Jakarta, 4 Februari 2025 – Dalam sebuah sarasehan ulama yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Chairul Tanjung (CT), Founder & Chairman CT Corp, melontarkan gagasan provokatif sekaligus strategis: umat Muslim Indonesia harus mampu menguasai 36% perekonomian nasional. Pernyataan ini dilontarkan sebagai respons atas data survei yang menunjukkan konsentrasi kekayaan yang timpang, di mana hanya 1% populasi menguasai 36% perekonomian negara. CT menekankan urgensi peran ulama dalam mendorong transformasi ekonomi umat dan mewujudkan keadilan ekonomi yang lebih merata.
Lebih dari sekadar angka statistik, pernyataan CT tersebut mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap disparitas ekonomi yang menganga di Indonesia. Ia melihat potensi besar yang terpendam dalam jumlah umat Muslim yang mayoritas, namun belum terwujud secara optimal dalam kontribusi terhadap perekonomian nasional. Ketimpangan ini, menurut CT, tidak hanya mengancam stabilitas ekonomi, tetapi juga berpotensi memicu ketidakadilan sosial dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
CT tidak sekadar mendiagnosis masalah. Ia juga menawarkan solusi yang terstruktur dan melibatkan peran aktif berbagai pihak. Dalam paparannya, CT mengidentifikasi dua faktor kunci yang harus dibenahi untuk mencapai target penguasaan 36% ekonomi nasional oleh umat Muslim: transformasi internal umat dan keberpihakan pemerintah.
Transformasi Internal Umat: Mengubah Pola Pikir Proporsional
CT menekankan perlunya perubahan mendasar dalam pola pikir umat Muslim. Ia menyebutnya sebagai "pola pikir proporsional," yang mengacu pada pemahaman yang seimbang antara nilai-nilai agama dan kemampuan berdaya saing di dunia bisnis dan ekonomi. Selama ini, menurut CT, masih banyak yang menganggap aktivitas ekonomi sebagai sesuatu yang terpisah dari nilai-nilai keagamaan, bahkan terkesan bertentangan. Padahal, dalam Islam sendiri, terdapat prinsip-prinsip ekonomi yang kuat yang dapat menjadi landasan bagi pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan.
Transformasi ini, menurut CT, tidak hanya mencakup peningkatan literasi ekonomi dan keuangan, tetapi juga meliputi pengembangan mentalitas kewirausahaan yang kuat. Umat Muslim, kata CT, perlu berani mengambil risiko, berinovasi, dan membangun bisnis yang berkelanjutan dan bernilai tambah. Hal ini membutuhkan edukasi yang komprehensif, yang tidak hanya mengajarkan teori ekonomi, tetapi juga praktik dan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia usaha. Peran ulama dalam hal ini sangat krusial, karena mereka dapat menjembatani kesenjangan antara nilai-nilai agama dan tuntutan dunia bisnis, serta memberikan bimbingan moral dan spiritual bagi para pelaku ekonomi.
CT juga menyoroti pentingnya kolaborasi dan sinergi antarumat Muslim. Ia mendorong terciptanya ekosistem ekonomi yang saling mendukung, di mana para pelaku usaha dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembentukan koperasi, komunitas bisnis, dan berbagai platform kolaborasi lainnya. Peran ulama dalam memfasilitasi dan membina kolaborasi ini sangat penting untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan saling menguntungkan.
Keberpihakan Pemerintah: Dukungan Kebijakan yang Inklusif
Selain transformasi internal umat, CT juga menekankan pentingnya keberpihakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi umat Muslim. Ia meminta pemerintah untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang inklusif dan pro-rakyat, yang memberikan akses yang lebih adil bagi umat Muslim untuk berpartisipasi dalam perekonomian nasional.
Keberpihakan ini, menurut CT, dapat diwujudkan melalui berbagai program dan kebijakan, seperti:
- Peningkatan akses terhadap permodalan: Pemerintah perlu menyediakan akses yang lebih mudah dan terjangkau bagi para pelaku usaha Muslim untuk mendapatkan modal usaha, baik melalui perbankan syariah maupun skema pembiayaan lainnya.
- Pengembangan infrastruktur: Pembangunan infrastruktur yang memadai, khususnya di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya Muslim, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan mengurangi kesenjangan regional.
- Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan: Pemerintah perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi yang berorientasi pada pengembangan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan dalam dunia usaha, khususnya di sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi besar.
- Pemberdayaan UMKM: Pemerintah perlu memberikan dukungan dan pembinaan yang intensif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dikelola oleh umat Muslim, agar mereka dapat berkembang dan meningkatkan daya saingnya.
- Penguatan sektor ekonomi syariah: Pemerintah perlu terus mendorong pengembangan sektor ekonomi syariah, yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kontribusi ekonomi umat Muslim.
Tanpa keberpihakan pemerintah, menurut CT, target penguasaan 36% ekonomi nasional oleh umat Muslim akan sulit tercapai. Keberpihakan ini bukan berarti diskriminatif terhadap kelompok lain, melainkan sebagai upaya untuk menciptakan keadilan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan di tengah masyarakat.
Pendidikan: Kunci Memutus Rantai Kemiskinan
Dalam konteks yang lebih luas, CT juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Ia menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal teori, tetapi juga praktik dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan nyata. Pendidikan yang berkualitas, menurut CT, akan mampu melahirkan generasi yang memiliki daya saing tinggi, mampu berinovasi, dan berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
CT meyakini bahwa pendidikan yang bermutu, yang menggabungkan teori dan praktik, akan mampu melahirkan generasi yang mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan bangsa.
Kesimpulannya, pernyataan Chairul Tanjung tentang penguasaan 36% ekonomi nasional oleh umat Muslim bukanlah sekadar angka target, tetapi sebuah visi yang membutuhkan kerja keras dan kolaborasi dari berbagai pihak. Transformasi internal umat, yang dibimbing oleh peran ulama, dan keberpihakan pemerintah merupakan dua pilar utama yang harus dijalankan secara simultan untuk mencapai tujuan tersebut. Lebih jauh lagi, pendidikan berkualitas menjadi kunci untuk membangun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya visi tersebut, menciptakan generasi yang mampu bersaing dan berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan negara. Pernyataan CT ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi umat Muslim Indonesia untuk berperan lebih besar dalam pembangunan ekonomi nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan.