Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, konsisten memainkan peran vital dalam menjaga harmoni antarumat beragama dan kelestarian alam. Komitmen ini sejalan dengan visi dan misi "Asta Cita" pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya poin kedelapan yang menekankan pentingnya penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Peran aktif NU dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 ini semakin dipertegas melalui berbagai inisiatif dan program strategis.
Pada peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU pada 16 Januari lalu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Saifullah Yusuf, secara tegas menyatakan komitmen organisasi dalam merealisasikan Asta Cita. Beliau menegaskan bahwa NU akan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat untuk membangun Indonesia yang lebih maslahat, sejalan dengan delapan prioritas strategis pemerintahan. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan manifestasi dari komitmen nyata NU yang telah lama tertanam dan diwujudkan melalui berbagai aksi nyata di lapangan.
Menjaga Harmoni Antarumat Beragama: Implementasi Nilai-Nilai Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja)
Toleransi antarumat beragama menjadi salah satu pilar utama perjuangan NU. Konsep "Humanitarian Islam", yang digagas PBNU, menjadi landasan bagi upaya membangun perdamaian dan kehidupan global yang harmonis. Inisiatif ini telah diwujudkan melalui berbagai program, termasuk R20 International Summit of Religious Authorities (R20 ISORA) pada tahun 2023. R20 ISORA merupakan bukti nyata komitmen NU dalam merangkul keragaman dan mempromosikan dialog antarumat beragama untuk mendorong perdamaian global. Kerja sama internasional, termasuk dengan Vatikan, semakin memperkuat posisi NU sebagai aktor kunci dalam membangun jembatan dialog antaragama di tingkat global.
Konsep dan ajaran moderat Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja) menjadi landasan filosofis bagi sikap toleransi yang diusung NU. Empat pilar utama Aswaja – tawassuth (moderat), tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang), dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) – menjadi pedoman dalam berinteraksi dengan pemeluk agama lain dan dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Tawassuth menekankan pentingnya menghindari sikap ekstrim dalam beragama, sementara tasamuh mendorong penerimaan terhadap keberagaman. Tawazun menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk mencapai keseimbangan dan proporsionalitas, sementara amar ma’ruf nahi munkar menjadi komitmen untuk selalu berbuat baik dan mencegah kejahatan. Keempat prinsip ini secara sinergis membentuk pondasi kuat bagi sikap toleransi dan harmoni antaragama yang dianut NU.
Merawat Keselarasan Alam: Fiqih Lingkungan dan Jihad Bi’iyyah
Komitmen NU tidak hanya terbatas pada harmoni antarumat beragama, tetapi juga meluas pada pelestarian alam. Konsep "fiqih sosial" atau "fiqih lingkungan hidup" menjadi landasan bagi upaya NU dalam menjaga kelestarian alam semesta. Konsep ini menekankan tiga potensi manusia: sebagai penghancur, kreator/pembangun, dan penjaga. NU mendorong peran manusia sebagai penjaga alam, dengan menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Bahtsul masail (diskusi keagamaan) secara rutin membahas isu-isu krisis lingkungan hidup. Sejak tahun 90-an, NU aktif mendiskusikan peran dan tanggung jawab negara dan masyarakat dalam menjaga lingkungan. Semangat ini tercermin dalam konsep "jihad bi’iyyah" (jihad menjaga lingkungan). Pada tahun 2007, dalam sebuah forum bahtsul masail, NU bahkan menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan. Hal ini menunjukkan komitmen NU yang kuat dan konsisten dalam memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup, sebuah isu yang semakin krusial di era perubahan iklim saat ini.
Sarasehan Ulama: Konsolidasi Visi Kebangsaan Menuju Indonesia Emas 2045
Sejalan dengan komitmen terhadap Asta Cita, PBNU menyelenggarakan "Sarasehan Ulama" dengan tema "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU". Acara ini menjadi wadah bagi para ulama, cendekiawan, dan pemangku kepentingan untuk membahas delapan prioritas strategis pemerintahan Prabowo-Gibran. Sarasehan ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan gagasan dan program kerja NU dalam mendukung dan mengawal terwujudnya cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui acara ini, NU menegaskan posisinya sebagai mitra pemerintah dan penjaga harmoni sosial dalam pembangunan bangsa.
Sarasehan Ulama yang berlangsung pada 4 Februari 2025 di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, diharapkan mampu menjadi momentum penting dalam menyatukan visi dan program kerja NU di berbagai jenjang kepengurusan. Acara ini akan membahas secara mendalam berbagai poin dalam Asta Cita, mengarahkan diskusi pada bagaimana NU dapat berkontribusi secara efektif dalam mewujudkan visi tersebut. Siaran langsung melalui detikcom memungkinkan masyarakat luas untuk mengikuti dan menyaksikan diskusi penting ini, sekaligus memperkuat keterlibatan publik dalam pembangunan bangsa.
Kesimpulan:
Peran NU dalam menjaga harmoni antaragama dan kelestarian alam merupakan kontribusi signifikan bagi pembangunan bangsa Indonesia. Komitmen yang konsisten, diwujudkan melalui berbagai program dan inisiatif, menunjukkan bahwa NU tidak hanya berperan sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai aktor kunci dalam membangun perdamaian, toleransi, dan keberlanjutan di Indonesia. Partisipasi aktif NU dalam mendukung Asta Cita, melalui berbagai program seperti Sarasehan Ulama, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang adil, makmur, dan harmonis. Ke depan, peran NU dalam menjaga harmoni dan keberlanjutan akan semakin penting, mengingat tantangan global yang semakin kompleks. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk memperkuat peran NU dalam membangun Indonesia yang lebih baik.