Surabaya, Jawa Timur – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan komitmennya untuk berkolaborasi erat dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), dalam sambutan pembukaan rangkaian acara peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/1/2025). Gus Yahya mengumumkan rencana forum diskusi yang akan membahas visi pemerintahan yang dikenal dengan "Asta Cita," pada 2-3 Februari 2025 mendatang.
Forum tersebut, menurut Gus Yahya, akan menjadi wadah bagi PBNU untuk menganalisis visi Asta Cita dari perspektif Nahdlatul Ulama. Tujuannya, untuk mengidentifikasi kontribusi optimal NU dalam mendukung keberhasilan implementasi visi tersebut. "Kita ingin mendiskusikan visi pemerintahan ini dari sudut pandang Nahdlatul Ulama untuk melihat apa yang bisa dikontribusikan oleh Nahdlatul Ulama untuk mendukung sukses, demi terwujudnya visi Asta Cita tersebut," tegas Gus Yahya.
Pernyataan Gus Yahya ini sekaligus mengukuhkan komitmen PBNU untuk menjalin kemitraan strategis dengan pemerintah. Ia menekankan pentingnya kolaborasi ini, mengingat sumber daya dan pendanaan program-program pembangunan berasal dari pemerintah. "Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa kita memang harus bekerja sama dengan pemerintah karena anggaran pendapatan dan belanjanya ada di pemerintah," ujarnya. Lebih lanjut, Gus Yahya bahkan mengungkapkan komunikasi personalnya dengan Presiden Prabowo Subianto terkait hal ini. Ia menegaskan bahwa peran nyata NU dalam pembangunan nasional hanya dapat terwujud melalui kerja sama yang intensif dengan pemerintah. "Bahkan sejak lama saya sampaikan termasuk secara pribadi kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa NU ini hanya bisa sungguh-sungguh punya pekerjaan yang nyata apabila bekerja sama dengan pemerintah. Kalau tidak ada kerja sama dengan pemerintah, nanti NU jadi lebih banyak nganggurnya dan orang NU itu kalau nganggur biasanya ngawur," ujarnya dengan nada berseloroh, namun tetap menekankan pentingnya kolaborasi tersebut.
Komitmen kolaborasi ini, lanjut Gus Yahya, bukan hanya sebatas wacana. PBNU telah dan terus aktif menjalin komunikasi intensif dengan berbagai kementerian. Sebagai contoh, ia menyebutkan kerjasama yang tengah dijajaki dengan Badan Gizi Nasional terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk berbagai program pemerintah lainnya. "Kita sekarang dalam diskusi intens sekali dengan misalnya Badan Gizi Nasional untuk pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG), kita dalam diskusi intens dengan Bappenas untuk berbagai macam agenda program pemerintah yang bisa dikerjasamakan dengan Nahdlatul Ulama, dengan menteri-menteri yang lain," jelasnya.
Lebih jauh, Gus Yahya memastikan bahwa kerja sama ini tidak hanya akan terfokus di tingkat pusat, namun akan diimplementasikan hingga ke tingkat cabang-cabang NU di seluruh Indonesia. Ia berharap para pengurus di tingkat cabang dapat mendukung dan berpartisipasi aktif dalam program-program kolaborasi tersebut. "Insyaallah kita sudah bertekad untuk membawa semua konstruksi kerja sama ini sampai ke bawah, sampai ke cabang-cabang sehingga nanti pekerjaannya ada di cabang. Saya mohon ini para pimpinan cabang tidak keberatan kalau nanti dibebani berbagai macam pekerjaan karena kerja sama-kerja sama yang kita lakukan ini," pungkasnya.
Pernyataan Gus Yahya ini memiliki implikasi yang signifikan bagi peta politik dan pembangunan nasional. Kolaborasi antara PBNU dan pemerintah, yang merupakan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam berbagai program pembangunan, khususnya di bidang sosial, ekonomi, dan keagamaan. Keberhasilan implementasi visi Asta Cita, yang hingga saat ini detailnya belum dipublikasikan secara luas, diyakini akan sangat bergantung pada dukungan dan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi-organisasi keagamaan seperti NU.
Penting untuk dicatat bahwa peran NU dalam konteks politik dan pembangunan Indonesia selama ini sangat signifikan. NU memiliki basis massa yang sangat luas dan tersebar di seluruh Indonesia, serta memiliki jaringan organisasi yang kuat hingga ke tingkat desa. Pengalaman dan jaringan ini menjadi aset berharga yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung program-program pemerintah. Kolaborasi ini juga diharapkan dapat memperkuat moderasi beragama dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun, kerja sama ini juga perlu dikaji secara kritis. Penting untuk memastikan bahwa kolaborasi tersebut tidak mengorbankan independensi dan integritas NU sebagai organisasi keagamaan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program-program kolaborasi juga perlu dijaga agar tidak menimbulkan potensi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, perlu diperhatikan pula potensi dinamika politik yang mungkin muncul seiring dengan semakin eratnya hubungan antara NU dan pemerintah. Penting bagi NU untuk menjaga netralitasnya dalam konteks politik praktis, sekaligus tetap berperan aktif sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembangunan nasional. Menjaga keseimbangan antara peran sebagai organisasi keagamaan dan mitra pemerintah akan menjadi tantangan tersendiri bagi NU dalam menjalankan kolaborasi ini.
Forum diskusi Asta Cita pada Februari 2025 mendatang akan menjadi momen penting untuk melihat bagaimana PBNU akan menyikapi tantangan tersebut. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan yang jelas tentang bentuk dan mekanisme kolaborasi yang akan dijalankan, serta memastikan bahwa kolaborasi ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia secara luas. Publik pun menantikan detail lebih lanjut mengenai visi Asta Cita dan bagaimana NU akan berkontribusi dalam mewujudkannya. Transparansi dan keterbukaan informasi dari pemerintah dan PBNU sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan kolaborasi ini.
Keberhasilan kolaborasi antara PBNU dan pemerintah akan menjadi tolok ukur penting bagi keberhasilan pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal ini karena dukungan dari organisasi massa sebesar NU akan memberikan legitimasi politik dan memperkuat basis dukungan pemerintah. Namun, suksesnya kolaborasi ini juga bergantung pada kemampuan kedua belah pihak untuk saling memahami, saling menghargai, dan berkomitmen untuk bekerja sama secara efektif dan efisien. Ke depan, perlu dipantau secara ketat bagaimana implementasi kerja sama ini berjalan dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat Indonesia.