Jakarta, 25 Januari 2025 – Tingginya angka perceraian, maraknya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), meningkatnya kasus bullying anak, ancaman pinjaman online (pinjol) akibat kemiskinan, hingga masalah pengelolaan sampah rumah tangga; berbagai permasalahan ini menjadi latar belakang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) menggelar Festival Keluarga Indonesia. Acara yang digelar di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, pada 1-2 Februari 2025 ini, merupakan bagian dari rangkaian peringatan Harlah NU ke-102, dan menjadi puncak dari Kongres Keluarga Maslahat NU yang telah diselenggarakan di Hotel Bidakara pada 31 Januari 2025.
Festival ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah langkah strategis dan komprehensif dalam merespon krisis rumah tangga yang semakin kompleks di Indonesia. Perbedaan mendasar antara kongres dan festival terletak pada pendekatannya. Seperti dijelaskan oleh pengarah kongres, Alissa Wahid, dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jumat (24/1/2025), kongres berfokus pada diskusi strategis dan perumusan kebijakan, sementara festival dirancang sebagai wadah interaksi langsung dengan keluarga-keluarga Indonesia di ruang publik.
"Kalau Kongres Keluarga Maslahat sifatnya serius dan strategis, membahas isu-isu krusial secara mendalam. Festival Keluarga Indonesia, sebaliknya, dirancang untuk menjangkau keluarga secara langsung, dengan pendekatan yang lebih santai dan interaktif di ruang publik seperti mal," tegas Alissa Wahid.
Alissa Wahid memaparkan gambaran suram realita keluarga Indonesia saat ini. Angka perceraian yang terus meningkat menjadi salah satu indikator utama. Lebih mengkhawatirkan lagi, pola KDRT tak hanya terjadi dari suami ke istri atau orang tua ke anak, tetapi juga sebaliknya, anak kepada orang tua, bahkan antar sesama saudara. Fenomena ini menunjukkan disharmoni dan krisis nilai di dalam keluarga.
"Sekarang ini, angka kekerasan dalam keluarga naik secara signifikan. Bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga psikis dan emosional. Fakta lain yang mengkhawatirkan adalah penurunan angka pernikahan resmi, diiringi peningkatan pernikahan siri. Belum lagi masalah judi online yang semakin meresahkan dan mengancam keutuhan ekonomi keluarga," papar Alissa Wahid.
PBNU menyadari bahwa upaya mengatasi permasalahan keluarga tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, kerjasama dengan pemerintah menjadi kunci keberhasilan program ini. Alissa Wahid menekankan kerja sama intensif yang telah terjalin dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Agama (Kemenag), khususnya dalam program pencegahan stunting.
Keterlibatan pemerintah dalam Festival Keluarga Indonesia semakin memperkuat komitmen untuk mengatasi permasalahan ini secara terintegrasi. Kehadiran Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Prof. Pratikno, menjadi bukti nyata dukungan pemerintah terhadap inisiatif PBNU ini.
"Kami mengundang Menko PMK karena kerja-kerja GKMNU sangat relevan dengan fokus kementerian tersebut, terutama dalam hal pembangunan manusia dan peningkatan kualitas hidup keluarga Indonesia," jelas Alissa Wahid.
Festival Keluarga Indonesia dirancang sebagai ajang edukasi dan hiburan yang dikemas secara menarik dan mudah dipahami oleh seluruh anggota keluarga. Tema-tema yang diangkat pun sangat relevan dengan permasalahan yang dihadapi keluarga sehari-hari, seperti perencanaan keuangan (financial planning), pengasuhan anak di era digital, dan menyeimbangkan kehidupan nyata dan maya.
"Dalam festival, temanya akan lebih dekat dengan kehidupan keluarga, seperti financial planning, pengasuhan anak di era digital, dan menyeimbangkan kehidupan nyata dan maya. Pembawaannya akan lebih rileks dan interaktif," tambah Alissa Wahid.
Sebagai puncak acara, festival ini akan dimeriahkan dengan bincang santai yang menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif dari berbagai latar belakang. Para pembicara yang dihadirkan merupakan sosok-sosok berpengaruh dan terpercaya, termasuk Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Komunikasi dan Informatika, Alissa Wahid, Arumi Bachsin, Kalis Mardiasih, dan sejumlah influencer lainnya.
Topik-topik yang dibahas pun beragam, mulai dari parenting ala Gus Dur dan Ibu Sinta Nuriyah, konsep keluarga sehat dan hebat, mencapai relationship goals, keuangan keluarga, menyeimbangkan dunia nyata dan maya, menangani luka batin generasi Z, hingga tips dan trik untuk keluarga muda dalam mendapatkan rumah impian.
Pemilihan mal sebagai lokasi penyelenggaraan festival didasarkan pada pertimbangan strategis. Mal merupakan tempat berkumpulnya keluarga di akhir pekan, sehingga diharapkan dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan efektif. Strategi ini menunjukkan komitmen PBNU untuk membawa isu keluarga ke tengah masyarakat, menciptakan kesadaran kolektif, dan mendorong perubahan perilaku menuju keluarga yang lebih harmonis dan sejahtera.
Festival Keluarga Indonesia bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah gerakan nyata yang bertujuan untuk memperkuat fondasi keluarga Indonesia. Melalui kolaborasi antara PBNU dan pemerintah, diharapkan festival ini dapat menjadi titik awal perubahan menuju keluarga Indonesia yang lebih tangguh, harmonis, dan mampu menghadapi tantangan zaman. Upaya ini merupakan langkah penting dalam membangun bangsa yang berlandaskan keluarga yang kuat dan sejahtera. Suksesnya Festival Keluarga Indonesia diharapkan dapat menginspirasi program-program serupa di daerah lain, sehingga dampak positifnya dapat dirasakan oleh seluruh keluarga di Indonesia. PBNU berharap melalui festival ini, nilai-nilai luhur keluarga dapat kembali dihidupkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga permasalahan rumah tangga dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.