Jakarta – Dalam Islam, terdapat konsep "istidraj", yaitu nikmat yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang membangkang atau jauh dari-Nya. Nikmat ini bukanlah berkah, melainkan hukuman yang membuat seseorang terjerumus dalam kesesatan.
Istidraj merupakan bentuk pembiaran dari Allah SWT, di mana Dia memberikan nikmat kepada seseorang yang sebenarnya sedang menuju kebinasaan. Hal ini berbeda dengan nikmat yang diperoleh melalui jerih payah, yang diberikan Allah SWT kepada semua hamba-Nya, baik mukmin maupun kafir.
Allah SWT tidak pernah menyia-nyiakan jerih payah hamba-Nya. Bagi orang beriman, nikmat hasil jerih payah akan dinikmati di dunia dan akhirat. Sementara orang kafir hanya akan menikmati hasil usahanya di dunia saja. Firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 15 menegaskan hal ini: "Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka di dalamnya dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan."
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang musyrik mendustakan Al-Qur’an karena terdorong oleh hawa nafsu yang mengutamakan urusan duniawi. Allah SWT memberikan balasan penuh atas jerih payah mereka di dunia, tetapi mereka tidak akan mendapatkan pahala di akhirat.
Oleh karena itu, ketika kita memperoleh nikmat, penting untuk merenungkan apakah nikmat tersebut merupakan hasil jerih payah atau istidraj. Umar bin Khatab, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, pernah menangis saat menerima ghanimah (harta rampasan perang) Qadisiah. Ia khawatir kemenangan yang diraih merupakan istidraj dari Allah SWT. Umar berkata, "Ya Allah, Engkau tahu bahwa Muhammad SAW lebih baik dariku, tapi Engkau tidak memberikan ini kepadanya. Engkau tahu bahwa Amirul Mukminin Abu Bakar lebih baik dariku, tapi Engkau tidak memberikan ini kepadanya. Maka, aku berlindung kepada-Mu supaya semua ini tidak berubah menjadi fitnah bagi agamaku."
Perbedaan antara nikmat anugerah dan istidraj terletak pada kondisi seseorang saat menerima nikmat tersebut. Jika seseorang menerima nikmat dengan rasa syukur kepada Allah SWT dan istiqamah dalam syukurnya, maka itu pertanda bahwa nikmat tersebut merupakan anugerah dan pesan cinta dari-Nya. Namun, jika seseorang lupa dengan Sang Pemberi Nikmat dan menggunakan nikmat tersebut untuk hal-hal yang tidak diridhoi-Nya, maka itu merupakan tanda istidraj.
Firman Allah SWT dalam surah Thaha ayat 124 menggambarkan kondisi orang yang menerima istidraj: "Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang berpaling dari petunjuk Allah SWT akan menjalani kehidupan yang sempit, selalu merasa kurang meski sudah memperoleh banyak rezeki di dunia. Mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta, tidak dapat meniti jalan ke surga.
Dalam kehidupan saat ini, kita sering menemukan orang-orang yang memperoleh nikmat namun tidak bersyukur. Mereka haus jabatan, harta kekayaan, dan ketenaran, meskipun sudah memiliki banyak hal. Mereka terjebak dalam kehidupan yang sempit dan akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Keserakahan dan kerakusan terhadap dunia (kekuasaan, harta kekayaan, ketenaran, dan kesombongan) telah menjadi penyakit yang menjangkiti para elite. Allah SWT mengingatkan kita dalam surah al-An’am ayat 43 dan 44:
-
"Akan tetapi, mengapa mereka tidak tunduk merendahkan diri (kepada Allah) ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan."
-
"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa."
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa ketika manusia menolak petunjuk Allah SWT dan hatinya menjadi keras, Allah SWT tetap memberikan kesenangan kepada mereka. Namun, kesenangan tersebut merupakan istidraj, yang akan disusul dengan siksa yang tiba-tiba.
Jika kita melihat kondisi sebagian elite negeri yang menerima nikmat dari Allah SWT namun tidak bersyukur dan menganggap nikmat tersebut hasil dari usaha mereka sendiri, maka itu merupakan tanda istidraj.
Aunur Rofiq, Ketua DPP PPP periode 2020-2025, dalam artikelnya mengingatkan para pemimpin untuk segera bertobat kepada Allah SWT. Ia berharap Allah SWT memberikan bimbingan agar para pemimpin terhindar dari nikmat istidraj.
Semoga Allah SWT memberikan kita semua hidayah dan perlindungan dari istidraj.