ERAMADANI.COM – Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, menyampaikan permintaan maaf atas peran negaranya dalam perbudakan pada zaman kolonialisme dan konsekuensinya yang berlanjut hingga hari ini, pada Senin (19/12).
Dalam pernyataan tersebut, Rutte mengatasnamakan negara Belanda. Dia mengungkapkannya dalam sebuah pidato yang disiarkan di seluruh negeri dari kantor arsip nasional Nationaal Archief (NA).
Melansir dari kumparan.com, Dalam panel terkait, partisipasi Belanda dalam perbudakan disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pihaknya lantas merekomendasikan agar pemerintah memberikan permintaan maaf dan reparasi pada 2021. Rutte mengatakan, pemerintahnya menerima kesimpulan panel tersebut, termasuk bahwa perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kendati demikian, Rutte mengesampingkan reparasi. Belanda justru menyiapkan dana pendidikan sebesar EUR 200 juta (Rp 3,3 triliun).
Sejumlah kelompok menentang permintaan maaf Rutte. Mereka mengatakan, pernyataan ini seharusnya datang dari Raja Belanda, Willem-Alexander, di bekas jajahan Suriname saat peringatan 160 tahun penghapusan perbudakan Belanda pada 1 Juli 2023.
Sejarawan memperkirakan, para pedagang Belanda mengirimkan lebih dari setengah juta orang Afrika yang diperbudak ke Amerika. Kebanyakan dari mereka berakhir di Brasil dan Karibia.
Kerajaan Belanda juga melakukan kolonialisme di Suriname, Curacao, Afrika bagian selatan hingga Indonesia.
Raja Willem-Alexander pernah menyampaikan permintaan maaf serupa saat menemui Presiden Joko Widodo. Ini menjadi pernyataan maaf pertama dari seorang Raja Belanda kepada Indonesia.
Raja Willem-Alexander meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan leluhurnya di masa penjajahan. Dia turut mengungkapkan penyesalan atas agresi militer Belanda bahkan setelah kemerdekaan Indonesia.