Jakarta, 4 Februari 2025 – Peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam kancah nasional melampaui batas-batas organisasi keagamaan semata. Dalam sebuah diskusi panel bertajuk "Pendekatan Strategis untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan: Optimalisasi Hilirisasi, Industrialisasi, dan Pemerataan Kesejahteraan dalam Kerangka Asta Cita", yang diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU, Chairul Tanjung, Chairman CT Corp, secara tegas menyatakan bahwa NU memiliki potensi besar untuk menjadi payung bagi perekonomian bangsa dan penjaga kesejahteraan umatnya. Diskusi yang diselenggarakan oleh PBNU bekerja sama dengan detikHikmah dan detikcom di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, ini menghadirkan perspektif yang menarik tentang peran strategis NU dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Chairul Tanjung, yang akrab disapa CT, memulai paparannya dengan menekankan peran multidimensi NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Orang bilang NU adalah organisasi keagamaan di Indonesia, ormas yang juga bisa menaungi masalah ekonomi bangsanya," ujarnya. Pernyataan ini bukan sekadar pujian, melainkan pengakuan atas kontribusi nyata NU yang telah lama berperan aktif dalam berbagai sektor, termasuk ekonomi, sekaligus menunjukkan potensi yang belum sepenuhnya tergali.
Lebih lanjut, CT menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara idealisme dan pragmatisme dalam pengembangan kekuatan ekonomi NU. Ia menolak dikotomi antara aspek spiritual dan keduniaan, menganggap keduanya sebagai dua sisi mata uang yang saling melengkapi, sebagaimana konsep yin dan yang dalam filsafat Tiongkok. "Idealisme dan pragmatisme itu bukan minyak dan air ya, kalau minyak dan air kan dia terpisah, tapi dia seperti yin dan yang dalam budaya China, seperti koin dengan dua mata sisi. Jadi kita nggak boleh mendikotomikan aspek spiritual saja dan aspek keduniaan," jelasnya.
Menurut CT, NU telah berhasil membangun pondasi yang kuat dalam menjaga persatuan bangsa, toleransi beragama, bahkan hingga menjalin hubungan antarumat beragama di tingkat global. Keberhasilan ini, baginya, merupakan modal berharga yang dapat dioptimalkan melalui pendekatan pragmatis dalam pengembangan ekonomi. Dengan menggabungkan kekuatan idealisme yang telah tertanam kuat dalam organisasi dengan strategi pragmatis yang tepat, NU dapat mencapai potensi penuhnya sebagai pilar ekonomi bangsa.
"NU kan sudah berhasil lebih kepada menjaga apa kebersatuan bangsa, toleransi beragama, sampai ke antarumat beragama sedunia," lanjut CT. Ia melihat bahwa kekuatan organisasi NU yang solid saat ini dapat diperkuat lebih lanjut melalui pengembangan ekonomi yang terencana dan berkelanjutan. Penguasaan ekonomi yang kuat, menurut CT, bukan hanya akan memberikan dampak positif bagi pemerintah, tetapi juga akan memperkuat akhlak dan moral umat, menciptakan suatu kesempurnaan yang harmonis antara kekuatan ekonomi dan nilai-nilai keagamaan.
"Saat ini NU telah menjadi organisasi yang solid, dan seandainya pragmatisme dibangun maka bisa menjadi organisasi yang lebih solid dan kuat secara organisasi. Kuat secara ekonomi yang bukan hanya berpengaruh luar biasa terhadap pemerintah tapi juga kuat dari segi akhlak, membangun akhlak umat dan lain sebagainya ini yang sempurna," tegas CT.
Pernyataan CT ini bukan tanpa dasar. Ia melihat NU telah menunjukkan kemampuannya dalam membangun dan menguasai perekonomian, serta menjaga kemaslahatan umatnya. Keberhasilan NU dalam menjaga toleransi beragama di tingkat internasional juga menjadi bukti nyata dari kekuatan dan pengaruhnya yang meluas. Dengan demikian, pendapat CT tentang potensi ekonomi NU bukanlah sekadar hipotesis, melainkan observasi atas realitas yang telah ada dan potensi yang masih dapat dikembangkan.
Sarasehan Ulama yang menjadi wadah diskusi ini, dengan tema "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU", merupakan bagian penting dari perayaan Harlah ke-102 NU. Kehadiran Bank Syariah Indonesia dan MIND ID sebagai pendukung acara ini juga menunjukkan pengakuan atas peran strategis NU dan komitmen untuk mendukung pengembangannya lebih lanjut. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa potensi NU dalam bidang ekonomi diperhatikan dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Lebih jauh, pernyataan CT memicu renungan tentang peran organisasi keagamaan dalam pembangunan ekonomi nasional. NU, dengan jaringan yang luas dan pengaruh yang signifikan di masyarakat, memiliki potensi untuk menjadi penggerak utama dalam menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini terutama berkaitan dengan upaya pemerataan kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa pengembangan potensi ekonomi NU harus dilakukan secara terencana dan berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek tata kelola yang baik dan transparansi. Penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan dan memastikan bahwa semua aktivitas ekonomi yang dilakukan sesuai dengan nilai-nilai agama dan etika bisnis yang baik.
Peran pemerintah juga sangat penting dalam mendukung pengembangan potensi ekonomi NU. Pemerintah dapat memberikan fasilitas dan dukungan yang dibutuhkan, seperti akses permodalan, pelatihan kewirausahaan, dan bantuan teknologi. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan NU akan sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Kesimpulannya, pernyataan Chairul Tanjung mengenai potensi ekonomi NU menunjukkan sebuah perspektif yang menarik dan menantang. NU memiliki potensi besar untuk menjadi pilar ekonomi bangsa dan jembatan kesejahteraan umat, asalkan potensi tersebut dikelola dengan baik dan diimbangi dengan komitmen yang kuat dari semua pihak yang berkepentingan. Pernyataan ini juga mengajak kita untuk mempertimbangkan ulang peran organisasi keagamaan dalam pembangunan ekonomi nasional dan mencari cara untuk memaksimalkan kontribusinya bagi kemajuan bangsa. Harlah ke-102 NU ini menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan hal tersebut dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan potensi besar NU dalam bidang ekonomi.