Hadits, sunnah Rasulullah, dan fiqih. Mereka akan mengelaborasi bagaimana prinsip-prinsip Islam dapat menjadi pedoman dalam membangun sistem politik yang adil, transparan, dan akuntabel, serta dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan sekaligus relevan dengan konteks kekinian.
Selain panel diskusi tersebut, sarasehan ini juga akan mencakup sesi-sesi diskusi lain yang membahas berbagai aspek Asta Cita. Tujuannya adalah untuk menghasilkan pemahaman komprehensif tentang bagaimana visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan secara efektif dan berkelanjutan. Peran ulama dalam hal ini sangat krusial, karena mereka dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat, menjembatani kesenjangan antara kebijakan dan implementasi di lapangan.
Keberhasilan sarasehan ini sangat bergantung pada partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan. Oleh karena itu, PBNU berharap agar acara ini dapat menjadi titik awal bagi kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, ulama, dan masyarakat dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk Bank Syariah Indonesia dan MIND ID sebagai sponsor, menunjukkan komitmen bersama untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut.
Acara "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU" ini tidak hanya terbatas pada peserta yang hadir secara langsung. Untuk menjangkau audiens yang lebih luas, acara ini juga akan disiarkan secara live streaming di detikcom pada tanggal 4 Februari 2025, mulai pukul 13.00 WIB. Hal ini menunjukkan komitmen PBNU untuk menyebarluaskan gagasan dan rekomendasi yang dihasilkan dari sarasehan ini kepada masyarakat luas.
Secara keseluruhan, sarasehan ini memiliki arti penting dalam konteks pembangunan nasional. Ia bukan hanya sekadar forum diskusi, tetapi juga sebuah upaya strategis untuk mengoptimalkan peran ulama dalam mendukung program pemerintah. Dengan menggabungkan kearifan lokal yang berbasis nilai-nilai agama dengan perencanaan pembangunan yang modern, diharapkan Indonesia dapat mencapai visi Indonesia Emas 2045 dengan lebih efektif dan berkelanjutan. Peran NU dalam hal ini patut diapresiasi, sebagai bukti nyata komitmen organisasi tersebut dalam membangun bangsa melalui kolaborasi dan dialog yang konstruktif. Harapannya, rekomendasi yang dihasilkan dari sarasehan ini dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan selaras dengan nilai-nilai keagamaan. Keberhasilan implementasi Asta Cita, pada akhirnya, akan bergantung pada sinergi yang kuat antara pemerintah, ulama, dan seluruh elemen masyarakat Indonesia.