ERAMADANI.COM – Maraknya baliho politisi di tengah pandemi menjadi sorotan masyarakat serta mempengaruhi bisnis percetakan. Baliho-baliho tersebut memiliki berbagai macam gambar tokoh petinggi partai.
Ada baliho Puan Maharani dengan ciri khas ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’, lalu ada baliho Airlangga Hartarto ‘Kerja Untuk Indonesia’, dan baliho milik Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dengan baliho ‘Padamu Negeri Kami Berbakti’.
Berdasarkan pengakuan pelaku usaha, biaya untuk pemasangan baliho memiliki rentang harga yang beragam. Untuk di Jakarta, biaya pemasangan berkisar Rp 300 juta-Rp 2 miliar.
“Kalau di Jakarta sekitar Rp 300-Rp 500 juta per bulan sampai Rp 1 miliar ada per bulan, kalau di daerah Sudirman itu Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. Kalau Rp 300 juta itu di pinggiran,” kata Salah satu pelaku usaha percetakan Merah Putih Printing, Tores.
Tores memperkirakan baliho Puan berasal dari satu sumber jasa percetakan. Sebab, dari segi kualitas dan warna di setiap daerah sama.
Bahan baku baliho untuk kualitas yang sangat baik memiliki ketebalan di atas 360 gram. Bahan baku tersebut biasanya didatangkan dari Korea Selatan.Belum lagi menurutnya, bahan Korea lebih awet hingga 6 bulan.
Hal ini berbeda dengan bahan baku dari China yang hanya awet sekitar 3 bulan. Sebab dari sisi ketebalan, bahan baku dari China lebih tipis atau 280 gram atau di bawah 360 gram.Untuk waktu pemasangan billboard membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan 3-4 pekerja. Namun, untuk pemasangan billboard tidak bisa menggunakan sembarang pekerja.
Siasat Bertahan di Tengah Badai Pandemi COVID-19
Pelaku jasa percetakan nampaknya harus terus memutar otak untuk bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19. Pesanan yang anjlok hingga 70 persen membuat Tores melakukan sejumlah inovasi.
Bayangkan saja, Tores yang merupakan pemilik Merah Putih Printing dalam sebulan harus kehilangan pendapatan Rp 1,1 miliar. Kondisi ini terjadi akibat adanya pembatasan kegiatan di masyarakat seperti PSBB dan PPKM.
“Sebelum pandemi Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar per bulan, pandemi ini Rp 400 juta turun hampir 60-70 persen,” katanya.Saat ini, ia memaksimalkan 15 mesin cetaknya untuk memproduksi produk-produk unik, seperti kalung nama kucing dan alas foto. Produk ini menurut Tores mulai digemari masyarakat di saat orang-orang bosan akibat terbatasnya aktivitas.
“Mereka banyak yang suka harga (karena) yang murah. Nama kucing, kemarin sebulan lumayan laku sudah ada di luar kita (tiru) bikin kalung sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan toko online Merah Putih Printing, untuk satu produk nama kucing dibanderol Rp 18.000 per piece (pcs). Penjualan online saat ini menjadi pilihannya karena lebih praktis dan aman.
Dilansir dari kumparan.com, upaya lain yang juga dilakukan, yaitu dengan meniadakan minimum order untuk percetakan. Artinya, ia menerima pesanan baik satuan maupun paketan. Kendati demikian, salah satu dampaknya adalah volume pemesanan yang lebih sedikit.
“Itu untuk menyiasati kondisi sekarang ada mesin kita aktifkan, (produksi) itu kreativitas sendiri bukan sebatas sebagai alat cetak aja,” ungkapnya.Sementara itu, Rifky Adnan salah satu pemilik jasa percetakan @smileprinting20 mengatakan, salah satu upaya untuk menyiasati penurunan pesanan selama pandemi yaitu dengan mengurangi minimal pemesanan.
Biasanya iya mematok untuk pesanan undangan pernikahan sebanyak 1.000 pcs. Saat ini hanya 500 pcs. Ia juga melakukan pemesanan via online untuk menjangkau pelanggannya di tengah pembatasan kegiatan masyarakat.”Selama pandemi lumayan, kalau lagi ramai bisa sampai Rp 700 ribu-Rp 1,2 juta per hari,” tuturnya.