Jakarta, REPUBLIKA.CO.ID – Bareskrim Polri, pada Jumat (1/11/2024), merilis hasil operasi bersama yang berhasil menyita berbagai jenis narkotika dan obat-obatan terlarang dalam jumlah fantastis. Operasi ini merupakan bagian dari dukungan terhadap "Asta Cita" Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada poin ketujuh yang menekankan reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyeludupan.
"Pemerintah berkomitmen untuk menutup semua celah yang memungkinkan terjadinya penyeludupan narkoba," tegas Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam konferensi pers di Lobi Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim, Jakarta.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menginstruksikan seluruh jajarannya untuk secara konsisten memberantas peredaran narkoba dari hulu hingga hilir. "Pemberantasan narkoba harus dilakukan tanpa henti, baik dari sisi supply maupun demand," ujar Wahyu.
Menindaklanjuti arahan Presiden dan Kapolri, Bareskrim Polri bersama Polda jajaran dan instansi terkait, seperti Kejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), PPATK, dan Ditjen Beacukai, telah melaksanakan operasi bersama selama dua bulan terakhir (September-Oktober).
Hasilnya, Polri berhasil mengungkap 80 perkara, termasuk di dalamnya 3 jaringan narkoba internasional. "Jaringan FP beroperasi di 14 provinsi, jaringan HS di 5 provinsi, dan jaringan H yang dikendalikan oleh tiga bersaudara di Provinsi Jambi," ungkap Wahyu.
Dari 80 perkara tersebut, Polri menetapkan 136 tersangka dan menyita barang bukti yang luar biasa: 1,7 ton sabu, 1,12 ton ganja, 357.731 butir ekstasi, 932,3 gram ketamin, 127.000 butir double L, 2,5 kilogram kokain, 9 kilogram tembakau sintetis, 25,5 kilogram hasish, 4.110 gram MDMA, 8.157 butir mepherdrone, dan 2.974,9 gram happy water.
"Total barang bukti narkoba yang diamankan ini, jika beredar di masyarakat, dapat mengancam jiwa 6.261.329 orang," tegas Komjen Wahyu Widada.
Analisis keuangan yang dilakukan oleh PPATK menunjukkan perputaran uang dan transaksi dari ketiga jaringan tersebut mencapai Rp 59,2 triliun.
Dalam upaya memiskinkan para bandar narkoba, Polri menerapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dari ketiga jaringan tersebut, Polri telah menyita aset senilai Rp 869,7 miliar.
"Kami akan terus memiskinkan dan merampas aset hasil kejahatan para bandar narkoba," tegas Wahyu.
Operasi ini merupakan bagian dari upaya Polri untuk melindungi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, dari bahaya peredaran gelap narkoba dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Kapolri juga menekankan tindakan tegas terhadap para bandar narkoba, termasuk oknum aparat penegak hukum yang terlibat. "Jika ditemukan oknum yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini, akan diproses secara hukum peradilan pidana dan kode etik kedinasan tanpa terkecuali," tegas Wahyu.
Selain penegakan hukum, upaya pencegahan juga menjadi fokus utama. Seluruh jajaran kepolisian didorong untuk berkolaborasi aktif dengan masyarakat untuk mengubah "kampung narkoba" menjadi "kampung bebas narkoba."
"Tujuannya adalah untuk membentuk daya tangkal dan daya cegah terhadap peredaran narkoba di lingkungan sekitar," jelas Wahyu.
Operasi Asta Cita ini menunjukkan komitmen kuat Polri dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia. Dengan strategi yang komprehensif, mulai dari penindakan hingga pencegahan, Polri berharap dapat menciptakan Indonesia yang bebas dari bahaya narkoba dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.