Jakarta – Perdebatan mengenai hak waris dalam Islam, khususnya terkait posisi pembunuh, terus bergulir. Hukum Islam, yang dikenal dengan aturannya yang ketat dalam mengatur pembagian harta warisan, menetapkan bahwa tindakan pembunuhan merupakan salah satu penghalang utama untuk menerima warisan. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Apakah seorang pembunuh berhak mendapatkan warisan dari orang yang dibunuhnya?
Konsep Penghalang Kewarisan dalam Islam
Dalam hukum waris Islam, konsep "penghalang kewarisan" memegang peran penting. Penghalang ini merujuk pada tindakan atau kondisi yang menghilangkan hak seseorang untuk mewarisi harta peninggalan pewaris. Tindakan tersebut tidak hanya membuat ahli waris kehilangan kelayakan untuk menerima warisan, tetapi juga dianggap sebagai "ketidakhadiran" dalam perhitungan pembagian warisan. Mereka diharamkan untuk mendapatkan bagian dari harta warisan, baik secara "hirm" (tidak mendapatkan warisan sama sekali) maupun "nuqsh" (mendapatkan pengurangan bagian).
Pembunuhan: Penghalang Utama Warisan
Hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa pembunuhan merupakan salah satu penghalang utama dalam warisan. Pembunuhan didefinisikan sebagai tindakan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan ini membatalkan hak waris bagi pembunuh, terlepas dari hubungan kekerabatan, keturunan, atau ikatan pernikahan antara pembunuh dan korban.
Hadits Rasulullah SAW:
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh HR. An-Nasa’i menjadi landasan utama dalam hal ini: "Seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta (dari yang dibunuhnya) sedikitpun." Hadits ini menegaskan bahwa setiap bentuk warisan bagi pelaku pembunuhan menjadi batal. Pelaku tidak memiliki hak untuk mewarisi harta peninggalan dari orang yang ia bunuh, sekalipun pewaris adalah keluarganya sendiri.
Alasan Larangan Pembunuh Memwarisi
Larangan ini didasari oleh beberapa alasan kuat:
- Mencegah Niat Buruk: Larangan ini bertujuan untuk mencegah munculnya niat buruk atau motif tersembunyi yang dapat memicu seseorang mempercepat kematian orang lain demi mendapatkan warisan.
- Konsep Saddu Adz-Dzarai: Islam menerapkan konsep "saddu adz-dzarai", yaitu mencegah segala bentuk perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan atau tindakan yang menimbulkan mudarat. Pembunuhan yang dilakukan untuk mendapatkan warisan jelas dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
- Kaidah Fikih: Kaidah fikih "Siapa yang mempercepat sesuatu sebelum masanya tiba, maka untuk mendapatkan sesuatu tersebut menjadi haram" juga mendukung larangan ini. Siapa saja yang mencoba mempercepat perolehan sesuatu dengan cara yang tidak sah atau melanggar aturan, akan mendapatkan hukuman berupa hilangnya hak atas hal tersebut.
Perlindungan Hak Pewaris dan Keluarga:
Dengan ketetapan ini, Islam melindungi hak dan kehormatan pewaris dan keluarga, serta mencegah tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan kejahatan atau ketidakadilan di antara keluarga. Pembunuhan tidak hanya dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan tetapi juga pelanggaran terhadap ketentuan waris dalam Islam.
Pandangan Ulama tentang Pembunuh dan Warisan
Para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda terkait jenis pembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris. Berikut adalah pandangan ulama dari empat mazhab mengenai pembunuhan dan warisan:
1. Mazhab Syafi’iyyah:
Para ulama mazhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa segala bentuk pembunuhan, baik yang dilakukan secara sengaja, semi-sengaja, atau tidak disengaja (kekeliruan), akan menggugurkan hak seorang ahli waris. Mereka merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang menegaskan, "Seorang pembunuh tidak mendapatkan warisan sedikitpun."
2. Mazhab Hanafiyyah:
Menurut pandangan Hanafiyyah, tidak semua bentuk pembunuhan menghalangi hak waris. Mereka menetapkan bahwa hanya pembunuhan yang dikenai sanksi qishas (balasan setimpal) atau kaffarah (tebusan) yang dapat menggugurkan hak waris. Pembunuhan yang bersifat tidak langsung, dilakukan karena hak tertentu, atau pelakunya tidak memenuhi syarat hukum (misalnya, anak kecil atau orang yang tidak waras) tidak akan menggugurkan hak waris.
3. Mazhab Malikiyyah:
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa hanya pembunuhan yang dilakukan secara sengaja karena permusuhan atau niat buruk yang menghalangi seseorang dari hak waris.
4. Mazhab Hambaliyyah:
Mazhab Hambaliyyah memiliki pendapat yang sedikit berbeda, yaitu bahwa pembunuhan yang menggugurkan hak waris adalah pembunuhan yang dilakukan tanpa alasan yang sah seperti melakukan sanksi qishash, kaffarah, atau diyat (ganti rugi). Namun, jika pembunuhan terjadi untuk membela diri atau melawan penyerangan, hak waris tetap diperoleh.
Kesimpulan:
Hukum Islam secara tegas melarang pembunuh untuk mewarisi harta peninggalan korbannya. Larangan ini didasari oleh prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan pencegahan niat buruk. Meskipun terdapat perbedaan pandangan di antara para ulama terkait jenis pembunuhan yang menggugurkan hak waris, kesimpulannya tetap sama: Pembunuhan merupakan penghalang utama dalam warisan, dan pelaku tidak berhak untuk menerima bagian dari harta peninggalan korbannya.
Catatan:
Artikel ini membahas tentang hukum waris dalam Islam dan tidak dimaksudkan untuk memberikan nasihat hukum. Jika Anda menghadapi masalah terkait warisan, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum yang berkompeten.