Peristiwa Isra Mikraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW ke langit ketujuh, merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam. Peristiwa yang terjadi pada 27 Rajab ini selalu diperingati dengan khidmat oleh umat Muslim di seluruh dunia. Namun, di tengah maraknya informasi digital, seringkali muncul variasi penulisan Isra Mikraj yang keliru. Oleh karena itu, penting untuk memahami penulisan yang benar dan memahami makna mendalam di balik peristiwa agung ini.
Penulisan yang Benar Menurut KBBI
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menetapkan penulisan yang benar adalah Isra Mikraj. Penulisan ini mencerminkan asal kata dari bahasa Arab, "al-Isra wal-Mi’raj". Penggunaan huruf "K" menggantikan tanda apostrof, sejalan dengan konvensi penulisan kata serapan lain seperti "makruf" atau "maklum". Penggunaan huruf kapital pada "Isra" dan "Mikraj" merupakan konvensi penulisan untuk istilah-istilah keagamaan yang sudah lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia. Penulisan lain yang berbeda dari ketentuan KBBI sebaiknya dihindari untuk menjaga konsistensi dan keakuratan penyampaian informasi.
Makna Isra dan Mikraj
Isra dan Mikraj merupakan dua peristiwa yang saling berkaitan namun memiliki makna yang berbeda. Isra merujuk pada perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem. Perjalanan ini dilakukan dengan mengendarai Buraq, kendaraan ajaib yang diciptakan khusus oleh Allah SWT. Perjalanan Isra ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT atas ruang dan waktu.
Mikraj, di sisi lain, mengacu pada peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha, titik tertinggi di langit ketujuh. Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW berjumpa dengan Allah SWT dan menerima perintah salat lima waktu. Peristiwa Mikraj ini menandai puncak perjalanan spiritual Nabi, di mana beliau menerima wahyu langsung dari Allah SWT dan mendapatkan kehormatan yang tak terhingga. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya salat lima waktu sebagai rukun Islam yang sangat fundamental.
Isra Mikraj: Mukjizat dan Perintah Ilahi
Perjalanan Isra Mikraj merupakan mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun kesepuluh kenabian-Nya. Mukjizat ini bukan hanya menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang maha luas, tetapi juga sebagai penguatan dan peneguhan bagi Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugas kenabian. Peristiwa ini juga menjadi bukti nyata akan kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang dibawanya.
Al-Qur’an sendiri mengabadikan peristiwa Isra Mikraj dalam Surah Al-Isra ayat 1:
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
Ayat ini menegaskan keagungan peristiwa Isra Mikraj dan menunjukkan betapa pentingnya peristiwa ini bagi umat Islam. Perjalanan Nabi Muhammad SAW bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang penuh hikmah dan pelajaran berharga.
Perjalanan Menuju Sidratul Muntaha dan Pertemuan dengan Para Nabi
Perjalanan Isra Mikraj melewati tujuh lapis langit. Di setiap lapis langit, Nabi Muhammad SAW bertemu dan berdialog dengan para nabi terdahulu, seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan lainnya. Pertemuan-pertemuan ini menunjukkan silsilah kenabian dan kesinambungan risalah Allah SWT kepada umat manusia. Setiap pertemuan juga mengandung hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik oleh umat Islam.
Setelah melewati berbagai lapis langit dan berjumpa dengan para nabi, Nabi Muhammad SAW akhirnya sampai di Sidratul Muntaha. Di tempat inilah beliau bertemu dengan Allah SWT dan menerima perintah salat lima waktu. Perintah salat lima waktu ini merupakan inti dari peristiwa Mikraj, menandai kewajiban fundamental bagi setiap muslim.
Pertemuan dengan Nabi Musa dan Permohonan Ringanan Salat
Setelah menerima perintah salat lima waktu, yang awalnya berjumlah 50 waktu, Nabi Muhammad SAW turun kembali dan bertemu dengan Nabi Musa AS di langit keenam. Nabi Musa AS, yang dikenal dengan kesabaran dan ketaatannya yang luar biasa, menyarankan Nabi Muhammad SAW untuk meminta keringanan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW pun mengabulkan saran tersebut dan memohon keringanan kepada Allah SWT. Sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah SWT kemudian meringankan jumlah salat menjadi lima waktu sehari.
Kisah ini menunjukkan betapa pentingnya berikhtiar dan berdoa dalam menghadapi kesulitan. Meskipun perintah salat lima waktu awalnya terasa berat, Allah SWT selalu memberikan jalan keluar dan kemudahan bagi hamba-Nya yang berdoa dan berusaha dengan sungguh-sungguh.
Isra Mikraj 2025: Peringatan dan Libur Nasional
Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI, Isra Mikraj 2025 jatuh pada hari Senin, 27 Januari 2025. Peringatan Isra Mikraj ini ditetapkan sebagai hari libur nasional, sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penetapan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pentingnya peringatan hari-hari besar keagamaan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan
Isra Mikraj merupakan peristiwa agung yang sarat makna bagi umat Islam. Peristiwa ini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT, kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW, dan pentingnya salat lima waktu sebagai rukun Islam. Penulisan yang benar, yaitu "Isra Mikraj", harus dijaga agar tidak terjadi kesalahan penyampaian informasi. Peringatan Isra Mikraj setiap tahunnya menjadi momentum untuk merenungkan kembali makna peristiwa ini dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari peristiwa Isra Mikraj untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan taat kepada Allah SWT.