Jakarta – Ajaran Islam senantiasa menekankan pentingnya bekerja dan mencari nafkah halal. Namun, di antara beragam profesi dan pekerjaan, manakah yang dianggap paling utama dalam perspektif Rasulullah SAW? Pertanyaan ini telah memicu diskusi panjang di kalangan umat Islam, dan jawabannya, sebagaimana terungkap dalam hadits-hadits Nabi, mengarahkan kita pada dua kriteria utama: pekerjaan yang dilakukan dengan tangan sendiri dan perdagangan yang jujur dan adil.
Hadits sebagai Pedoman:
Beberapa kitab hadits terkemuka, seperti Jami’ al-Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan Baihaqi, mencatat sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, "Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri, bila dia tulus." Hadits ini menjadi landasan utama dalam memahami pandangan Islam tentang pekerjaan ideal. Namun, riwayat lain memperluas cakupan pekerjaan terbaik dengan menambahkan, "Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik." Kedua hadits ini secara bersamaan menonjolkan dua jenis pekerjaan yang mendapatkan pujian khusus dari Nabi.
Pekerjaan dengan Tangan Sendiri: Jaminan Kehalalan dan Kualitas:
Hadits yang memuji pekerjaan dengan tangan sendiri mengandung makna yang dalam. Buku "Ensiklopedia Mizanul Hikmah: Kumpulan Hadis Nabi SAW Pilihan" menjelaskan bahwa pekerjaan ini lebih diutamakan karena lebih terjamin kehalalannya. Proses kerja yang langsung melibatkan tangan seseorang meminimalisir kemungkinan terlibat dalam praktik-praktik yang meragukan. Lebih dari sekedar kehalalan, pekerjaan ini juga menuntut ketelitian, tanggung jawab, dan integritas. Unsur penipuan dan kecurangan praktis mustahil terjadi karena hasil kerja langsung terlihat dan terukur. Tidak ada ruang untuk manipulasi atau penyimpangan.
Buku "Sepenggal Cerita Sejuta Makna" karya Abdul Wahid Al-Faizin menambahkan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan tangan sendiri mencerminkan dedikasi dan usaha nyata. Proses kerja yang langsung dan nyata ini membina rasa tanggung jawab dan kepuasan tersendiri bagi pelakunya. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kerja keras dan menghindari kemalasan.
Sebagai contoh nyata, Jakarta Islamic Centre mengutip kisah Nabi Daud AS yang juga dikenal sebagai seorang yang bekerja keras dengan tangannya sendiri. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan, "Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu juga makan dari hasil kerja keras tangannya." Kisah Nabi Daud ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk menghargai dan mengutamakan pekerjaan yang dihasilkan dari jerih payah dan keringat sendiri.
Beragam jenis pekerjaan dapat dikategorikan sebagai "pekerjaan tangan", mulai dari pertanian dan perkebunan (bercocok tanam), kerajinan tangan, pertukangan kayu, perbengkelan (pandai besi), hingga profesi yang membutuhkan keterampilan menulis dan seni lainnya. Intinya, pekerjaan ini menekankan pada keterampilan dan keahlian yang dimiliki seseorang, dikerjakan secara langsung dan bertanggung jawab.
Perdagangan yang Baik: Kejujuran dan Keadilan sebagai Pilar:
Hadits yang menyebutkan "jual beli yang baik" sebagai pekerjaan terbaik menekankan pada aspek kejujuran dan keadilan dalam bertransaksi. Ini bukan sekadar aktivitas ekonomi biasa, melainkan perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai moral dan agama. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah dalam Minhah Al-‘Allam menjelaskan bahwa perdagangan yang baik harus memenuhi syarat dan rukun jual beli yang sesuai syariat Islam. Kejujuran dalam menyampaikan informasi tentang barang dagangan, menghindari penipuan dan pengelabuan, serta menjaga keseimbangan dan keadilan dalam penetapan harga merupakan hal yang esensial.
Perdagangan yang baik bukanlah sekadar mencari keuntungan sebesar-besarnya, melainkan memperhatikan aspek kemaslahatan bersama. Menghindari praktik-praktik curang seperti menimbang barang dengan tidak akurat, mencampur barang berkualitas rendah dengan barang berkualitas tinggi, atau memberikan informasi yang menyesatkan kepada pembeli merupakan hal yang dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW sangat tegas dalam melarang praktik-praktik yang merugikan konsumen dan melanggar prinsip keadilan.
Pekerjaan Lain dan Prinsip Umum:
Meskipun hadits menonjolkan pekerjaan dengan tangan sendiri dan perdagangan yang baik, ini tidak berarti pekerjaan lain dianggap kurang bernilai. Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ali Bassam dalam Tawdhihul Ahkam menjelaskan bahwa pekerjaan terbaik disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing individu. Namun, prinsip umum yang harus dipegang teguh adalah pekerjaan tersebut harus bernilai kebaikan, bebas dari penipuan dan kecurangan, dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya semangat dan kerja keras dalam melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Hadits riwayat Abu Hurairah RA, "Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah kepada Allah, serta janganlah engkau malas," menunjukkan bahwa semangat dan ketekunan dalam bekerja merupakan kunci kesuksesan dan keberkahan.
Lebih jauh lagi, Islam juga menekankan pentingnya kerjasama dan saling mendukung antar sesama muslim. Hadits riwayat Abu Musa, "Mukmin yang satu dan lainnya bagaikan bangunan yang mesti menguatkan antara satu bagian dan bagian lainnya," menunjukkan bahwa setiap pekerjaan yang baik dan bermanfaat dapat saling menguatkan dan berkontribusi pada kemajuan umat.
Kesimpulan:
Secara keseluruhan, pekerjaan terbaik dalam pandangan Islam adalah pekerjaan yang dikerjakan dengan tangan sendiri dan perdagangan yang jujur dan adil. Namun, prinsip-prinsip kebaikan, kejujuran, keadilan, dan manfaat menjadi acuan utama dalam memilih dan menjalankan pekerjaan. Setiap pekerjaan, selama dilandasi oleh nilai-nilai tersebut, dapat menjadi jalan untuk meraih keberkahan dan ridho Allah SWT. Wallahu a’lam bishawab.